Dinamika kawasan Asia Pasifik khususnya Laut Cina Selatan
(LCS) setahun terakhir ini sangat mudah berganti warna. Pagi kelihatannya
cerah, tiba-tiba tengah hari mendung dan suram, atau sebaliknya. PM Cina Li Keqiang dalam pertemuan ASEAN di
Brunai tanggal 10 Oktober 2013 yang lalu,misalnya, meminta sengketa LCS
diselesaikan secara damai dan bersahabat. Padahal pernyataan dan kenyataan di
medan air LCS berbeda tajam. Pernyataan adalah diplomasi, belum tentu kalimat
ucap sama dengan kalimat hati. Gerakan
militer Cina yang berbaju kapal nelayan berteknologi selalu memantau situasi
LCS setiap hari, termasuk gerakan kapal selamnya.
Dalam terminologi militer pesan “cuaca” yang mudah
berganti itu harus disikapi dengan cara pandang kewaspadaan dan pantauan terus
menerus. Termasuk juga tiga tahun lalu
belum ada pemikiran menoleh serius ke pantai selatan Jawa dan pantai barat Sumatera. Tetapi sejak Darwin, pulau Natal dan Cocos
ada optimasi bertahap pengumpulan satuan militer dan persenjataan negara
adidaya, maka mau tak mau kita harus menoleh dan mengantisipasi untuk berkalkulasi
pertahanan diri. Salah satunya adalah membangun pangkalan militer setara
Surabaya dan penempatan 1 skuadron Sukhoi generasi terbaru di lingkaran itu.
Tidak lagi harus terpusat di Surabaya |
Pangkalan utama angkatan laut di selat Sunda tepatnya di
teluk Lampung bisa menjadi pilihan strategis karena berada di mulut ALKI I. Jangkauan
operasi kapal perang yang berpangkalan di teluk Lampung bisa menjangkau seluruh
pantai selatan Jawa, pantai barat Sumatera dan LCS. Sementara untuk penempatan 1 skuadron Sukhoi
salah satu pilihan bagus bisa ditempatkan di Lanud Radin Inten, Bandar Lampung.
Sama seperti pangkalan AL di Lampung, kehadiran
Sukhoi di Bandar lampung bisa memberikan kawalan terhadap seluruh ALKI I,
pantai selatan Jawa, pantai barat Sumatera, selat Malaka dan LCS. Lebih dari
itu memberi kepastian reaksi cepat mengawal ibukota dari ancaman jet tempur
asing.
Program MEF(Minimum Essential Force) kedua diprediksi akan
ada penambahan minimal 2 skuadron jet tempur diluar penggantian jet tempur F5E.
Boleh jadi penggantian F5E dari F16 upgrade batch 2 sebagaimana yang pernah
ditawarkan Obama setelah 24 F16 batch 1 tiba. Sangat terbuka kemungkinan isian penambahan 2
skuadron itu dari Sukhoi Family. Alokasi
strategis penempatan 1 skuadron Sukhoi di wilayah Barat menurut pandangan kita
sangat tepat berada di jalur ALKI I Selat Sunda yaitu di Lanud Radin Inten. Sementara 1 skuadron yang lain bisa
ditempatkan di timur Indonesia yaitu Biak. Jadi gambaran jelasnya ada 3
skuadron Sukhoi yaitu di Lampung, Makassar, Biak. Sebagai jet tempur kelas
berat jelajah jangkau Sukhoi dari titik Lampung akan mampu mengcover seluruh ALKI I yang
meliputi Selat Sunda, Selat Malaka sampai Natuna. Termasuk mengawal Jawa dan
Sumatera. Yang paling penting dari semua
pemikiran strategis itu adalah untuk mengawal ibukota.
Angkatan laut juga diharapkan tidak lagi menumpuk kapal
perang di Surabaya. Sebagaimana
dikatakan Jendral Kiki Syahnakri di acara Sugeng Sarjadi TVRI dalam rangka
menyambut HUT TNI 5 Oktober lalu. Sudah
saatnya pangkalan TNI AL tidak lagi dipusatkan di Surabaya. Maka salah satu pilihan tentu saja pangkalan
TNI AL di Teluk Lampung yang dulu sempat bergema kuat di era Pak Harto ketika
heboh pembelian 39 kapal perang eks Jerman
Timur. Bukankah di Piabung sudah ada
satuan tempur Marinir setingkat brigade. Benar pemikiran mantan KSAL Laksamana Slamet
Subiyanto bahwa TNI AL jangan hanya memikirkan halaman dalam NKRI, tapi juga
perlu kehadiran di halaman luar seperti pantai selatan Jawa dan pantai barat
Sumatera. Kehadiran pangkalan utama TNI AL di kawasan selat Sunda merupakan
basis perkuatan untuk mengawal ALKI I di mulut botolnya langsung.
Jet Tempur Sukhoi, 3 skuadron mampu mengcover seluruh NKRI |
MEF tahap 2 tahun 2015 sampai dengan tahun 2019 adalah
kunci geliat perkuatan seluruh matra TNI.
Sebagai satuan pemukul NKRI dari ancaman asing, modernisasi persenjataan
TNI di MEF 2 adalah keniscayaan yang harus dipertaruhkan dalam istiqomahisasi kebijakan
meskipun struktur pemerintahan, konspirasi kabinet dan parlemen sudah berbeda
figur. Sudah tentu menu utama dari adanya
persebaran pangkalan AL dan skuadron jet tempur adalah pemenuhan dan penambahan
jenis kapal perang berkualifikasi destroyer, fregat, kapal selam dan jet tempur
berteknologi setara dengan ancaman yang datang dari selatan Jawa atau LCS.
Khusus kapal selam selayaknya Indonesia harus memiliki minimal 12 kapal selam
untuk mengawal jelajah perairan NKRI. Oleh sebab itu disamping 3 Changbogo yang
sedang dalam proses pembangunan, opsi mengambil kapal selam dari Rusia sangat
pantas dilakukan sebagai upaya percepatan kehadiran kapal selam yang merupakan
alutsista strategis.
Menimbang Lampung adalah kalkulasi sederhana, masih dalam
konteks mengawal Jawa sebagai jantung Indonesia dan sekaligus membuka kawalan
baru sebagai akibat munculnya perkuatan militer di selatan Jawa dan barat
Sumatera. Hitung cepatnya, memperpendek jarak
jelajah KRI dan memastikan ruang udara Sumatera Jawa ada dalam genggaman Sukhoi.
Meski katanya Cocos dan Darwin untuk
menghadapi militer China tetapi tetap saja akan melewati teritori NKRI, tetap
saja akan mengacak-acak ruang udara NKRI.
Kehadiran Skuadron Sukhoi dan pangkalan besar KRI di Lampung setidaknya
akan memberikan langkah hati-hati bagi pihak manapun untuk tidak sembarangan
melanggar kedaulatan teritori Indonesia.
*****
Jagvane / 18 Oktober 2013