Program modernisasi militer Indonesia yang dikenal dengan MEF (Minimum
Essential Force) hampir menyelesaikan tahap yang kedua. Program itu ada di MEF I (2010-2014), MEF II
(2015-2019) dan MEF III (2020-2024).
Artinya saat ini kita sedang berada di penghujung MEF II dalam upaya
mengejar ketertinggalan kekuatan alutsista kita. Dengan kata lain kita baru
menuju kekuatan minimal yang dibutuhkan dalam mempertahan negeri ini dari
ancaman kekuatan luar.
Dalam perhitungan kuantitas dan kualitas alutsista yang sudah kita miliki
sampai saat ini belum sampai pada kriteria minimal. Program penguatan alutsista
TNI berdasarkan target MEF baru akan tercapai tahun 2024. Itu pun dengan
catatan jika program MEF II saat ini bisa mencapai target yang telah ditetapkan.
Jujur saja dibanding dengan program MEF I (2010-2014), program MEF yang
sedang berjalan saat ini belum optimal. Ini bisa terlihat dari proses pengadaan
11 jet tempur Sukhoi SU35 yang terkesan bertele-tele. Empat tahun lebih proses
pengadaan alutsista strategis ini berjalan dan terakhir kabarnya harus delay
dulu karena ada Pilpres 17 April 2019 nanti.
KRI Martadinata 331 |
Hampir semua alutsista yang didatangkan dari luar negeri dan atau
diproduksi oleh industri pertahanan kita adalah produk MEF I. Pengadaan Tank
Leopard, Marder, Artileri Caesar Nexter, KH 178, KH179, MLRS Astross, Starstreak,
Mistral, Oerlikon Skyshield, Panser Anoa, Panser Tarantula, Tank Amfibi BMP3F,
MLRS Vampire, Kapal Selam Nagapasa Class, Martadinata Class, Kapal Cepat Rudal,
Kapal LST, Pesawat CN295, Jet tempur F16, T50, Super Tucano, Helikopter Mi35,
Mi17, Apache, Bell 412 Ep dan masih banyak yang lain adalah realisasi program
MEF I.
Dalam catatan kita sejauh ini tidak banyak rencana pesan yang diterbitkan
dalam MEF II. Program pengadaan tahap kedua untuk membangun 3 kapal selam
Nagapasa Class sampai saat ini belum sign kontrak. Lanjutan serial Martadinata
Class juga belum jelas, program pengadaan kapal perang light destroyer yang
digadang-gadang juga belum final.
Pengadaan Sukhoi SU35 berlarut terus.
Jadi jelaslah kekuatan militer kita dari segi kepemilikan kuantitas dan
kualitas alutsista belum sampai pada ukuran minimal. Masih dibutuhkan lagi satu
tahapan rencana strategis lima tahunan. Oleh karena itu sangat tidak pantas
jika kemudian membandingkannya dengan kekuatan militer Singapura yang sudah
lebih dulu berjaya.
Tank Harimau |
Singapura adalah negeri dengan tingkat kesejahteraan yang terbaik di rantau
ASEAN bahkan dunia. Negeri mungil yang sejahtera, makmur namun “terkendala”
dengan kecilnya ukuran teritorinya mengharuskan negeri itu memperkuat
militernya. Dua tetangganya yang besar
Indonesia dan Malaysia, adalah sebuah ancaman eksistensi kehidupan masa
depannya. Itu persepsinya.
Tetapi kita pun tidak perlu merasa minder dengan kekuatan alutsista
Singapura karena sejatinya dalam strategi pertahanan, negeri itu bukanlah
ancaman bagi eksistensi Indonesia. Sehebat apapun kekuatan milter Singapura,
tidak mengkhawatirkan kita. Lho kok bisa
Om. Sederhana saja pemikirannya. Misal seluruh jet tempurnya mampu
menghancurkan Jakarta, tidak akan mampu melumpuhkan kita, masih ada kota-kota
lainnya yang jumlahnya ratusan.
Angkatan Laut Indonesia punya kekuatan armada yang lebih baik dari Singapura.
TNI AL memiliki 165-170 KRI berbagai jenis sedangkan Singapura hanya di kisaran
30-35 kapal perang. Singapura hanya unggul di kekuatan udara karena dia
menganut pola pre emptive strike dan sarang tawon. Berani ganggu kami sengat
atau jika mendekat kami sikat. Wajar kan karena negerinya yang kecil itu
mengharuskan dia untuk memperkuat tameng pertahanannya.
Apache dan Mi35 |
Jadi kita masih harus terus memperkuat militer kita. Masih banyak
kekurangan yang harus dipenuhi. Soal coverage radar saja belum terpenuhi
seluruhnya. Belum lagi soal Network Centric Warfare, sinergi pertempuran tiga
matra yang harus dipenuhi. Natuna sedang dipersiapkan untuk model ini dan saat
ini sudah dilapis dengan kekuatan 3 radar sekaligus berikut pangkalan
militernya.
Dibanding dengan sepuluh tahun lalu, jelas kekuatan alutsista kita
meningkat tajam. Ini harus diapresiasi
dan disyukuri, tetapi belum sampai pada persyaratan minimal untuk pertahanan
negeri kepulauan yang besar ini. Makanya
dikembangkan Divisi 3 Kostrad, Divisi 3 Marinir, Armada 3, Koopsau 3 yang
semuanya berada di wilayah timur Indonesia.
Pengadaan alutsista jelas dibutuhkan untuk mengisi satuan-satuan tempur
yang baru dibentuk. Kita masih membutuhkan minimal 3 skadron jet tempur, kapal
perang jenis destroyer, fregat, korvet
dan kapal selam. Yang membahagiakan adalah industri pertahanan kita saat ini
sedang berbinar terang dan sudah mampu membuat
Panser, Tank, Roket, Bom, Kapal Patroli Cepat, Kapal Cepat Rudal, LPD,
LST, Korvet dan sebentar lagi Kapal Selam.
Maka untuk mencapai target minimal di MEF III, pemegang kendali dan kelola
pertahanan kita harus memiliki kualitas kepemimpinan, koordinasi, komunikasi
dan integritas yang kuat. Masih banyak
program yang harus diselesaikan, masih banyak yang tercecer. Karakter pengelola
pertahanan yang kita inginkan seperti penggalan syair lagu Ebiet G Ade :
Istriku harus cantik lincah dan gesit, tapi dia juga harus cerdik dan pintar.
Bisa aja Om.
****
Jakarta, 1 April 2019
Jagarin Pane