Jauh-jauh hari
Presiden ke 6 Susilo Bambang Yudhoyono mengemukakan sebuah rencana strategis
untuk memperkuat militer Indonesia. Waktu itu krisis Ambalat sedang
panas-panasnya. Tetapi alasan kuat SBY menyiapkan program besar yang dikenal
dengan MEF (Minimum Essential Force) adalah adanya laporan intelijen bahwa
China sedang membangun kekuatan militer dan mengklaim Laut China Selatan (LCS).
Sepuluh
tahun kemudian, saat ini, militer Indonesia sudah jauh lebih kuat. Berbagai
jenis alutsista canggih didatangkan. Berbagai infrastruktur militer dibangun,
digelar dan dibesarkan. Industri pertahanan dalam negeri diberdayakan,
dibesarkan agar mampu menjadi supplier alutsista yang dibutuhkan.
Natuna
dijadikan benteng garis depan. Pangkalan militer segala matra dibangun.
Berbagai jenis alutsista semua matra sudah dan sedang digelar secara permanen.
Ribuan prajurit sudah ditempatkan disana. Sejumlah kapal perang dan coast guard
bakamla siaga. Flight jet tempur berbagai jenis silih berganti melakukan
patroli.
Nine Dash Line China, klaim yang rakus |
Tapi
mengapa justru gangguan di teritori ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) Laut Natuna
Utara semakin menjadi-jadi dan berani, utamanya sejak Oktober 2019. Bahkan yang
terakhir di pekan akhir Desember 2019 kapal Coast Guard China yang di back-up
kapal perang Fregat mereka berhadapan langsung dengan kapal Coast Guard kita KN
Tanjung Datu. Dan tidak mau pergi.
Kehadiran
kapal-kapal Bakamla dengan dukungan KRI dibutuhkan setiap saat, bukan setiap
periode. Bukan sekedar melihat tangkapan di layar radar atau jaringan internet
lalu mengerahkan kapal. Pernyataan petinggi atau penguasa lautan yang high
profil dan lantang sangat diperlukan sebagai bagian dari unjuk nyali, uji
nyali.
Kemudian
kalau mau berjaya dengan sebutan negara maritim atau poros maritim maka
perkuatlah angkatan laut dan coast guard. Dan itu extra ordinary, tidak bisa
dengan cara-cara biasa. Harus ada percepatan, lebih cepat. Duit sudah ada,
tinggal bagaimana mengelola anggaran pertahanan. Ojo mbulet, kalau bisa
dipersulit untuk apa dipermudah, kata orang sono.
Pernyataan
dan sikap Ratu Kidul Pangandaran Susi Puji Astuti ketika diberi kepercayaan
mengelola KKP adalah gambaran sosok highprofile, nasionalis, berkarakter dan
mampu mengangkat marwah teritori maritim. Tidak sekedar mengelola dan
membesarkan bisnis maritim. Marwah teritori maritim adalah segalanya, baru
kemudian bicara soal bisnis maritim, bukan dibalik. Susi telah membuktikan
sosok perempuan kuat dan hebat yang dihormati dan disegani dunia selama lima
tahun ini.
Astross TNI AD sudah ditempatkan di Natuna |
Kita
lihat kondisi Laut Natuna Utara saat ini, sangat kontras. Nelayan kita bahkan
dikejar-kejar oleh nelayan asing. Konvoi nelayan asing yang dikawal Coast Guard
mereka sudah mencabik-cabik marwah teritori ZEE kita. Dan tidak ada satu pun
pernyataan dan langkah yang mampu mengangkat kembali marwah yang sudah
dicabik-cabik itu kecuali nota protes. Setidaknya sampai detik ini.
Sudah ada
10 kapal perang mengawal Natuna bersama kapal-kapal Bakamla yang dikenal dengan
sebutan Coast Guard. Bahkah KN Tanjung Datu 1101 milik Bakamla yang dikerahkan
termasuk kapal terbaru ukuran terbesar, 110 meter panjangnya. Ada KRI Bung Tomo
Class, ada Parchim Class, ada KRI Fatahillah dan lain-lain.
Asumsi kita, bahwa intelijen asing menangkap pesan kuat bahwa
setelah Ratu Kidul kembali ke pangkalannya di Pangandaran, komando teritorial
ZEE tidak lagi sekuat karakternya. Jadi test case perlu dilakukan. Maka kapal
nelayan asing ramai-ramai menjarah ikan di Laut Natuna Utara dengan dikawal
Coast Guardnya bahkan kapal perangnya. Benar-benar tidak bermarwah.
****
Solo 1 Januari 2020
Jagarin Pane
Penulis adalah pemerhati pertahanan dan alutsista TNI
Solo 1 Januari 2020
Jagarin Pane
Penulis adalah pemerhati pertahanan dan alutsista TNI