Selat Malaka
adalah jalan raya laut yang ramai lancar memisahkan tiga rumah negara bertetangga
Indonesia, Malaysia dan Singapura yang masing-masing punya pagar pengaman yang
berbeda. Sementara selat Singapura
adalah jalan raya laut nan sempit padat merayap yang memisahkan Indonesia dan
Singapura dan merupakan selat terpadat yang dilintasi berbagai kapal niaga
segala ukuran. Di selat sempit yang
memisahkan Batam dengan Singapura, negeri pulau kota itu memagari dirinya
dengan beragam alutsista untuk meyakinkan wilayah negerinya yang kecil itu aman
dari gangguan berskala apapun.
Kemampuan
intelijen dan teknologinya serta kekuatan alutsista yang dimiliki Singapura
memberikan kesan dan pesan agar pihak eksternal jangan bermain api dengannya. Pihak
yang dimaksud tentu Indonesia dan Malaysia.
Bedanya adalah negeri kecil itu memang punya rumah kecil yang sekaligus
sebagai pusat eksistensi mereka sehingga mereka membentuk kombinasi pertahanan
sarang lebah yang siap menyengat jika diganggu. Jika tak diganggu ya tak apa-apa, namanya juga
lebah, tidak ingin mengganggu dan tak ingin diganggu. Demikian juga dengan Malaysia walau tidak
sedahsyat Singapura dalam mengamankan teritorinya di selat Malaka, secara de
facto mereka lebih bereaksi cepat jika ada pelanggaran teritori perairannya
dibanding dengan Indonesia.
Pulau Nipah, dipersiapkan sebagai beranda yang gagah |
Indonesia
yang memiliki teritori lahan “semilyar hektar” dan merupakan teritori terbesar
di Asia Tenggara juga sudah melakukan pagar pengamanan untuk menjaga kedaulatan
teritorinya di batas jalan raya laut yang menghubungkan Asia Selatan, Timur
Tengah dengan Asia Timur. Salah satunya
tentu dengan menghadirkan “satpam” berupa kapal patroli TNI AL di sepanjang
teras depan rumahnya. Tetapi harus
diakui kehadiran satuan angkatan laut dengan alutsistanya ini belum sampai pada
kategori gagah dan kekar. Kehadiran
kapal patroli di teras depan yang bernama selat Malaka dan selat Singapura
belum mencerminkan kewibawaan pada sebuah teritori negara yang paling besar
wilayahnya, paling besar pula penduduknya dan punya sumber daya alam yang
melimpah.
Lalulintas
di jalan raya laut seperti selat Malaka dan selat Singapura tentu memerlukan
kehadiran negara yang berwibawa dalam bentuk satuan patroli laut yang siaga penuh dan cepat bereaksi sebagai
wujud eksistensi kita di jalan raya laut
yang juga menjadi border negara kita.
Mencontohkan cara kerja PT Kereta Api Indonesia manakala ada kereta api
melewati stasiun besar dan kecil baik berhenti atau tidak, selalu ada personil kereta
api bertopi yang memberi hormat dan semboyan sehingga kita mengetahui ada kehadiran
dan monitoring dalam perjalanan kereta api tadi.
Satuan kapal
cepat rudal (KCR) adalah kendaraan yang paling pas untuk memastikan kehadiran
angkatan laut yang berwibawa untuk mengawal dan mengamankan teritori
negara. Menghadirkan satuan kapal cepat
rudal di selat Malaka dan selat Singapura bukan dimaksud untuk pamer kekuatan
tetapi untuk meyakinkan pemakai lalulintas jalan raya laut terpadat itu bahwa
mereka berada di salah satu sisi jalan raya laut yang bernama Indonesia. Kehadiran
patroli KCR ini juga sekaligus untuk memberikan rasa aman bagi perjalanan kapal
niaga dari kejahatan perompakan laut di dua selat ini. Manfaat lain adalah memberikan sinyal pada
negara tetangga yang berbatasan laut dengan RI bahwa kita hadir mengawal
teritori dengan postur meyakinkan.
Jet tempur F16 segera ditempatkan 1 skuadron di Pekanbaru |
Oleh sebab
itu pembentukan satuan kapal cepat rudal di Armada Barat yang sudah diputuskan
setahun yang lalu mestinya sudah dapat memberikan warna kehadiran tadi. Termasuk menambah kuantitas KCR hingga
mencapai jumlah mencukupi melakukan patroli laut sepanjang selat Malaka dan
selat Singapura every time. Ketika
dibentuk satuan kapal cepat rudal di Armada Barat setahun yang lalu jumlah
alutsista berupa KCR tidak lebih dari 10 KCR. Kita sangat berharap jumlah itu bisa
dilipatgandakan menjadi minimal 25 KCR dimana sebagian kapal mengawal perairan
Natuna dan sebagian lagi mengawal selat Malaka dan selat Singapura.
Kehadiran
satuan tempur Marinir di Riau Kepulauan adalah decision yang bagus untuk
mempertegas nilai tambah kehadiran satuan pengamanan berkualifikasi serbu amfibi
di teras depan rumah kita. Bukankah
teras atau beranda depan rumah kita adalah lambang kewibawaan sebuah rumah
apalagi jika pengamanannya dilengkapi dengan pengaman berkualitas herder. Ini juga sekaligus ingin mengubah sebuah “peribahasa”
yang berbunyi masuk dulu baru digebuk. Lalu
menggantinya dengan syair lagu berirama mars, gebuk dulu sebelum masuk. Jalan ke arah itu sedang dipersiapkan. Kita sudah punya satuan Marinir di Lhok
Seumawe, Belawan dan yang sedang dipersiapkan adalah satuan tempur Marinir di
Batam, Nipah dan Karimun.
Kombinasi kapal
cepat rudal di Armada Barat dan penempatan satuan Marinir di jalan raya laut
itu diniscayakan memberikan nilai kegagahan dalam postur pengamanan laut di
kedua selat itu. Sebaran kapal cepat
rudal ini bisa dipangkalkan di Belawan, Dumai dan Tg Pinang untuk
mengantisipasi kecepatan reaksi dan coverage patroli. Kegagahan ini akan semakin kinclong manakala
1 skuadron jet tempur F16 sudah memasuki home basenya yang baru di Pekanbaru
termasuk skuadron UAVnya sehingga memberi tambahan kekuatan bagi skuadron Hawk
yang sudah lebih dulu berhome base di ibukota Riau Daratan itu.
Ada
pertanyaaan lalu bagaimana dengan kapal-kapal KKP yang juga melakukan patroli keamanan
laut. Jawabannya tetap saja jalankan fungsinya sesuai tupoksi tentu dengan
koordinasi Angkatan Laut. Fungsi
kapal-kapal KKP adalah memantau dan menangkap kapal asing yang melakukan
kegiatan ilegal fishing di laut teritori kita. Jika ada insiden antara kapal patroli KKP dengan negara tetangga,
satuan kapal cepat rudal TNI AL bisa memback upnya sehingga kehadiran KCR
memberikan nilai gentar bagi keinginan jiran untuk ber insiden dengan kita.
Manuver KRI Clurit dengan 2 Rudal C705 |
Pemenuhan
kebutuhan kapal cepat rudal tidaklah menghadapi kendala karena kapal perang jenis
ini sudah bisa diproduksi oleh galangan kapal nasional kita baik PT PAL maupun
swasta nasional. PT PAL sedang
mempersiapkan minimal 6 KCR ukuran 60 meter sementara galangan kapal di Batam
sudah menghasilkan 2 dari 6 pesanan KCR ukuran 40 meter. Kapal ketiga akan diserahkan Nopember tahun
ini. Galangan kapal di Banyuwangi juga
sedang menyiapkan beberapa kapal perang Trimaran yang juga berkualifikasi KCR.
Penyiapan KCR
bersinergi dengan produksi rudal anti kapal C705 kerjasama dengan Cina. Dengan membawa 2 rudal C705 sebagai senjata
pukulnya maka setiap KCR yang melaju cepat di jalan raya laut beranda rumah
kita tentu memberi nilai kegagahan yang meyakinkan sebagai bentuk kewibawaan kehadiran
yang sebanding dengan besarnya rumah
yang harus dijaga ini. Kehadiran KRI Sigma Diponegoro di Singapura
untuk menjemput Presiden SBY dari kunjungan ke negeri itu awal bulan ini dan
dikawal oleh 2 KCR dari Clurit Class memberikan aura kebanggaan bagi siapapun
yang melihatnya. Akan lebih bangga lagi
jika kehadiran itu bukan hanya sekedar menjemput seorang Kepala Negara melainkan
dengan kehadiran yang terus menerus di beranda jalan raya laut itu. Bukankah
ini bentuk dari formula menggagahkan diri untuk sebuah kepantasan dan kepatutan
yang memang harus dipertontonkan di wilayah border yang bernama Republik
Indonesia.
*****
Jagvane 13
Juni 2012.
3 comments:
setuju bang, sebaiknya yang digunakan untuk patroli adalah kcr dari ukuran yg beragam. sedangkan kapal sekelas korvet dan frigate harus mangkal di tempat2 strategis sebagai back up saja. biar hemat bbm. ayo terus perbanyak kcr.
lebih keren lagi kalo KCR Trimaran diperbanyak lagi......
pembuatan KCR terus berjalan di batam...kalo pemerintah mulus dalam pendanaan shipyar di batam selalu siap to build KCR,..pembuatan hull KCR tidaklah sulit krn di batam drilling rig,tanker,supply boat, tug boat sampai yg paling mudah yaitu barge/tongkang dah dikuasai dg baik....Maju Indonesia-ku Jalesveva Jayamahe...
Post a Comment