Armada striking force bawah laut Indonesia sedang
bersiap-siap menunggu kedatangan kapal selam canggih buatan Korea Selatan,
Changbogo. Akhir tahun ini atau awal tahun depan satu dari tiga kapal selam
yang dipesan sudah dapat dioperasionalkan oleh korps Hiu Kencana. Kedatangan
kapal selam Changbogo itu nantinya sekaligus memecahkan rekor jumlah kapal
selam Indonesia yang selama hampir setengah abad hanya berjumlah dua biji tok.
Iya, sebuah negara kepulauan tropis terbesar di dunia
selama puluhan tahun memunggungi lautnya.
Sehingga nelayan asing pesta pora mengambil ikan dan bahkan mungkin ikut
memetakan data intelijen bawah laut.
Sekarang baru siuman dan sadar dari kebodohannya. Kemudian bangun melalui srikandi Pangandaran “Angelina
Jolie” Susi Puji Astuti menangkap dan menenggelamkan puluhan kapal nelayan
asing.
Indonesia sedang membenahi manajemen kelautannya termasuk
memperkuat barisan keamanan dan pertahanan laut. Untuk keamanan laut sudah
dibentuk Bakamla (Badan Keamanan Laut) yang sedang dibesarkan dengan puluhan
kapal penjaga pantai Coast Guard. Dalam lima tahun ke depan setidaknya sudah
tersedia 30-35 kapal penjaga pantai. Itu
sebabnya industri galangan kapal swasta nasional kita saat ini sedang
bergembira ria dengan panen order buat kapal-kapal Bakamla termasuk juga dari
berbagai institusi yang beroperasi di bidang kelautan seperti Bea Cukai, Polisi
Air, Kemenhub.
KRI Nanggala 402, sudah dimodernisasi di Korsel |
Dengan adanya Bakamla tugas TNI AL diringankan karena ada
sinergi alias bagi-bagi tenaga untuk menjaga keamanan laut. Itu sebabnya armada kapal perang Indonesia
yang berstatus KRI jumlahnya tidak akan beranjak dari 160-165 unit. Jumlah itu dianggap memadai dan seluruhnya sedang
dan akan dimodernisasi melalui empowering dan pergantian kapal perang. TNI AL akan fokus pada apa yang disebut
“gugus tempur laut” meski tetap mengawal “gugus keamanan laut” bersama
kapal-kapal Bakamla.
Nah untuk kekuatan armada kapal selam kita yang jumlahnya
“selalu dua” selama puluhan tahun, sangat memalukan jika tidak ditambah. Untunglah
kita masih punya rasa malu. Ingat dengan sejarah Trikora, ketika kita punya
kapal selam “Whiskey Class” sampai 12 biji si Belanda mulai berhitung
ulang. Kekuatan penggentar bawah laut
Indonesia adalah salah satu faktor penentu hengkangnya kolonialisme Belanda di
Papua tahun 1963. Tolong catat itu.
Dengan perjuangan panjang, saling sikut dan penuh
tikungan maut, selama hampir delapan tahun mencla mencle, akhirnya pemerintahan
SBY pada akhir Desember 2011 menandatangani kerjasama pengadaan kapal selam dengan
Korsel melalui mekanisme transfer teknologi.
Kita pesan tiga biji, yang dua dibuat di Korsel dan yang satu terakhir
dibuat di PAL Surabaya. Nilai kontrak
ketiganya US $ 1,1 milyar.
Ketiga kapal selam ini diprediksi akan bernama KRI
Nagabanda 403, KRI Trisula 404 dan KRI Nagarangsang 405. Tentu kehadiran ketiga kapal selam canggih
ini seperti melepas beban sesak nafas selama ini bagi korps Hiu Kencana yang
hanya punya dua kapal selam tua berusia hampir 40 tahun. Lebih dari itu setidaknya ada rasa percaya
diri untuk memastikan ruang bawah laut kita ada dalam kontrol pengawasan Hiu
Kencana.
Tentu kita berharap serial Changbogo tidak berhenti
sampai bilangan nominal tiga.
Sebagaimana harapan Hiu Kencana yang mottonya “Tabah Sampai Akhir”,
jumlah kekuatan kapal selam Indonesia yang harus dicukupi ada di angka 12-14
kapal selam untuk menjaga 3 ALKI yang strategis. Dengan model transfer teknologi dimana kapal
selam ketiga dan seterusnya sudah bisa dibuat oleh para insinyur Indonesia di
PT PAL dengan supervisi Korsel tentu ini sangat membanggakan. Jangan sampai niat yang sudah bagus ini
kemudian dipatahkan oleh inkonsistensi pengambil kebijakan, lalu memesan kapal
selam jenis lain.
Persoalan di hampir semua model pengambil kebijakan kita
adalah ganti pejabat ganti selera. Proyek Changbogo ini sangat membanggakan
jika nantinya kita sudah bisa buat kapal selam sendiri. Sama dengan proyek kapal perang yang dikenal
dengan PKR 10514 kerjasama Belanda dan PAL, sampai pembuatan kapal perang kedua
semua berjalan bagus. Tapi ilmu yang didapat dari pembuatan 2 PKR 10514 itu
seakan ingin dimentahkan dengan program inkonsistensi itu. Padahal Belanda menyediakan opsi membuat
sampai 20 unit kapal perang modern kita.
Proyek PKR 10514, Jet tempur IFX dan Changbogo adalah
kebanggaan kita sebagai bangsa karena dalam lima sampai sepuluh tahun ke depan
kita sudah menguasai teknologi industri pertahanan strategis. Jangan sampai
kebanggaan sebagai bangsa besar dikalahkan oleh naluri makelar demi “bank
saku”. Semua proyek alutsista model
transfer teknologi itu sudah ada pada jalan yang benar. Changbogo sedang kita tunggu dan semoga
jumlahnya tidak berakhir di nominal tiga tetapi akan berlanjut sampai tiga
belas atau empat belas. Semua demi
kehebatan bangsaku, bukan “bank saku”.
****
Jagarin Pane/30 Juli 2016