Inilah manfaatnya menempatkan orang yang sesuai kompetensinya. Ketika melakukan kunjungan simetris sekaligus ke Jepang beberapa hari lalu, keduanya memperlihatkan kualitas diplomasi dan pertahanan yang cemerlang. Kunjungan Menlu Retno Marsudi dan Menhan Prabowo Subianto ke Tokyo memperlihatkan cerdik dan lugasnya Jakarta mengambil peran keseimbangan kawasan Indo Pasifik khususnya Laut China Selatan (LCS).
Meski selalu ingin ditarik dari jalur netral untuk ikut blok QUAD (Quadrilateral Security Dialogue-Dialog keamanan segi empat) namun Indonesia punya cara sendiri dan ingin berjalan sendiri di tengah riuh rendah dan hiruk pikuk LCS. Amerika Serikat dengan kepiawaiannya berhasil merangkul India untuk ikut bersama dia dan sekutunya Australia dan Jepang membentuk persekutuan "bulan sabit". Secara geostrategis dan geopolitik aliansi ini mengurung China dari tiga penjuru mata angin kecuali Utara. Persis bulan sabit.
Hasil gemilang yang diperoleh dalam perjamuan "2 plus 2", Menlu dan Menhan RI dengan Menlu dan Menhan Jepang adalah terbukanya ruang besar untuk mendapatkan 8 kapal perang fregat siluman Mogami Class teknologi terkini dari Jepang. Ini merupakan peralihan kiblat yang mencengangkan produsen alutsista strategis dunia karena selama ini kiblat kapal perang striking force Indonesia berasal dari Belanda, Inggris, Jerman, Perancis dan Denmark. Pokoknya Eropa banget.
Dari Belanda kita memperoleh 4 KRI Sigma Diponegoro Class dan 2 KRI Sigma PKR 10514 Martadinata Class. Dari Inggris kita mendapatkan 3 KRI Bung Tomo Class, kemudian dari Jerman kita baru saja pesan 2 KRI pemburu ranjau Frankestein Class. Sementara dari Perancis kita mendapatkan 2 KRI intelijen bawah air Rigel Class. Terakhir dari Denmark kita memesan 2 KRI Iver Class. Ini hanya untuk pengadaan kapal perang edisi terkini, belum secara historis. Misalnya pengadaan 39 kapal perang bekas dari Jerman atau 6 kapal perang fregat Ahmad Yani Class, 3 Fatahillah Class dari Belanda dan 2 kapal selam Cakra Class dari Jerman.
Rencana pengadaan 8 kapal perang teknologi tinggi dari Jepang merupakan lompatan luar biasa bagi Indonesia. Bahkan kapal yang hendak kita beli itu untuk Angkatan Laut Jepang saja baru jadi 2 unit dari rencana pengadaan 32 unit. Perubahan cara pandang Indonesia dengan melihat Jepang sebagai mitra strategis sekaligus saudara tua yang santun dan tak punya cacat hubungan diplomatik, tanpa harus bergabung dengan QUAD, adalah strategi Kemenlu dan Kemenhan yang patut diacungi jempol. Statemen bersama Menlu Jepang dan Indonesia jelas menyindir Beijing yang bermain kasar dan tidak tahu tatakrama dan etika pergaulan internasional. Mau menang sendiri.
Diplomasi militer yang dipertunjukkan Jakarta dan Tokyo ingin mengingatkan China secara tegas dan lugas, meski China merupakan mitra dagang strategis bagi Indonesia dan Jepang, namun jika China melakukan perubahan ekstrim dari status quo yang berlaku saat ini di LCS akan dilawan semua negara yang berkonflik dengannya secara militer. Istilah kunonya Raden Mas Said alias Mangkunegoro I berlaku disini: tiji tibeh, mati satu mati semua. Wani po ora.
Maka rencana pembelian 8 kapal perang fregat dari Jepang adalah diplomasi militer cerdas yang dimainkan Jakarta. Ini menunjukkan betapa Indonesia bisa memilih mitra strategis yang juga punya masalah maritim dengan China. Kita ingin menyampaikan pesan kuat bahwa pembelian 8 kapal perang sekaligus itu adalah isyarat militer yang tegas untuk pihak sono. Sesuai rencana kita akan membeli 4 kapal perang yang juga dikenal dengan istilah populer 30FFM yang dibuat di Jepang dan 4 unit yang lain dibuat di galangan kapal Indonesia.
Indonesia punya hubungan baik dengan semua penghuni Indo Pasifik. Dengan Beijing, Tokyo, Canberra, Washington dan New Delhi bangunan kemitraan kita setara. Kerjasama ekonomi dengan lima negara yang juga anggota grup elite dunia G20 ini berjalan lancar, meningkat dan akrab. Di G20 Indonesia menduduki ranking 14 besar kekuatan ekonomi dunia yang dikenal dengan PDB ( Produk Domestik Bruto). Demikian juga hubungan bilateral kita dengan Korsel dan Korut, baik-baik saja.
Situasi yang normal meski masih ditengah wabah Covid 19 mestinya jangan diusik dengan keangkuhan militer. Seperti pengesahan Undang-Undang Maritim China yang boleh menembak kapal asing yang masuk wilayah yang diklaimnya. Pengerahan dua ratusan kapal nelayan milisi China ke ZEE Filipina dengan dukungan kapal perang sudah tidak bisa lagi menakut-nakuti Filipina. Meski saat ini sesama negara ASEAN melawan dengan cara dan kekuatan sendiri-sendiri tidak menutup kemungkinan di suatu saat bersatu sikap melawan keangkuhan militer China. Bersama dengan QUAD bisa jadi ini awal dari game over peradaban kehidupan di bumi bulat bundar ini.
****
Jagarin Pane / 3 April 2021