Aceh sejatinya adalah formula naluri dan kecerdasan akal
budi religi yang ingin menajamkan harkat dan martabat karena sudah dibuktikan
dalam perjalanan panjang sejarahnya.
Ketika hampir semua daerah kolonial yang lain di Hindia Belanda sudah
takluk, Aceh justru belum mampu
ditaklukkan Belanda. Jendral Kohler pun
harus meregang nyawa di Kutaraja manakala mencoba menyerbu Aceh tahun
1873. Aceh baru takluk tahun 1904, itu
artinya daerah terakhir yang jatuh ke tangan kolonial. Hanya 40 tahun saja sebelum Belanda akhirnya
takluk di tangan Jepang. Harkat dan martabat itu sesungguhnya merupakan nilai
keistiqomahan Aceh jika kita merenungi sejarah kepahlawanan Sultan Iskandar
Muda, Malahayati, Teuku Umar dan Tjut Nyak Dien.
Dalam perjalanan berbangsa, salah satu bentuk penghargaan
pada nilai-nilai kejuangan dan kepahlawanan Aceh bisa kita lihat dari penamaan
kapal perang (KRI). Aceh mendapat porsi
lebih banyak dalam alokasi penamaan kapal perang RI. Ada KRI Sultan Iskandar Muda, ada KRI
Malahayati, ada KRI Teuku Umar, ada KRI Cut Nyak Dien, juga ada KRI Rencong. Semua kapal perang itu berkualifikasi
striking force. Sementara untuk kapal
perang kelas LPD yang modern dari 4 KRI LPD yang dimiliki TNI AL salah satunya
bernama KRI Banda Aceh. Bandingkan dengan
Sumut dan Sumbar yang hanya mendapat “jatah” 1 nama KRI striking force yaitu KRI
Oswald Siahaan untuk Sumut dan KRI Imam Bonjol untuk Sumbar.
Skuadron Jet Tempur Hawk200 |
Dalam beberapa tulisan terdahulu kita berpandangan sudah
sepantasnya di Aceh ada minimal penugasan 1 flight Hawk yang berpangkalan di
Pekanbaru. Maksudnya sekali-kali ada 1 flight Hawk yang menghadirkan diri di
angkasa Aceh untuk menyuarakan kegemuruhan kedaulatan NKRI dalam rutinitas
keseharian. Sebab dari semua tontonan dan atraksi militer yang disajikan apakah
melalui latihan atau parade militer, gemuruh dan manuver jet tempur merupakan
kebanggaan yang mampu mengepalkan harga diri pada nilai kedaulatan
berkebangsaan. Deru jet tempur yang membahana di ruang udara diyakini merupakan
representasi dari kewibawaan kedaulatan bernegara disamping unjuk tampil Main
Battle Tank, Peluru Kendali Jarak Jauh dan Kapal Selam.
Air Force Base Pekanbaru akan ada isian skuadron F16
mulai tahun depan. Nah, biar gak rame ditumpuk di satu pangkalan diurai dong. Pucuk
dicinta ulam tiba, belum sepekan Panglima Moeldoko menjabat, sudah langsung “menggenggam”
Aceh sembari bersabda bersama Menhan bahwa di Aceh akan ada skuadron penuh Hawk
relokasi dari Pekanbaru, markas Kogabwilhan dan pengembangan pangkalan utama
TNI AL Lhok Seumawe. Jadi untuk matra
udara garis lurusnya makin jelas, ada skuadron jet tempur F16 di Pekanbaru, ada
skuadron pesawat pengintai di Medan dan ada skuadron jet tempur Hawk di Lhok
Seumawe.
Sebagai wilayah perbatasan meski tidak berstatus border
land, kehadiran pengawal republik di tanah rencong merupakan kepantasan yang
harus ditingkatkan bersama daerah lain yang juga punya garis batas negara
seperti Kalbar, Kaltim, NTT dan Papua.
Kehadiran tentara juga harus diikuti dengan dukungan sejumlah alutsista
strategis seperti jet tempur, kapal perang, rudal dan tank. Disamping itu penguatan kualitas tempur pasukan
darat perlu ditingkatkan dengan menjadikannya sebagai batalyon raider yang
mempunyai kualifikasi perang konvensional, perang kota dan perang anti teror.
Yang di depan KRI Sigma, di belakang KRI LPD |
Sebagai daerah yang pernah mengalami konflik
berkepanjangan, menjaga perdamaian di bumi Serambi Mekkah ini memerlukan payung
pelindung dan penjaga kewibawaan kedaulatan NKRI. Tidak hanya itu, kawalan
terhadap pintu utara Selat Malaka memerlukan kehadiran angkatan laut yang
berwibawa. Karena di mulut itu ada
sedikitnya tiga negara yang saling bersinggungan perbatasan dengan kita, Malaysia, Thailand dan India. Kehadiran kapal-kapal perang RI secara
permanen di kawasan itu merupakan bagian dari mewibawakan teritori laut di
jalur strategis itu.
Kehadiran militer dan alutsista segala matra di Aceh
merupakan bagian dari strategi pemerataan kekuatan pukul TNI. Tidak hanya Aceh, hampir semua gelar pasukan
dan alutsista mulai dialokasikan ke seluruh wilayah tanah air. Gelar satuan marinir setingkat divisi di
Papua sedang dilaksanakan, juga di Batam dengan kekuatan satu batalyon. Alokasi skuadron Heli tempur di Berau,
Baturaja dan Papua. Kemudian penambahan
batalyon tempur di Kalimantan, penambahan dan alokasi skuadron TNI AU, penambahan
dan pergeseran pangkalan TNI AL semuanya sedang giat dilakukan.
Yang perlu dicatat di Aceh tidak ada penambahan pasukan
TNI. Yang ada adalah peningkatan
kualifikasi satuan tempur pemukul organik dan penambahan alutsistanya. Kita
bersemangat untuk mendukung kebijakan menghadirkan secara permanen 1 skuadron Hawk
di Aceh. Ini semua di lakukan untuk merajut Aceh dan menggemuruhkan kewibawaan
NKRI. Bahkan sekali-sekali di bumi Aceh perlu
dikunjungi minimal 1 flight jet tempur Sukhoi, atau F16 sebagai bagian dari
jelajah kawal nusantara. Khusus untuk
Sukhoi sangat perlu melakukan safari jarak jauh ke Sumatera minimal setahun
sekali. Gemuruhnya diyakini akan mampu menghangatkan adrenalin semangat
berbangsa. Tidak hanya, itu bukankah di samping Sumatera ada tetangga sebelah
yang selalu meributkan Ambalat. Sesekali
perlu show of force mulai dari Aceh sampai Riau, bukankah begitu.
****
Jagvane / 25 Sept 2013