Tepat di perayaan proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 2013,
Menhan Purnomo Yusgiantoro menghentak publik tanah air khususnya seluruh
komunitas forum militer di negeri ini dengan mengumumkan adanya penawaran 10 kapal
selam bekas Rusia kepada Indonesia. Inilah tawaran paling spektakuler dari
perjalanan perkuatan alutsista TNI sejak tahun 2010 karena yang ditawarkan
adalah alutsista bawah air yang paling ditakuti dan memiliki efek gentar yang
luar biasa.
Indonesia merasa sangat perlu untuk menambah kuantitas
kapal perang pemukul bawah air. Selama
ini kepemilikan alutsista strategis itu kita
hanya punya 2 biji dari Cakra Class,
setidaknya itu yang terpublikasi.
Sementara negara jiran Vietnam sebentar lagi memiliki 6 kapal selam Kilo
dari Rusia. Malaysia sudah punya 2
Scorpene berencana menambah 2 lagi. Singapura punya 6 kapal selam eks Swedia dan
berencana menambah 4 unit lagi. Australia
dengan 6 Collins Classnya dan sedang mempersiapkan kapal selam tercanggihnya. Belum
lagi bicara tentang punya Cina yang belakangan ini menjadi penganggu ketenteraman
Laut Cina Selatan.
KRI Cakra melakukan patroli di laut Ambalat |
Logikanya sederhana.
Jika memang sekarang kita punya 2 kapal selam lalu 3 tahun ke depan ada
tambahan 3 kapal selam jenis Changbogo dari Korsel, artinya tahun 2018 kita
punya 5 kapal selam. Tetapi sesungguhnya
2 kapal selam kelas Cakra pada saat itu sudah uzur dan perlu rawat inap lagi atau
di museumkan saja. Jadi jumlah
efektifnya tak beranjak dari 2-3 kapal selam padahal pada saat yang sama
kekhawatiran tentang situasi kawasan “muka belakang” halaman rumah RI makin
dinamis dan perlu penjagaan lebih ketat.
Belum lagi menjaga Ambalat yang belakangan ini diganggu
manuver kapal selam tetangga. Belum lagi
mewaspadai gerakan kapal selam Singapura yang teritori lautnya sempit. Sangat diyakini gerakan kapal selam Singapura
selama ini selalu memasuki teritori laut Indonesia. Jadi selain perkuatan armada kapal selam
perlu juga pangkalan kapal selam di Dumai Riau selain Teluk Palu dan Surabaya.
Sebagaimana skenario sebelum krisis ekonomi 1997 ketika kita hendak membeli 5 kapal
selam bekas pakai Jerman U-206 yang cocok untuk perairan dangkal. Sayang tidak jadi beli karena krisis itu.
Memang harus ada pintu lain untuk percepatan target perolehan
12 kapal selam pada tahun 2020. Oleh
sebab itu tawaran Rusia merupakan hal yang menggembirakan karena untuk urusan
kapal selam Rusia merupakan produsen yang disegani kualitas produknya. Ingat sejarah Trikora dulu, kehadiran 12
kapal selam Whiskey Class Rusia di Indonesia membuat Belanda terpaksa angkat
kaki dari Papua. Teknologi kapal selam
Rusia sampai saat ini diakui adalah yang paling senyap didunia.
Yang menarik dari tawaran 10 kapal selam Rusia ini adalah
“cerita-cerita” sebelumnya sehingga menimbulkan berbagai spekulasi. Seperti
diketahui beberapa tahun silam Presiden Vladimir Putin menyetujui pemberian
pinjaman dana Kredit State untuk pembelian alutsista sebesar US$ 1 milyar
kepada Indonesia. Nah yang 300 juta
dollar itu sudah dibelanjakan alutsista made in Rusia berupa Tank Amfibi BMP3F,
persenjataan Sukhoi dan suku cadangnya.
Kapal selam jenis Amur buatan Rusia |
Sisanya yang 700 juta dollar anehnya tidak boleh
dibelikan alutsista lain selain sosok kapal selam, itu persyaratannya. Skenarionya
yang 700 juta dollar itu merupakan jatah 2 kapal selam “herder” jenis Kilo. Tetapi berdasarkan pengumuman, pemerintah
Indonesia tidak jadi membeli 2 Kilo karena yang menang tender tahun 2012 lalu
adalah Korsel dengan persetujuan membuat 3 kapal selam “anjing kampung” dengan
rincian 1 dibuat Daewoo, 1 dibuat bareng Daewoo dan PAL, 1 lagi dibuat PAL
dengan supervisi Daewoo. Begitu skenario
transfer teknologinya. Rusia mundur dari
tender karena ada yang “lucu” disitu. Kan gue yang kasih 700 juta dollar
pinjaman untuk 2 kapal selam. Kok pake-pake tender segala sih, kata Paman
Beruang Merah.
Tetapi ternyata dalam perjalanan pembuatannya ada klaim
dari Jerman sebagai pemilik teknologi U-209 bahwa negeri itu hanya memberi
lisensi pada Turki, bukan Korsel sehingga perjalanan pembuatan kapal selam
Changbogo yang merupakan fotocopy U-209 tersendat, sebagaimana dinyatakan Ketua
Komisi I DPR Mahfudz Siddiq tanggal 19 Agustus 2013 yang lalu. Sehingga tawaran 10 kapal selam itu perlu
dikaji lebih lanjut tentu dengan aroma tak perlu mempersulit minimal soal
anggarannya. Jika disetujui baru bisa direalisasikan after 2014 atau MEF tahap
II. Tetapi yang menjadi pertanyaan
mengapa Ketua Komisi I DPR langsung mendukung, biasanya selalu ada klarifikasi
dulu, atau mempertanyakan atau mengadakan rapat bareng atau “perlawanan ala
kadarnya”.
Spekulasi yang berkembang boleh jadi pembuatan kapal
selam Kilo terdahulu tetap berjalan tetapi tidak untuk konsumsi publik. Tahun
2009 sudah dimulai pembangunannya sehingga diperkirakan 2 Kilo itu sudah ada di
perairan Indonesia saat ini. Nah untuk
menutupi perjalanan masa lalu 2 Kilo itu maka skenario tawaran 10 kapal selam
dari jenis Kilo, Amur dan Lada bekas menjadi jalan keluarnya sehingga jika pengadaan
10 kapal selam tadi disetujui sudah “include” 2 Kilo proyek sebelumnya. Bukankah Wakil Menteri Pertahanan Malaysia belum
lama ini sudah berkoar-koar di Parlemennya bahwa Indonesia sudah punya 2 kapal
selam buatan Rusia. Mengapa tidak
dibantah.
Asumsi lain adalah jika masing-masing kapal selam yang di
upgrade itu memerlukan dana US$ 70 juta maka klop untuk 10 kapal selam dengan
kucuran kredit state Rusia yang belum terpakai sebesar US$ 700 juta. Tetapi angka US$ 70 juta itu rasanya kok
belum pantas untuk 1 kapal selam bekas. Minimal diperlukan kisaran angka US$ 100
juta. Jangan lupa Vladimir Putin kan
pernah menjanjikan tambahan Kredit State sebesar US$ 1milyar lagi untuk
pengadaan alutsista Indonesia apalagi jika dikaitkan dengan rencana membangun sistem
jaringan rudal penangkis serangan udara di sejumlah titik strategis di
Indonesia.
Apapun itu, tawaran yang mendebarkan itu selayaknya patut
kita apresiasi dan mendukung realisasinya karena kita memang butuh kapal selam
lebih banyak untuk mengawal perairan teritori NKRI. Tentu dengan catatan lebih selektif melihat barangnya,
nilai buku dan nilai jual, kepantasan teknologinya, ongkos retrofitnya termasuk
biaya pemeliharaan dan ketersediaan awak kapal selam. Disebut mendebarkan karena tetangga kiri
kanan juga ikut berdebar dengan tawaran ini termasuk juga spekulasi kehadiran
Kilo, rangkaian proses persetujuan pengadaan, anggaran yang tersedia dan
kesamaan pandang Ketua Komisi I DPR dengan Pemerintah yang tiba-tiba bisa seiring
sejalan gitu loh.
****
Jagvane / 27 Agustus 2013