Pernyataan terang benderang KSAL soal kekuatan angkatan laut Indonesia saat ini yang semakin kuat dan mekar patut kita cermati. Bahwa ada penambahan kuantitas dan kualitas alutsista selama program MEF (Minimum Essential Force), jelas meningkat. Termasuk pengembangan organisasi armada tempur dan pasukan marinir. Tetapi jujur saja, modernisasi alutsista TNI AL yang sedang gencar dilakukan saat ini baru untuk mengejar kekuatan minimal yang diperlukan dalam mengawal teritori laut NKRI. Angkatan Laut Indonesia belum sampai pada kekuatan minimal MEF untuk menjaga teritori laut yang sangat luas ini.
Kekuatan striking force "Liga 1" TNI AL maksimal hanya bertumpu pada kelas fregate dan korvet yang jumlahnya hanya belasan. Belum ada KRI sekelas heavy fregate dan destroyer. Fregate Ahmad Yani Class 4 unit, Bung Tomo Class 3 unit, korvet Diponegoro Class 4 unit, Fatahillah Class 3 unit dan yang terbaru fregate Martadinata Class 2 unit. Sementara aset kapal selam ada 4 unit. Masih ada kekuatan striking force "Liga 2" TNI AL yaitu 10 unit Parchim Class bekas pakai Jerman, KCR (kapal cepat rudal) Rencong Class 3 unit dan KCT (kapal cepat torpedo) Andau Class 4 unit. Kapal perang terbaru buatan industri pertahanan galangan kapal nasional adalah 8 KCR ukuran 40 meter dan 6 KCR ukuran 60 meter. Ada juga penambahan 12 KPC (kapal patroli cepat) yang dapat dipasang rudal anti kapal.
Jika terjadi serangan terhadap teritori di Natuna maka benteng pertahanan garis depan adalah angkatan laut dan udara. Beda dengan pertempuran Rusia-Ukraina, angkatan laut Rusia sebagai supporting pertempuran dengan menembakkan ratusan peluru kendali. Potensi konflik di kawasan LCS (Laut China Selatan) adalah pertunjukan superioritas armada tempur dalam penguasaan teritori laut. Artinya kuantitas, kualitas dan keunggulan teknologi pertempuran 4 dimensi alutsista kapal perang dan kapal selam adalah harga mati.
Indonesia sedang menuju ke arah itu dengan membangun kapal perang heavy fregate. Industri pertahanan strategis PT PAL sedang berkonsentrasi mempersiapkan proyek monumental dan strategis ini dengan membangun 2 unit kapal perang Arrowhead 140 meter kerjasama teknologi dengan Inggris. Heavy fregate adalah alutsista strategis yang setara dengan potensi konflik besar di kawasan LCS. Diharapkan dalam sepuluh tahun kedepan Indonesia sudah memiliki 6-8 kapal perang heavy fregate.
Teritori laut Indonesia adalah yang terluas dibanding daratan. Posisi geopolitik dan geostrategis yang mayoritas perairan mengharuskan negeri ini memperkuat matra laut. Tidak bisa tidak. Dinamika konflik kawasan Indo Pasifik harus dipotret sebagai ancaman serius dan bersifat jangka panjang. Nyatanya Timur Tengah tidak lagi menjadi prioritas bagi AS dan sekutunya. Apalagi beberapa negara Arab sudah membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Afghanistan ditinggalkan begitu saja bersama alutsista milyaran dollar. Pusat perhatian masa depan AS adalah Indo Pasifik. Sebagian besar kekuatan angkatan laut dan udara AS sudah dan sedang direlokasi ke kawasan Indo Pasifik untuk berhadapan dengan rival masa depannya, China.
Angkatan laut Indonesia mengantisipasi perubahan besar ini dengan mengembangkan organisasi dan memperkuat armada lautnya. Armada tempur laut TNI AL dikembangkan dari dua armada menjadi tiga armada. Demikian juga dengan Pasmar (pasukan marinir). Termasuk sebaran pangkalan. Markas Armada Satu di Tanjung Pinang, Armada Dua di Surabaya dan Armada Tiga di Sorong. Markas Pasmar Satu di Jakarta, Pasmar Dua di Surabaya dan Pasmar Tiga di Sorong. Di Natuna sudah ada brigade komposit Gardapati gabungan interoperability tiga matra TNI. Sejumlah KRI dan pasukan marinir bersiaga permanen.
Program MEF yang dimulai sejak tahun 2010 sudah memberikan tambahan kekuatan kapal perang TNI AL dan alutsista marinir secara signifikan meski belum sampai pada kriteria minimal. Selain penambahan kekuatan KRI striking force ada penambahan 9 kapal perang jenis landing ship tank (LST) dan 6 kapal perang landing platform dock (LPD) serta 3 kapal perang LPD rumah sakit. Juga ada tambahan 3 kapal perang BCM (bantu cair minyak). Semuanya adalah produksi dalam negeri. TNI AL memperoleh aset penting berupa kapal perang intelijen bawah air Rigel Class sebanyak 2 unit dari Perancis dan sedang menunggu kedatangan 2 kapal penghancur ranjau dari Jerman.
Pasukan marinir memperkuat otot serbu pantainya dengan bertambahnya aset pemukul yaitu 54 tank amfibi BMP3F, 15 ranpur amfibi LVT7A1, 18 MLRS RM Grad/Vampire. Dalam waktu dekat pasukan hantu laut ini diprediksi akan mendapatkan enam puluhan kendaraan amfibi dari AS dan Turki. Statemen KSAL baru-baru ini menyebut kapal perang pesanan TNI AL yang sedang proses produksi ada 5 di PT PAL, ada 3 di Bekasi, ada 2 di Lampung, ada 5 di Batam, ada 2 di Banten. Beliau ingin menunjukkan merata dan berkibarnya industri galangan kapal di tanah air sekaligus ingin menyampaikan semakin mekarnya kekuatan angkatan laut Indonesia. Mekar untuk menuju MEF.
****
Jagarin Pane / 9 September 2022