Baru saja ada kabar baik, pemerintah menyetujui anggaran khusus pembelian alutsista untuk tahun 2021 sebesar US$ 20,7milyar setara dengan 298,08 Trilyun melalui pinjaman luar negeri (PLN). Jika anggaran ini dikaitkan dengan pembelian 36 jet tempur Rafale dan 6 kapal perang Fremm maka masih terbuka peluang untuk memperoleh alutsista strategis lainnya seperti 12 jet tempur F15 Eagle II, 8 kapal perang fregat Mogami Class dari Jepang, 4 kapal selam dari Perancis atau Jerman dan lain-lain. Alhamdulillah.
Sebentar, jangan kemudian lantas bilang gede amat, atau banyak banget. Penjelasan sederhananya begini, anggaran sebesar US$ 20,7 milyar itu duitnya ada di pinjaman luar negeri, tidak ada di kas APBN. Nanti kita yang bayar cicilan dengan limit bisa 25-30 tahun dengan bunga ringan, soft loan. Dan ini setara dengan nilai manfaat atau kegunaan investasi alat pertahanan yang bisa mencapai umur ekonomis dan teknis 30 tahun. Mirip seperti kita membeli rumah dengan pola KPR, bayar uang muka dulu. Rumah sudah jadi bisa kita tempati, pihak Bank bayar lunas ke pengembang dan kita bayar angsuran ke Bank bisa sampai 15-20 tahun.
Pemerintah Perancis diprediksi akan menanggung 80-90% dari nilai kontrak pembelian alutsista made in France, yang kemudian menerima cicilan pembayaran dari pemerintah Indonesia dengan durasi 25-30 tahun. Semua diawali dengan kontrak efektif dimana pihak pembeli alutsista membayar uang muka. Jepang sudah memberi lampu hijau soal soft loan ini. Kalau tercapai kesepakatan membeli 8 fregat Mogami Class maka model angsurannya persis seperti Perancis. Sekedar catatan, KRI Irian kapal terbesar jenis penjelajah yang dibeli dari Uni Sovyet di era Trikora tahun 1962 cicilannya baru lunas tahun 1984. Beli 40 jet tempur Hawk dari Inggris tahun 1990, baru lunas tahun 2014.
Dengan anggaran sebesar itu maka tahun 2021 ini Kementerian Pertahanan sedang dan akan belanja besar dengan pola G2G (antar pemerintah). Artinya kita akan mendapatkan kabar yang menggembirakan dalam program menguatkan otot alutsista tentara kita. Yang sudah mendapat lampu hijau dari Kementrian Ibu Sri Mulyani adalah pengadaan 2 unit pesawat jet tanker pengisian BBM di udara untuk jet tempur TNI AU. Saat ini kita hanya memiliki satu unit pesawat tanker Hercules karena satu Hercules tanker yang lain jatuh ketika take off di Medan sepuluh tahun lalu. Jadi harus ditambah dengan prioritas cepat datang. Juga sudah ada kepastian kontrak pengadaan 5 pesawat Hercules type J dari Pakde Sam dan puluhan radar jenis GCI. Wah belanjanya borongan neh pak Sultan, kata gadis front office produsen alutsista dengan mata berbinar indah karena produk perusahaannya laku besar.
Reformasi belanja alutsista dengan model beli borongan dan "bergaya Sultan" sesungguhnya membawa marwah dan kebanggaan kita. Betapa tidak, selama ini kita selalu berbelanja model ketengan, eceran alias tidak full combat. Contoh beli jet tempur Sukhoi, mula-mula dibeli 4 biji kosongan di era Megawati. Dilanjut dengan tambahan 6 biji tanpa senjata di era SBY periode pertama. Lalu nambah lagi 6 unit di era SBY periode kedua dan baru dilengkapi persenjataan rudal. Butuh waktu hampir 10 tahun hanya untuk menggenapi 1 skadron jet tempur Sukhoi SU27 dan SU30. Ini yang direformasi saat ini, beli banyak sekaligus dan full combat, bayarnya angsuran, sama saja kan.
Yang kita tunggu juga adalah kepastian melanjutkan proyek pengembangan teknologi jet tempur KFX/IFX dan pengadaan 3 kapal selam Nagapasa Class batch 2 melalui transfer teknologi dengan Korsel. Dua proyek strategis dan bergengsi ini memang harus disikapi dengan diskusi panjang, cerdas dan detail untuk memastikan keandalan teknologi didalamnya. Program KFX Korsel saat ini sedang menyiapkan beberapa purwarupa yang sedang diisi jeroannya dengan mesin, avionik, radar dan teknologi instrumen tempur lainya. Kuartal pertama tahun depan sudah uji terbang.
Tahun depan diniscayakan kucuran anggaran PLN khusus beli alutsista akan semakin besar lagi. Artinya akan banyak lagi pesanan pembelian baik dari industri pertahanan dalam negeri maupun dari produsen luar negeri. Untuk industri pertahanan dalam negeri peluang besar mendapat order pengadaan alutsista sangat terbuka luas. Kita meyakini akan ada penambahan pesanan dalam jumlah besar untuk pengadaan tank Harimau, panser Anoa, panser Badak, roket RHan produksi PT Pindad. Prediksi kedepan dan dalam waktu singkat seluruh industri pertahanan dalam negeri akan panen raya pesanan berbagai jenis alutsista.
Saat ini saja PT PAL paling ramai pesanan. BUMN matra laut ini sedang mengerjakan pembangunan 3 kapal cepat rudal (KCR) 60m paket lengkap, pembangunan 2 kapal perang jenis LPD (Landing Platform Dock) rumah sakit dan overhaul kapal selam KRI Cakra. Prediksi ke depan sudah banyak antrian order untuk kerjasama membangun 2 kapal perang striking force Iver Class, kerjasama membangun kapal selam proyek Nagapasa batch2, kerjasama membangun kapal perang Bergamimi Class dan lain-lain. Masa depan PT PAL sangat diyakini menjadi titik tumpu penguasaan teknologi pembuatan kapal perang jenis KCR, LPD, korvet, fregat dan kapal selam.
Industri pertahanan swasta nasional juga sedang mekar bercahaya. Semua galangan kapal swasta nasional mendapat berbagai order pembangunan sejumlah kapal patroli cepat, KAL, kapal Bakamla, kapal KKP, kapal Bea Cukai, kapal Polairud. Dan "merawat inap" beberapa kapal perang jenis LST lawas. Bahkan ada industri pertahanan swasta nasional yang berinisiatif membuat tank boat dan kapal perang trimaran yang sangat dinantikan kehadirannya. Dan ini- tolong dicatat dan diingat- bahwa sepanjang sejarah perjalanan republik, baru sepuluh tahun terakhir ini industri pertahanan dalam negeri baik BUMN maupun swasta nasional bangkit, berkembang pesat dan sudah mampu menguasai sejumlah teknologi alutsista canggih. Luar biasa, sebuah kebanggaan nasional tapi luput dari pemberitaan.
****
Jagarin Pane / 25 Juni 2021