Ada dua jendral purnawirawan TNI bertarung, yang satu Marsekal TNI (Purn) Chappy Hakim, yang satu lagi Laksamana TNI (Purn) Bernard Kent Sondakh. Media tarungnya adalah sebuah acara Versus di layar kaca Kompas TV Selasa Sore 6 Desember 2011, durasi tarungnya 1 jam, moderatornya Helmi Yahya. Tampilan dua sosok jenderal di acara penuh wawasan dan pengetahuan itu menyegarkan penonton, jauh dari kesan kaku dan saling melontarkan joke segar. Misalnya di sesi awal ketika Sondakh mengungguli Chappy, mantan KSAU ini langsung bilang :Tak apa-apa, kita kasih kesempatan.
Di usia mereka yang telah melewati batas enam puluh tahun, keduanya masih segar, enerjik, cerdas, berwibawa, penuh senyum dan kelihatan akrab. Keakraban ini boleh jadi karena masa “pemerintahan” mereka di masing-masing matra angkatan TNI sama waktu lantiknya dan sama pula waktu usainya. Jelasnya masa kepemimpinan mereka sama waktu tayangnya. Chappy Hakim menjabat sebagai KSAU sama dengan Bennard Kent Sondakh menjabat sebagai KSAL yaitu mulai tanggal 25 April 2002 sampai dengan 18 Pebruari 2005, di masa pemerintahan Megawati dan sedikit di era awal pemerintahan SBY.
Ketika ada paket soal tentang nama-nama presenter TV, Chappy mampu menyapu bersih seluruh pertanyaan yang diajukan, demikian juga ketika paket soal tentang group penyanyi terkenal giliran Sondakh yang melibas seluruh pertanyaan yang diajukan Helmy. Lalu Chappy lontarkan joke lagi: maklum dia kan playboy, penonton pun segar tertawa renyah. Ketika Chappy gagal menjawab lokasi kerajaan Siak di provinsi mana, Sondakh bilang: Di Riau karena Chappy tak pernah singgah ke sungai Siak, hanya lewat atas melulu, beda dengan saya yang pernah menjadi Pangarmabar, katanya. Chappy menjawab kalau saya berhenti bisa-bisa nantinpesawatnya jatuh, moderator tertawa juga penonton. Di sesi awal Sondakh melesat dengan skor meyakinkan namun pada sesi middle selisih “skor goal” mereka hanya 10. Moderator soal pun bilang: luar biasa, jangan coba-coba melawan jendral.
Pada sesi akhir walaupun Chappy yang memenangkan, kekompakan mereka makin terasa kualitasnya. Sondakh tidak merasa nomor dua. Mereka berdua saling bahu membahu menjawab dan melahap pertanyaan pemberi soal. Ketika Chappy tak bisa jawab, Sondakh yang tampil membisikkan sehingga semua soal lunas dan lugas dijawab, penonton di studio memberikan applaus.
Bobot acara itu bergengsi lantaran punya kemampuan menghadirkan orang ternama untuk beradu ilmu dan pengetahuan yang ditonton orang banyak. Tak mudah loh menghadirkan tokoh-tokoh bergengsi di acara yang memang menjadi satu inspirasi dalam sebuah tontonan edukasi layar kaca. Soalnya layar kaca yang menjadi jendela di rumah kita masing-masing lebih banyak berisi penggiringan opini publik daripada mengajak memperluas cakrawala pandang, atau memperdekat nilai kesatuan dalam rajutan NKRI. Yang diperlihatkan beberapa stasiun TV justru tayangan talk show dialog untuk saling hujat, saling hantam, menjadi saluran pusat fitnah serba ada, keberpihakan, dan selalu mencari celah salah. Demikian juga tayangan infotainment yang memang dirancang untuk memelihara marketing dan nilai jual seorang artis atau mengarang cerita seolah-olah menjadi sebuah fakta yang terjadi pada seorang artis.
Kembali ke dua jendral tadi, selama menjabat sebagai KSAL gaya kepemimpinan Bennard Kent Sondakh terbuka, cerdas dan berpola menembus horizon. Sondakh membuat cetak biru pengembangan postur kekuatan TNI AL sampai sepuluh tahun kedepan, punya konsep archipelago strategic war sesuai dengan kondisi geografi RI. Pada saat dia memimpin angkatan laut, berani menyampaikan kekurangan yang ada di jajaran TNI AL terutama kondisi alutsista untuk membuka mata hati rakyat dan DPR. Kekurangan-kekurangan itu pada akhirnya membuka mata hati kita semuanya bahwa kondisi TNI memang benar-benar mencemaskan karena kekurangan alutsista.
Karena kondisi itulah, dia juga yang menggagas ide kontroversi agar setiap provinsi membangun KAL agar kekuatan TNI AL terutama untuk patroli keamanan laut bisa tercukupi. Sondakh juga yang mengajukan pengadaan 4 korvet sigma dari Belanda, pengadaan kapal patroli produksi PAL dan melakukan repowering KRI. Saat ini aktivitas rutin pria kelahiran Tobelo Halmahera 63 tahun lalu adalah sebagai Presiden Komisaris sebuah perusahaan PMA yang tak jauh-jauh dari ruang usaha kelautan.
Sementara Chappy Hakim sejak pensiun telah menulis 13 buku, buku ke 14 segera terbit dengan judul “Saya Pengen Jadi Pilot”. Sempat terkena serangan jantung awal tahun ini, ayah dari Tascha Liudmilla presenter Metro TV itu memang menggeluti hobby nulisnya dengan produktif alias total football. Tidak banyak jendral purnawirawan TNI yang punya kemampuan menulis dan memproduksi buku seperti Marsekal kita yang satu ini. Di Kompasiana tetap aktif mengeluarkan tulisan-tulisan bermutu dan mengkritisi demikian juga dengan websitenya yang ramai dikunjungi wisatawan “penggemar tulisan”.
Pesan yang hendak disampaikan dua jendral purnawirawan yang cerdas ini setidaknya adalah tetaplah mengaktualisasi diri dengan berbagai cara sesuai dengan potensi diri yang membangun nilai positif bagi diri sendiri dan berguna bagi khalayak. Perjalanan panjang dalam urusan kedinasan ketentaraan telah usai, dan itu adalah pengabdian resmi pada republik yang sudah menjadi suratan takdir berlabel khusnul khotimah. Dan sekarang tinggal menapaki hari-hari purnabakti yang bebas di usia senja dengan berbagai aktivitas. Semoga juga semuanya berakhir dengan khusnul khotimah. Bukankah begitu Jendral ?!
Jagvane / 07122011
No comments:
Post a Comment