Posisi
geografi Indonesia sangat strategis, besar, tetapi masih telanjang dimensi
pertahanannya. Dua pertiga isi teritorinya air dan kaya sumber daya energi
fosil namun angkatan lautnya belum mencapai kriteria diakui apalagi disegani.
Juga angkatan udaranya yang harus mengcover ruang udara seluas benua Eropa.
Saat ini cara pandang pertahanan kita masih fokus
menghadap utara. Disana ada potensi konflik seperti di Natuna dan Ambalat. Dua
hot spot ini mengharuskan TNI gelar kekuatan personil dan alutsista disana.
Kita bersyukur secara bertahap isian alutsista anyar sudah digelar di Natuna
sebagai jawaban atas klaim ZEE China di perairan Laut Natuna Utara.
Kita punya halaman depan yang menghadap utara dengan
segala dinamika yang terjadi. Namun kita juga punya halaman belakang. Disana
ada Australia yang punya kekuatan alutsista striking force yang menghancurkan
secara massif.
Australia punya doktrin pertempuran menyerang lebih dulu di luar wilayahnya. Kehadiran jet tempur siluman F35 semakin menegaskan bahwa teritori kita semakin telanjang dan tak berdaya manakala terjadi gempuran pre emptive strike dari halaman belakang.
Australia punya doktrin pertempuran menyerang lebih dulu di luar wilayahnya. Kehadiran jet tempur siluman F35 semakin menegaskan bahwa teritori kita semakin telanjang dan tak berdaya manakala terjadi gempuran pre emptive strike dari halaman belakang.
Oleh sebab itu rencana strategis TNI untuk menempatkan
batalyon arhanud dengan satuan tembak peluru kendali jarak menengah anti
serangan udara di Merauke dan Saumlaki sangat bagus. Dan itu berarti menghadap
ke selatan yang nota bene adalah Australia.
Pertahanan udara adalah kombinasi kekuatan jet tempur
dan rudal hanud jarak jauh, jarak sedang dan jarak pendek. Selama ini gap yang
terjadi di model pertahanan udara kita adalah tidak adanya pertahanan udara
area berupa satuan peluru kendali jarak menengah dan jarak jauh. Baru hanud
titik di pangkalan militer dan obyek vital.
Dalam program MEF jilid tiga yang dimulai tahun depan
diniscayakan ada lanjutan belanja alutsista hanud area. Di MEF jilid 2 sudah
dimulai dengan pembelian peluru kendali jarak menengah Nassam 2 untuk
pertahanan ibukota Jakarta dan Natuna. Tapi barangnya belum sampai.
Lapisan pertahanan udara kita segera dilengkapi dengan
jet-jet tempur terkini, peluru kendali surface to air jarak jauh dan jarak
menengah. Dipilihnya Saumlaki dan Merauke sebagai basis pertahanan udara statis
sesuai dengan hakekat ancaman karena wilayah itu ruang udaranya terletak di
garis lurus antara Darwin dan Guam. Tahu sendirilah maksudnya.
Mengapa tidak di Kupang atau Biak, karena kedua
wilayah itu sudah dialokasikan untuk penempatan skadron jet tempur. Jadi
kombinasi jet tempur sebagai hanud mobile atau dinamis dengan penempatan satuan
peluru kendali darat ke udara di timur negeri adalah strategi zona marking yang
bagus.
Lebih dari itu perkuatan lapisan pertahanan udara kita
harus mendapat prioritas. Masih banyak titik dan area pertahanan udara kita
yang belum tercover. Meski Jawa sudah dilapis dengan kekuatan radar canggih dan
jet tempur tapi hanud areanya masih nihil. Apalagi pulau-pulau besar yang lain.
Pekerjaan besar ini harus didukung dengan anggaran
yang besar. Nah pantas kan kalau rasio anggaran pertahanan kita ke depan
minimal 1% dari PDB dan itu sama dengan 240 T per tahun. Tahun 2020 pagu
anggaran pertahanan sudah ditetapkan yaitu sebesar 131 T. Itu sama dengan 0,8%
dari PDB kita.
Potensi konflik kita itu muka belakang sama-sama
berpeluang. Yang di halaman belakang kita itu adalah tetangga yang baik kalau
ada maunya. Suka usil dan suka mendikte tapi jauh lebih makmur dari kita. Suka
menolong tapi juga suka ngungkit-ngungkit jasanya itu. Nah menghadapi jiran
model ginian harus kita perkuat pagar halaman kita.
Jika pertahanan kita kuat mau ngomong sama jiran jadi
berkelas. Maksudnya ketika kita berdiplomasi, argumen kita didengar. Apalagi
kalau pas ngomongnya mata ikut mendelik. Itu tetangga pada mikir juga dan
syaratnya ya harus punya kekuatan militer yang berkualitas dan disegani. Itu
saja.
****
Jakarta, 7 Desember 2019
Jagarin Pane
Jakarta, 7 Desember 2019
Jagarin Pane