Ribuan pasukan pemukul TNI sudah masuk rimba gunung Papua termasuk pasukan elite paling mematikan Kopassus. Gerak pasukan khusus ini dalam setiap penugasan tidak pernah terdeteksi pemberitaan, tidak terendus tiba-tiba sudah ada di medan operasi, pergerakannya siluman. Bisa saja Kopassus diterjunkan dari pesawat di titik tertentu kemudian bergerak cepat dan senyap lalu sergap. Apalagi uniform baru Kopassus benar-benar sesuai dengan hijau belantara rimba tropis. Sebuah kamuflase terbaik.
Kali ini KKB Papua harus membayar mahal atas perbuatan kejinya membunuh dan membakar. Selama ini operasi KAMDAGRI yang dilakukan POLRI dengan dukungan TNI adalah operasi bernuansa teritorial defensif semata untuk menjaga keamanan sipil. Sembari melakukan patroli keamanan, mengawal pembangunan infrastuktur juga memberikan penerangan wawasan kebangsaan pada warga sipil di pedalaman. Lama kelamaan KKB merasa besar kepala dan menganggap remeh kekuatan sesungguhnya pengawal republik. Momentum gugurnya kepala BIN Papua yang juga perwira tinggi Kopassus mendidihkan adrenalin tentara dan negara.
Negara sejatinya adalah kehormatan dan harga diri tertinggi, maka melukai marwah negara dengan cara biadab adalah cara-cara teroris. Berhadapan dengan gerombolan ini tidak bisa lagi menggunakan metode defensif pasif namun harus melakukan pre emptive strike. Mengejar dan menghancurkan markas-markas teroris KKB di seluruh belantara Papua adalah target utama sekaligus menghabisi para teroris sadis. Anda jual kami beli. Dan itu sudah dimulai. Dalam dua pekan 12 teroris KKB ditembak mati. Ini baru permulaan.
Pertarungan menghancurkan teroris KKB Papua tidak hanya berlaku di rimba belantara Papua tapi seharusnya juga di rimba maya alias media sosial. Termasuk upaya diplomasi proaktif Kemenlu di dunia internasional. Rimba media sosial yang tidak punya wilayah teritori adalah pertempuran digital terkini untuk mempengaruhi dan merebut opini mindset alias pola pikir personal. Kasus pembelotan seorang tentara yang sedang bertugas di hutan rimba Papua sangat diyakini karena termakan pertarungan opini alias perang pemikiran di medsos yang menghasut dan mampu mengubah persepsi dan perspektif obyektif.
Medsos adalah ruang besar kebebasan eksistensi diri, penampilan personal termasuk publikasi olah pikir apakah itu based on fakta, kebenaran, pembenaran atau kebohongan. Yang terakhir ini semakin merajalela karena disertai bumbu penyedap yang pedas bernama ujaran kebencian. Pertarungan opini di medsos adalah drama yang pemenangnya adalah yang mampu merubah cara pandang mindset seseorang. Tidak peduli dengan apakah didalamnya ada nilai kebenaran. Menghadapi teroris KKB Papua kita sebagai anak bangsa pecinta NKRI harus bisa memukul mundur opini pembenaran dan hasutan yang beredar di medsos. Kita harus proaktif melakukan counter attack terhadap opini-opini pembelokan fakta. Misalnya penembakan 3 teroris KKB beberapa waktu lalu yang dikatakan mereka sebagai warga sipil yang disiksa.
Diplomasi aktif Kemenlu adalah bagian dari memenangkan dan menenangkan opini internasional. Bahwa eksistensi KKB teroris tidak lebih dari ulah segelintir orang yang ingin menghidupkan separatis. Padahal PEPERA 1969 sudah diakui PBB dan dunia internasional. Artinya semangat separatis yang didengungkan segelintir petualang politik sebenarnya tidak punya aspek legalitas dan kapabilitas apalagi klaim. Persoalannya adalah publikasi opini, pencarian dukungan yang bermuara minta sumbangan bisa menjadi sesuatu yang seakan-akan besar dan hebat, padahal hanya fatamorgana. Di forum PBB diplomat kita benar-benar high profil dan menohok ketika berdebat di forum dunia itu, manakala ada negara di Pasifik Selatan yang ingin menyerang Indonesia soal Papua. Ini adalah kecerdasan diplomatik yang sangat mengagumkan.
Organisasi teroris KKB harus dikunci mati. Tidak bisa tidak. Lakukan operasi senyap, tak perlu ada publikasi luas soal pemberangkatan batalyon-batalyon TNI, termasuk suasana kontak senjata di medan operasi. Ini adalah operasi penumpasan atas nama harga diri NKRI, di wilayah NKRI, urusan dalam negeri NKRI. Pemberantasan teroris bernuansa separatis, lokasinya di hutan belantara, harus dihadapi dengan operasi pasukan khusus di garis depan bersama pasukan raider. Sekali lagi ini momen yang tepat untuk menghancurkan KKB teroris Papua.
Sekedar catatan tiga dekade lalu ketika ada negara lain yang coba-coba mencampuri urusan dalam negeri kita soal Papua, TNI AU mengerahkan 3 jet tempur F5 Tiger dan mengeluarkan sonic bom persis di wilayah border Papua-PNG. Yang kebakaran jenggot Australia lalu protes. Dan memang negeri tetangga selatan itu selalu begitu, usil, rewel dan suka menghasut. Soal Timor Timur adalah pelajaran sejarah yang tidak boleh dilupakan. Nah sekarang dia sedang digebuk China lewat embargo impor batubara dan lain-lain karena terlalu usil, rewel dan suka mendikte. Intinya kita harus berhati-hati dengan negeri Kanguru ini.
Untuk pertarungan di hutan gunung Papua kita serahkan pada pengawal republik yang punya reputasi heroik. Demikian juga penempatan agen-agen diplomatik Kemenlu yang cerdas, gaul dan high profil di Kedubes, di forum PBB untuk menguatkan "silaturrahim" kelas dunia. Nah tugas kita sebagai netizen adalah bertarung di media sosial untuk memenangkan ghozwul fikr alias perang pemikiran alias pertempuran opini mindset soal Papua. Kita ada di posisi legal standing yang kuat, kita ada di posisi yang sah dan benar.
Maka kita publikasikan secara terus menerus dan massif posisi terhormat ini agar tidak digerogoti opini KKB yang bernama pembenaran, pembelokan arah atau bahkan seakan playing victim. Papua sudah banyak kemajuan, itu fakta dan itu harus kita dengungkan dengan bahasa netizen yang gaul, kocak dan nggemesi. Bahasa seperti ini adalah bagian dari intervensi dan infiltrasi untuk pertarungan ghozwul fikr khususnya di kalangan kaum milenial. Papua adalah bagian utuh dari bingkai NKRI, tidak bisa diganggu gugat dan sekarang saatnya kita kunci mati organisasi teroris KKB dari tiga front sekaligus, pertempuran real di hutan Papua, kecerdasan diplomatik dan pertarungan opini ghozwul fikr di media sosial.
****
Jagarin Pane / 15 Mei 2021