Urusan sadap menyadap dengan Australia dan Singapura,
biarlah menjadi urusan wajah diplomat dan petinggi republik. Meski memang harus diakui selama ini wajah
Indonesia dalam berdiplomasi mirip seekor kucing, malu-malu kucing, sehingga
tak jelas apa yang menjadi fokusnya. Boleh juga kalau memang ingin berada dalam
bingkai bebas aktif, tidak memihak sana tidak memihak sini. Tetapi ini bukan
persahabatan polos dan lugu melainkan berdasarkan kepentingan. Sama halnya
ketika kita dalam beberapa artikel terdahulu berkali-kali mengatakan bahwa
Australia bukanlah jiran yang tulus, dan ternyata benar.
Banyak juga yang terkejut karena tiba-tiba kucing ASEAN yang
bernama Indonesia itu tiba-tiba tidak mengeong. Kucing itu mengaum mirip harimau
menumpahkan kemarahannya kepada kanguru yang hobinya lompat sana lompat sini,
rangkul sana rangkul sini, sepak sana sepak sini. Ketika sang kucing dan kanguru sedang
akrab-akrabnya tiba-tiba perselingkuhan pertemanan itu terkuak. Ternyata kanguru suka nguping urusan rumah
tangga kucing. Maka kucing berteriak dan mengaum suara macan, dunia pun
tersentak.
Kalau yang ini kucing hutan |
Tetapi suara kucing yang mengaum itu boleh jadi sebagai sarana
menguji coba nyali, ya nyali sendiri, ya nyali tetangga. Ternyata tetangga yang berselingkuh itu
sedikit gugup juga mendengar auman kucing ASEAN tadi. Setidaknya dalam bahasa tawar menawar posisi
Indonesia berada diatas angin.
Perselingkuhan diplomatik ini tentu mempermalukan Australia sehingga
ketika Indonesia berteriak keras maka jiran sebelah kelimpungan dan salah
tingkah. Ironinya tetap saja tak mau
minta maaf. Inilah salah satu sifat arogansi yang memang menjadi karakter
bangsa bule yang didamparkan ke benua Selatan itu pada abad ke 18 karena
perilakunya juga.
Kekuatan kucing yang mengaum tadi tentu punya energi dan adrenalin
juga. Salah satu energi pembangkit adrenalin harga diri bangsa itu adalah mulai
berdatangannya berbagai jenis alutsista yang sudah dipesan. Sejatinya kekuatan
suara diplomatik tergantung pada kekuatan ekonomi dan kekuatan militer sebuah
negara. Indonesia berada di gerbang
itu. Kekuatan ekonomi berada dalam
lingkaran 16 besar dunia, nomor satu di ASEAN.
Pertumbuhan ekonomi rata-rata selama 9 tahun ini ada di kisaran 6%, pendapatan per kapita sudah masuk negara berpenghasilan
menengah dengan US $4.000 per kapita pertahun.
Nah, melihat cakrawala ke depan, kanguru tentu harus bisa
berbaikan dengan kucing yang tumbuh terus dan membesar. Memandang ke depan pada starting point tahun
2020 si kucing diprediksi sudah jauh berubah dan menjadi macan. Kekuatan
ekonomi Indonesia tahun itu diprediksi ada di urutan 14 besar dunia dengan
pendapatan perkapita di kisaran US $ 7.000.
Memang dalam konteks negara kesejahteraan Australia tetap unggul tetapi
sebagai negara dengan takdir sejarah bertetangga dengan RI seumur hidup,
Australia tidak bisa lepas dan sangat berkepentingan dengan Indonesia.
Demikian juga dalam bidang militer, Indonesia tahun 2020 sudah setara
dengan jiran di sekitarnya. Pada tahun
itu alutsista strategis kita seperti kapal selam, kapal kombatan, rudal, jet
tempur sudah berada di garis kesamaan teknologi. Kesetaraan teknologi persenjataan yang
dicapai Indonesia tentu membuat jiran macam Australia dan Singapura bercermin
diri. Soalnya keunggulan yang tak bisa
ditandingi seumur hidup kedua negara yang tak tulus bertetangga ini adalah
besarnya jumlah penduduk Indonesia, kekayaan sumber daya alam dan warganya yang
militan.
Meski Sail Komodo 2013, puluhan KRI ada di depan Australia |
Ini adalah kekuatan sejati Indonesia. Kekuatan itu jika
ditambah dengan dukungan kekuatan militer dan kekuatan ekonomi maka dipastikan
gerak langkah RI di kawasan regional menjadi faktor penentu. Singapura jika tetap bertahan dengan gaya
diplomasi seperti sekarang ini dengan tidak bersedia menjalin perjanjian
ekstradisi, meremehkan diplomasi pemerintah Indonesia, perlahan dan pasti akan
tergerus dengan kekuatan pertumbuhan ekonomi, militer dan nasionalisme RI. Demikian juga dengan Australia, dia
membutuhkan Indonesia sebagai jembatan penghubung Asia, sebagai pasar sapi dan
gandum, sebagai bumper penyangga imigran gelap, sebagai mitra untuk perang
melawan teroris. Australia butuh
Indonesia dalam soal apa saja. Maka high profile yang ditunjukkan Presiden SBY terhadap
Australia adalah peringatan sekaligus kemenangan diplomatik bagi RI.
Patron diplomatik yang seperti ini sesekali perlu
dipertunjukkan untuk menunjukkan nilai harga diri bangsa. Prediksi tahun 2020 untuk unjuk kerja militer
kita bisa digambarkan dengan kepemilikan 10-12 kapal selam Kilo-Changbogo, 3
Skuadron Sukhoi Family, puluhan kapal kombatan berteknologi tinggi, rudal SAM
jarak menengah, akan memberikan nilai getar dan gentar. Belum lagi gelar kekuatan pasukan 3 divisi
Kostrad, 3 divisi Marinir dan pasukan Kodam. Ke depan dengan dukungan kekuatan
militer yang besar negeri ini dijamin akan disegani. Sehingga kalau presidennya batuk sedikit
saja, pasti angin kekhawatirannya menerpa jiran-jiran pongah itu. Kalau kali ini kucing yang mengaum maka pada
tahun-tahun mendatang dipastikan macan yang akan mengaum kalau jiran-jiran itu
berulah.
****
Jagvane / 01 Desember 2013