Hiruk pikuk menyambut Pilpres dan Pileg Pebruari 2024 di dalam sebuah rumah gadang yang bernama Indonesia tentu sangat menyita energi anak bangsa. Sehingga bisa saja banyak yang tidak peduli dengan dinamika kawasan yang semakin mengkhawatirkan. Bahkan banyak pula warga bangsa yang tidak tahu ketika malam gelap gulita, ketika ratusan juta penduduk negeri ini terlelap dalam tidur sirkulasi, ada sekian ribu tentara dan sejumlah alutsista bersiaga penuh di seluruh penjuru negeri.
Di ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) 1, 2, 3 ada belasan KRI menjalankan misi patroli menjaga marwah teritori perairan Indonesia. Puluhan satuan radar TNI AU yang tersebar di pelosok negeri menjadi mata dan telinga republik, mendeteksi segala bentuk ancaman melalui udara. Paralel dengan itu sejumlah jet tempur bersiaga di Air Force Base. Dan sejumlah KRI bersiaga di Navy Base. Indonesia mempunyai banyak lapangan terbang dan pelabuhan laut. Infrastruktur ini sangat mendukung mobilitas pergerakan jet tempur dan kapal perang kita.
Pasukan TNI AD dengan kekuatan belasan batalyon bersiaga di sepanjang ribuan kilometer border Kalimantan, NTT dan Papua. Demikian juga dengan pasukan marinir TNI AL bersiaga mengawal pulau-pulau terluar Indonesia. Seperti pulau Rondo di ujung Aceh, pulau Berhala di selat Malaka, pulau Nipah di selat Singapura. Juga pulau Miangas dan pulau Marore di Sulawesi Utara, pulau Rote di NTT, pulau Fani dan pulau Fanildo di Papua. Kepulauan Natuna dikawal ketat, Ambalat juga demikian. Sementara di Papua ribuan pasukan gabungan TNI dan Polri melakukan operasi keamanan dalam negeri. Semuanya berjalan di tengah dinamika politik dalam negeri saat ini yang mulai bergemuruh.
Untuk mendukung kesiagaan termasuk mengantisipasi cuaca ekstrim sangat wajar jika para pengawal republik mempunyai alat pukul palu besi. Bukan alat pukul gebuk kasur. Dan semuanya harus dipersiapkan sedini mungkin. Jangan sampai sudah kemalingan baru pasang teralis besi di jendela rumah. Sudah hilang marwahnya. Misalnya alat pukul analog "gebuk kasur" 41 KRI yang masih berfungsi, ditingkatkan kemampuan tempurnya dengan teknologi digital dan rudal. Program extra ordinary kementerian pertahanan saat ini adalah menguatkan infrastruktur tempur 41 KRI striking force TNI AL.
Maka kita menyambut gembira kerjasama lintas negara untuk teknologi navigasi dan elektronika dalam rangka kerjasama menggaharkan 41 KRI eksisting. Kementerian Pertahanan sudah menunjuk PT PAL sebagai lead integrator atau kontraktor utama untuk program besar ini. Kemudian PT PAL melakukan kerjasama dengan galangan kapal swasta nasional. Saat ini ada 8 KRI yang sedang "operasi caesar", dibedah jeroannya. Infrastruktur gebuk kasur diganti dengan alat pukul palu besi.
Untuk teknologi navigasi dan elektronika 41 KRI striking force, perusahaan asal Jerman, Auschutz teken kontrak tanggal 9 Nopember 2023 yang lalu dengan PT Cipta Teknologi Persada Bandung sebagai mitra lokal. Kapal perang yang menjadi obyek penggaharan teknologi navigasi dan elektronika adalah FPB Class, Parchim Class, Fatahillah Class, Clurit Class, Diponegoro Class, Bung Tomo Class dan Martadinata Class. Juga termasuk 4 kapal selam.
Untuk KRI yang relatif masih baru hanya penambahan sistem navigasi dan komunikasi. Sepertinya Parchim Class dan Fatahillah Class berdasarkan kontrak multi years ini akan diinstal rudal surface to surface (SSM) dan combat management system (CMS). Termasuk repowering dan daya jelajah. Dalam inventory aset TNI AL masih ada 12 unit KRI Parchim Class yang bisa diandalkan dalam armada tempur TNI AL.
Tipikal teritori perairan Indonesia ini sangat unik. Ada perairan halaman dalam rumah, ada juga perairan halaman luar rumah. Yang halamannya di dalam rumah misalnya laut Jawa, selat Karimata, selat Makassar, selat Bali, selat Lombok, laut Banda. Yang halamannya di luar rumah adalah selat Malaka, laut Natuna Utara, laut Sulawesi, laut Arafuru, samudra Hindia. Meski kita punya halaman perairan dalam rumah, kapal-kapal niaga dan kapal perang asing boleh dan sah melintas di perairan yang disebut ALKI.
Ada ALKI 1 yang meliputi selat Malaka, selat Sunda, laut Jawa, selat Karimata dan laut Natuna Utara. ALKI 2 meliputi selat Lombok, selat Makassar, laut Sulawesi. ALKI 3 meliputi laut Arafuru, laut Banda, laut Maluku. Untuk mengawal ALKI di perairan dalam rumah, TNI AL sudah mempergunakan kapal perang jenis kapal cepat rudal (KCR) dan kapal patroli cepat (KPC). KCR dan KPC ini semuanya relatif baru dan semuanya buatan dalam negeri. Pertumbuhan KCR dan KPC kita apresiasi karena logistik kesiapan operasionalnya ada di industri pertahanan dalam negeri.
Sedangkan untuk perairan luar rumah ada Bung Tomo Class, Diponegoro Class, Fatahillah Class, Martadinata Class dan Ahmad Yani Class. Tentu yang dijaga bukan hanya perairan Natuna. Perairan Ambalat dan Arafuru juga harus mendapat perhatian termasuk selatan Jawa. Luasnya area perairan negeri ini mengharuskan adanya ketersediaan kapal perang ukuran besar. Dan secara kuantitas TNI AL memang masih kekurangan kapal perang tonase besar.
Mengkalkulasi kebutuhan armada kapal perang TNI AL saat ini, selayaknya ada percepatan dalam bentuk penambahan kapal perang baru dan penggaharan KRI eksisting. Namanya juga percepatan ya harus cepat proses dan cepat datang, tahun depan harus sudah datang. Dan 2 unit kapal perang tonase besar yang digadang-gadang dari Italia sudah menjelang datang tahun mendatang. Selamat datang. Kadang-kadang yang belum pernah terpikirkan untuk diundang dalam perspektif kita, malah dia duluan yang datang.
Dinamika rumah tangga negeri yang berdemokrasi, suasana hangat menjelang pilihan raya dalam konteks politik praktis adalah "pesta argumen, pesta adu simpati" untuk menuju tampuk kekuasaan. Bagaimanapun politik kebangsaan adalah marwah yang tertinggi. Menjaga eksistensi NKRI, menguatkan marwah teritori, menguatkan persatuan dan kesatuan. TNI adalah garda terdepan yang selalu menjaga marwah politik kebangsaan negeri tercinta sepanjang usianya. Silakan hiruk pikuk berteriak di dalam rumah tapi jangan sampai ada yang berantakan di dalam rumah.
****
Jagarin Pane / 13 Nopember 2023