Saturday, April 19, 2025

Bukan Show Room Atau Show Of Force

Kabar beruntun sebagai ungkapan "merpati tidak pernah ingkar janji", minggu-minggu ini adalah tindak lanjut 2 memorandum of understanding (MOU) menjadi realisasi. Meski belum diumumkan secara resmi namun sudah bocor halus di kalangan forum militer tanah air. Yaitu realisasi pengadaan jet tempur Sukhoi SU35 dari Rusia dan jet tempur Mirage 2000-5 ex Qatar. Kemudian edisi berita terkini adalah  kehadiran petinggi Boeing di Jakarta untuk upaya realisasi pembelian jet tempur canggih F15 Id dari AS. Ini juga sudah ada MOUnya sejak tahun 2023. Jadi ada tambahan beberapa merek alutsista strategis jet tempur yang akan menjadi aset investasi pertahanan Indonesia.

Seperti biasa selalu ada berbagai tanggapan, pernyataan dan pertanyaan dari netizen forum militer tanah air. Maklumlah kita berada di era medsos, literasi dan narasi digital. Salah satunya mengapa kita membeli banyak merek alutsista jet tempur. Bukankah sudah ada jet tempur F16, Hawk, Sukhoi, T50 dan Rafale. Mengapa tidak F16 saja yang kuantitasnya ditambah dan di upgrade. Atau Rafalenya yang ditambah. Bukankah membeli banyak merek akan menimbulkan kendala soal maintenance.Termasuk ketersediaan dan kesiapan pilot serta ekosistem teknisi jika berbeda "kurikulum merek".

Yang harus dipahami, secara kuantitas kita masih kekurangan jet tempur untuk negeri kepulauan ini yang luasnya setara dengan benua Eropa. Saat ini TNI AU punya aset alutsista pemukul 16 jet tempur Sukhoi, 33 jet tempur F16, 30 jet tempur Hawk, 13 jet tempur T50 dan 13 pesawat counter insurgency  Super Tucano. Dan yang sedang dinanti kedatangannya adalah 42 jet tempur Rafale edisi mutakhir. Untuk mencukupi kekuatan standar yang berkorelasi dengan luas wilayah teritori dan dinamika kawasan, Indonesia masih membutuhkan puluhan jet tempur dengan kekuatan minimal 12 skuadron tempur.

Soal banyaknya merek tidak lantas kemudian menjadi sebuah sebutan sebagai show room alutsista atau show of force. Pengalaman embargo after insiden Santa Cruz Timor Leste memberikan pelajaran dan pengalaman pahit ketika bergantung pada satu merek, satu pabrikan dan satu negara. TNI AU waktu itu punya 12 jet tempur F16 fighting falcon dari AS. Embargo suku cadang membuat elang penempur nelongso. Hanya 3 unit yang siap terbang ala kadarnya. Kemudian 3 Juli tahun 2003 terjadi insiden Bawean dengan show of force 5 jet tempur F18 Hornet dari kapal induk AS USS Carl Vinson yang melintas di Laut Jawa menuju Darwin. TNI AU kemudian mengerahkan 2 jet tempur F16 untuk mengingatkan manuver F18 membahayakan penerbangan sipil dari dan ke Juanda Surabaya. 

Embargo dan insiden ini kemudian yang menjadi pemicu pembelian 4 jet tempur Sukhoi dalam program cepat saji pemerintahan Megawati. Hanya dalam hitungan bulan barang harus sudah sampai. Agar bisa tampil dalam HUT TNI tahun 2004. Dalam bahasa militer show of force 5 Hornet US Navy merupakan simbol ejekan dan pelecehan teritori. Kemudian Indonesia membalasnya dengan bahasa militer juga. Membeli jet tempur Sukhoi dari Rusia. 4 jet tempur ini kemudian tampil dalam perayaan HUT TNI 5 Oktober 2004.

Soal embargo ini memang menyakitkan. Termasuk ketika 4 jet tempur Hawk yang dibawa pilot Inggris secara ferry. Ketika sampai di Bangkok ditinggal begitu saja oleh pilotnya. Padahal hanya selangkah lagi sampai di Medan. Indonesia membeli 40 jet tempur Hawk dari BAE System Inggris. Ini adalah sebuah pertolongan untuk sebuah perusahaan Inggris BAE System yang hampir bangkrut waktu itu. Embargo yang diperlihatkam Inggris terhadap proses pengadaan alutsista yang sedang berlangsung adalah cermin arogansi dan dominasi London. Juga ketika TNI AD menggunakan tank Scorpion dan jet tempur Hawk di Aceh tahun 2003 ternyata tidak diperbolehkan oleh negara pembuatnya, Inggris. Keterlaluan.

Realisasi pembelian 12 jet tempur Mirage ex Qatar adalah tindak lanjut kesepakatan MOU dan bagian dari kesepakatan investasi Qatar di Indonesia sebesar US$ 2 milyar. Tetangga Qatar, Uni Emirat Arab bahkan sudah kontrak efektif pembuatan kapal perang jenis landing platform dock (LPD) 163 meter ke PT PAL Indonesia. Nilai kontraknya US$ 408 juta. Qatar dan UEA adalah mitra strategis Indonesia. Sementara itu realisasi pembelian 6 jet tempur Sukhoi SU35 sebenarnya adalah pembelian yang tertunda. Menjelang kontrak efektif 11 unit SU35 tahun 2018, tiba-tiba ada ancaman UU CAATSA dari AS yang sedang marah dengan Rusia. Sebagai akibat pencaplokan Semenanjung Crimea milik Ukraina. Sebanyak 6 unit SU35 ini akan memperkuat Skuadron Sukhoi di Makassar yang juga menjadi payung pertahanan IKN.

Demikian juga dengan realisasi pembelian jet tempur canggih F15 Id dari AS. Pada MOU tahun 2023 Indonesia berencana membeli 24 jet tempur twin engine ini. Jika dalam realisasi nanti kita hanya membeli 16 unit untuk satu skuadron, sudah sangat membantu dan menjadi satu keputusan yang tepat. Terutama untuk ketersediaan anggaran. Pembelian jet tempur F15 Id juga menjadi salah satu opsi untuk menyeimbangkan neraca perdagangan Indonesia AS yang surplus terus puluhan tahun untuk Indonesia. Untuk tahun 2024 surplus untuk Indonesia ke AS sebesar US$16,84 milyar. Sekilas info, beberapa jenis alutsista yang sudah dan sedang dibeli Indonesia adalah 8 helikopter Apache, 5 pesawat Super Hercuĺes dan 22 helikopter Black Hawk.

Penambahan aset alutsista sebagai investasi pertahanan negeri ini semuanya adalah untuk mengejar ketertinggalan menuju kesetaraan. Kekuatan pertahanan mutlak kita perkuat sebagai pengawal kekuatan ekonomi dan eksistensi negeri. Indonesia masih membutuhkan berbagai jenis alutsista striking force seperti jet tempur, drone bersenjata, radar, kapal perang, kapal selam, peluru kendali. Pengadaan  berbagai merek alutsista adalah dalam upaya meminimalisir embargo, adanya kesepakatan imbal dagang, kesepakatan investasi dan penguasaan teknologi. Kalau disebut menjadi show room alutsista tidak juga. Kan nanti ada alutsista yang harus pensiun. Apalagi disebut show of force, belum waktunya. Karena sesungguhnya kekuatan alutsista kita saat ini belum sampai pada kriteria standar apalagi gahar. Kita baru menuju ke kekuatan kriteria standar.

****

Jagarin Pane / 19 April 2025