“Serangan udara” berupa asap dari sejumlah tempat di Riau
membuat negeri kecil nan makmur di sebelah Batam, Singapura meradang dan
mengomel. Namun omelannya kali ini dibalas telak oleh pemilik asli negeri
jamrud khatulistiwa, Indonesia. Betapa tidak, seperti yang diungkap Menko
Kesejahteraan Agung Laksono, Singapura seperti anak kecil, gampang merengek
hanya soal asap, padahal untuk area yang lebih luas Riau juga diselimuti asap
termasuk Batam. Juga Malaysia, namun
negeri melayu itu “tabah” menghadapi serangan asap dari tetangganya Sumatera.
Bahkan secara lugas Menlu Marty menyatakan Indonesia tak
akan meminta maaf secara formal kepada Singapura soal asap. Pernyataan
diplomatik ini menegaskan kepada kita bahwa RI tidak ingin (lagi) berada dalam
posisi defensif dalam soal pecundang kesalahan. Harus jelas dulu duduk perkaranya baru
lontarkan pernyataan karena sesungguhnya perusahaan yang terlibat pembakaran
hutan di Singapura justru bermarkas di negeri singa itu. Kan lebih baik menyerukan kerjasama untuk
mengatasi pembakaran hutan daripada mengeluh, mengomel lalu melontarkan
kecaman.
Dalam kacamata kita, Singapura selalu merasa memiliki
kasta lebih dibanding dengan dua jirannya padahal dalam hubungan multilateral yang
bernama saling ketergantungan, sesungguhnya negeri itu sangat tergantung kepada
Malaysia dan Indonesia. Tak usahlah kita
sebut substansinya. Petinggi
pemerintahan negeri itu selayaknya mulai menata pola gaul dan tata cangkem
karena perubahan dan kemajuan ekonomi kesejahteraan ke depan untuk kedua
jirannya Malaysia dan Indonesia akan mempengaruhi sikap dan cara pandang mereka
terhadap Singapura.
Yang tak terbantahkan dan sekaligus merupakan takdir
sejarah Singapura adalah kepemilikan
teritori yang kecil dibanding dua rumah di sebelahnya yang berkelimpahan sumber
daya alam. Selain itu perjalanan
bertetangga ke depan ini khususnya pada dua negara disebelahnya, masing-masing
telah menuju ke arah kemajuan ekonomi kesejahteraan yang signifikan. Malaysia sudah berada dalam lingkaran
komunitas negara berkemampuan ekonomi sejahtera. Indonesia sudah menampakkan kemajuan ekonomi
yang luar biasa selama 9 tahun terakhir ini. PDB RI terbesar di ASEAN dan nomor 16 di
dunia.
Sejalan
dengan itu, tentu untuk menjaga nilai kewibawaan diplomatik, pembangunan
kekuatan militer untuk menjaga sumber daya alam dan harga diri teritorial
sedang digiatkan secara luar biasa di Indonesia. Posisi perkuatan ini (nantinya) adalah ukuran
untuk menjaga ritme tahu diri dan ngaca diri agar siapa pun itu dalam ukuran tata
gaul regional, dalam hubungan pertetanggaan satu RT terutama, bisa mengendalikan cangkem dan bahasa tubuh untuk
tidak meremehkan tetangganya.
Ketersinggungan
hubungan bertetangga dengan Singapura dalam bingkai grass root di bumi pertiwi
ini sudah menjadi “hapal luar kepala” di setiap benak rakyat Indonesia. Misalnya terhadap keengganan dia melakukan
perjanjian ekstradisi terutama untuk pelaku korupsi di Indonesia. Sehingga muncul kesan bahwa negeri penampung
koruptor itu tidak menghargai Indonesia, alias menyepelekan. Yang lebih menggemaskan adalah cara dia
mendikte RI dengan cara meminta zona militer untuk latihan di Natuna selama
berbulan-bulan dan itu menggabungkannnya dengan perjanjian ekstradisi. Syukurlah itu tidak terjadi.
Pesan kita
untuk Singapura adalah untuk tidak lagi merasa sebagai orang penting di
lingkungan. Perjalanan ke depan ini
terutama untuk dua jirannya Malaysia dan Indonesia sangat memungkinkan untuk
tidak lagi menganggap Singapura sebagai faktor utama melainkan hanya sebagai
salah satu faktor. Paham maksud kulo
njihh ? Maksudnya kemajuan dalam
hubungan ekonomi internasional RI dan Malaysia bisa memastikan untuk tidak lagi
melihat negeri unyil itu sebagai segala-galanya. Prediksi berbagai lembaga pemeringkat ekonomi dunia mengarahkan
telunjuknya bahwa RI merupakan salah satu kandidat untuk maju sebagai negara
ekonomi sejahtera dan kekuatan 7-8 besar dunia dua puluh tahun mendatang.
Bisa
dibayangkan dua puluh tahun mendatang, dengan populasi lebih dari 400 juta,
sumber daya alam dan geografi yang luas, rakyatnya sudah makin sejahtera dan
tentu kekuatan militernya setara dengan keunggulan kekuatan ekonominya. Gak usah dibayangkan jauh-jauh dah, tahun
2020 nanti kekuatan ekonomi dan militer RI sudah bertunas mekar dan ranum (ini
kalimat doa untuk kita bangsa besar ini, semoga dikabulkan Allah SWT). Mestinya Singapura mampu membaca suasana
kebatinan ini.
Pukulan
diplomatik yang dilakukan dua menteri Indonesia sekaligus, soal serbuan asap
itu sangat tepat dan mewakili suara mayoritas rakyat. Itu adalah bahasa tubuh ketidaksukaan yang
pantas dilakukan terhadap keangkuhan cangkem yang dilantunkan Singapura. Yang perlu diingat adalah Singapura itu hari
ini dan ke depannya tergantung dengan dua tetangganya, karena dia adalah negara
jasa. Musuh terbesar negara jasa adalah kepanikan. Sangat pantas kiranya Singapura mulai menata
cangkemnya sekaligus berlaku adil dalam hubungan sebab akibat bertetangga.
*****
Jagvane / 23 Juni 2013