Gelar kekuatan militer Cina di Laut Cina Selatan (LCS) sepanjang minggu
kedua bulan April 2018 yang lalu merupakan gelar kekuatan militer terbesar yang
pernah dilakukan negeri panda itu. Tidak kurang dari 50 kapal perang striking
force, 3 kapal selam dan 1 kapal induk dengan dukungan 80 jet tempur bersama 10
ribu pasukan melakukan unjuk kekuatan di LCS dipimpin langsung oleh Presiden
Cina Xi Jinping.
Respon Indonesia saat itu adalah segera mengirim 6 kapal perang ke batas
teritori Natuna dengan dukungan 8 jet tempur F16 dari skadron Pekanbaru. Yang
tidak biasa adalah sebelum 8 jet tempur F16 itu diterbangkan ke Natuna, flight
tempur itu berlatih tempur dulu dengan membombardir pantai Bengkalis selama
tiga hari. Ini adalah simulasi untuk menghadapi serangan kapal perang musuh atas
sebuah pulau.
Bung Tomo Class ditempatkan di Natuna |
Tidak terjadi insiden apa-apa dengan konvoi armada militer Cina termasuk
dengan kapal-kapal perang Vietnam, Malayisa, Filipina, AS dan Australia yang
ikut memantau dari kejauhan. Dan memang unjuk kekuatan militer Cina bukan untuk
menciptakan insiden. Melainkan ingin menunjukkan kehebatan militernya yang
sudah membangun pangkalan militer dan peluru kendali anti kapal dan anti
serangan udara, berikut penempatan jet tempur di pulau-pulau atol yang tersebar
di LCS.
Cina memang sedang menggeliat hebat. Perekonomian negeri semilyar orang itu
diprediksi akan menjadi nomor satu dalam beberapa tahun mendatang. Ini bukan fiksi tetapi prediksi yang bakal
terjadi. Cina akan menjadi pemain nomor wahid di dunia mulai tahun 2020. Sejalan dengan itu perkuatan militer mereka
juga semakin “merajalela”. Klaim negeri itu
terhadap seluruh kawasan LCS bakalan tak akan terbantahkan atau terpatahkan
oleh siapa pun termasuk si pemilik hegemoni Amerika Serikat.
F16 patroli di Natuna |
Boleh jadi Natuna akan menjadi ruang tembak berikutnya meski saat ini
dikatakan tidak masuk kawasan yang di klaim.
Tetapi persinggungan ZEE di Laut Natuna Utara dengan klaim Cina adalah
fakta bukan fiksi. Ini yang harus
diceritakan kepada anak negeri supaya mereka paham betul suasana
pertarungannya. Perairan ZEE Natuna kita bersinggungan dengan Vietnam dan Cina.
Antisipasi terkini yang dilakukan Indonesia adalah dengan menempatkan 4 KRI
striking force dari Armada Timur dimutasikan ke Armada Barat dan fokus
Natuna. Ke empat KRI itu adalah KRI Bung
Tomo, KRI John Lie, KRI Usman Harun dan KRI Fatahillah. Armada Barat saat ini
berkekuatan sekitar 35 KRI berbagai jenis.
Tetapi tentu saja tidak seluruhnya terkonsentrasi ke Natuna. Selat
Malaka, Selat Singapura, Selat Sunda, Laut Jawa dan Pantai Barat Sumatera juga
perlu dikawal.
Sementara saat ini di Natuna sedang ada kunjungan inap 6 jet tempur F16 untuk
berpatroli rutin secara estafet bergantian dengan Sukhoi. Itulah dampak dari
show of force militer Cina yang demikian perkasa. Termasuk kunjungan Panglima
TNI Marsekal Hadi Tjahjanto. Dari kacamata militer jika pada saat mereka unjuk
kekuatan di LCS dan melakukan serangan kilat ke Natuna maka dalam hitungan jam
pulau terdepan Indonesia itu akan jatuh ke tangan mereka.
Oleh sebab itu tidak bisa lagi kita mengatakan bahwa itu adalah hal yang
biasa. Itu luar biasa Bung. Karena yang
melakukan itu adalah negara yang haus ekspansi sumber daya alam untuk bisa
menghidupi milyaran penduduknya sampai seratus tahun ke depan. Jadi ini bukan
soal jangka pendek. Cina harus bisa menguasai sumber daya alam dan sumber
energi untuk menghidupi milyaran warganya yang juga tak tertandingi jumlahnya.
Tidak peduli itu punya siapa.
Natuna sedang kita perkuat.
Pangkalan militer segala matra sedang dihebatkan. Tetapi lebih dari
sekedar itu adalah percepatan isian alutsista yang harus dipenuhi di batas
teritori itu. Tidak lagi memakai model konvensional alias sesuai pagu anggaran
yang bertahap dan bertele-tele. Percepatan tambahan minimal 3 skadron jet
tempur mestinya harus sudah bisa diselesaikan sebelum rezim ini bertanding lagi
tahun depan. Demikian juga dengan tambahan kapal-kapal kombatan sekelas fregat
dan destroyer serta kapal selam harus bisa dipercepat perolehannya.
Perkuatan militer bukanlah untuk menciptakan konfrontasi tetapi untuk
menjaga agar pihak sana tidak meremehkan teritori kita. Kehadiran militer yang
kuat di Natuna adalah untuk menjaga marwah teritori yang sudah diakui secara
internasional. Pantas dan sah. Maka sudah
selayaknya kita bergegas agar tidak ketinggalan kereta segera memenuhi isian
alutsista untuk Natuna.
Gerak cepat, cerdik dan lincah serta cerdas harus jadi pola pikir, pola
sikap dan pola tindak Kementerian Pertahanan. Bergegaslah, karena bela negara zaman
now adalah memperbanyak isian alutsista canggih dengan teknologi terkini. Tidak
bisa tidak itulah yang harus kita dapatkan dan penuhi untuk NKRI tercinta.
****
Jakarta / 3 Mei 2018