Friday, July 10, 2020

Osprey Adalah Extra Ordinary


Release dari Defence Security and Cooperation Agency (DSCA) Departemen Pertahanan AS tanggal 6 Juli 2020 merupakan kejutan dalam percepatan proses pengadaan alutsista Indonesia. DCSA menyetujui rencana Indonesia membeli 8 Helikopter canggih Osprey V22.

Hanya saja selama ini program pemerintah Indonesia untuk memperkuat tentaranya dengan pengadaan berbagai jenis alutsista selalu diketahui publik dan netizen. Karena dipublikasikan. Contoh kita mau beli kapal perang Iver Class jauh-jauh hari sudah diketahui publik. Dan semuanya mendukung. Nah Osprey ini surprise dan yang mengumumkannya lembaga bergengsi DSCA Yues'e.

Helikopter Osprey V22, lagi hangat dibicarakan

Pertahanan teritori kita di Natuna sudah terancam. Jadi kalau ada yang masih bilang tigapuluh tahun ke depan kita tidak punya musuh, ajak dia ke Natuna. Suasana disana benar-benar siaga penuh. Fokus utama barikade pertahanan kita sekarang adalah Natuna. Karena situasinya sudah tidak biasa alias extra ordinary maka percepatan pengadaan alutsista juga harus extra ordinary.

Ingat waktu kita ditunjuk sebagai pasukan peace keeping di perbatasan Lebanon-Israel satu dekade lalu. Alutsista pendukung prajurit milik kita tidak memenuhi standar. Mosok mau ngirim panser Saladin. Ntar diketawain sama Sultan Saladin yang menaklukan Jerusalem. Lalu dipesan cepat puluhan panser dari Perancis. Ini Extra ordinary. Berangkat dari titik inilah kemudian kita membuat ratusan panser Anoa dengan mesin dari Perancis.

Natuna harus diselamatkan dan dipertahankan dari aneksasi China. Tidak ada jaminan bahwa Natuna akan aman-aman saja. Lihat saja perilaku kasar China di Laut China Selatan (LCS). Kapal nelayan Vietnam ditenggelamkan, kapal perang Filipina sudah dikunci dengan rudalnya, kapal survey energi Malaysia dibayang-bayangi di Sabah. Untung saja ada kapal perang AS yang mengawal didekatnya.

Maka kita perlu melakukan terobosan pengadaan alutsista skala "wah". MEF (Minimum Essential Force) jilid tiga sekarang ini adalah memforsir semaksimal mungkin untuk mendapatkan berbagai jenis alutsista canggih. Pengadaan kapal perang terbesar di ASEAN, Iver Class, pengadaan batch kedua kapal perang Martadinata Class. Termasuk lanjutan pembuatan kapal selam Nagapasa Class. Juga pengadaan jet tempur F16 Viper, pesawat angkut berat Hercules-J, helikopter Apache batch 2, Radar, UAV/UCAV, satbak peluru kendali jarak sedang dan jauh, tank amfibi dan lain-lain.

Lalu mengapa Osprey V22 helikopter angkut yang bisa berubah menjadi pesawat baling2, menjadi "bintang kejutan" pengadaan alutsista. Jawabnya karena selama ini tidak pernah terbayangkan di mata publik. Dan tidak mungkinlah membelinya. Bukankah AS sangat ketat menyeleksi alutsista canggih produksi mereka untuk dijual ke negara lain. Untuk Osprey ini baru Jepang pengguna pertama di luar AS. Belum lagi soal anggaran beli dan anggaran rawat nantinya.

Klaim Laut China Selatan yang makin panas
Boleh jadi pemikir dan perencana strategis TNI AD dan Kemenhan melihat Osprey dalam perspektif daya jangkau dan kecepatan untuk kelas Helikopter. Misalnya deploy dari Skadron Penerbad di Semarang ke Natuna lebih cepat sampai karena non stop. Atau ada bencana alam di medan sulit dan jauh. Osprey jadi solusi.

Kalau melihat peta teritori, Natuna itu sendirian lho. Meski sudah dibangun pangkalan militer disana namun tetaplah diperlukan kekuatan penyambung untuk aliran nadi pertahanan. Suplai prajurit, amunisi, alutsista sekaligus counter attack. Pangkalan aju terdekat adalah Pontianak dan Tanjung Pinang. Osprey salah satu alat penyambung emergency jarak jauh untuk TNI AD.

Jujur saja kekuatan pre emptive strike kita belum masuk kategori standar, apalagi disegani. Dalam kondisi ini perkuatan AL dan AU menjadi langkah utama. Ini negara dengan wilayah besar berwajah kepulauan. Mengawal teritori dengan doktrin berani masuk digebuk (pre emptive strike) otomatis harus punya kekuatan pukul menjerakan di matra AL dan AU.

Matra darat punya strategi memperkuat payung skadron Penerbad. Kita ketahui Penerbad saat ini sedang memekarkan skadron helikopternya di Kalimantan dan Sulawesi. Maka sah-sah saja jika opsi memilih helikopter Osprey yang wah itu. Toh itu juga baru persetujuan dan lampu hijau dari DSCA. Persetujuan DSCA ini menandakan Indonesia sudah naik peringkat menjadi kawan dekat Paman Sam.

Maka tidak perlu juga ada bantahan seolah-olah pengadaan ini bukan permintaan Kemenhan. Mungkin juga saat pengumuman DSCA itu yang dirasa, kurang tepat waktunya mengingat kita masih konsentrasi memerangi Covid 19. Namanya baru persetujuan bukan berarti kemudian ada kontrak pembelian.

Dan jangan pula dibilang klaim sepihak dari AS. Ntar AS tersinggung lho padahal kita sedang merayu Paman Donald agar kita dikecualikan dari CAATSA supaya bisa mendapatkan Sukhoi SU35 Rusia. Bilang saja ke publik meski sudah ada lampu hijau dari DSCA, untuk urusan pembelian masih panjang jalan ceritanya. Bisa iya bisa tidak. Publik maklum kok.

****
Jagarin Pane / 09 Juli 2020


32 comments:

Anonymous said...

Hanya tinggal menunggu waktu saja china bersikap agresif, cepat atau lambat mereka akn membutuhkan suplay pangan dan energy untuk industri di negara nya seperti halnya usa dahulu kala hingga saat ini..
Bagi negara negara yg bersedia berbisnis dalam tekanan its ok, tidak akn jadi masalah.. tp bersiaplah perang jika suatu negara masih menjunjung tinggi harga dirinya sebagai suatu bangsa, baik itu perang fisik atau proxy war.

Siluman buaya said...

Surprise yaa,
Barang mehong loh ini,
Tapi multirole buat urusan transport,
Pembahasan anggarannya bisa mumet muter2,
Karena kebiasaan kita pake barang "murahan" atau sering cari opsi paling murah dipasaran,
Mungkin ini titik balik setelah apache,
Saatnya tentara negeri naik kasta di pentas internasional,
Mereka udah jago tembak, bolehlah dikasih barang mewah walaupun cuma 8 biji,
Nantinya bisa dipelajari juga sama enjiner kita teknologi dirgantara baru "tilt rotor".
Semoga segera terlaksana dan mendarat dengan selamat.

Unknown said...

Tambah Apache 16 unit lagi boss

Defent studies said...

Cina macan kertas,jipakan kabeh

Ayoeng said...

Pengadaan osprey 8 unit diawal sama dgn kisah awal pengadaan apache 8 unit dulu abis itu nambah lagi. Daya jangkau osprey lebih jauh drpd chinook. Tp gpp sebentar lagi chinook jg bakalan dibeli diawal 8 biji dulu

Unknown said...

Jangan seneng dulu..siap kecewa..tapi tetap doa dan berharap tni kedepannya semakin kuat.

wong,jowo said...

$2 billion...kok mending viper+arm nya ya...biar + daya gebuk TNI AU terutama di Natuna yg lg meriang saat ini...ayo dong pakde jgn lama"...

wong,jowo said...

$2 billion...kok mending viper+arm nya ya...biar + daya gebuk TNI AU terutama di Natuna yg lg meriang saat ini...ayo dong pakde jgn lama"...

Anonymous said...

setuju dengan bung Jagarin..

saya masih berharap, kita juga bisa melobi AS - dengan alasan Natuna dan LCS ini - untuk membeli F15 versi terbaru sebanyak 16/24 buah, atau paling tidak F15 versi yang dimiliki Qatar serta 12 helikopter AH-1Z Viper.

Helikopter tersebut untuk ditempatkan di pulau Natuna untuk daya getar, patroli dan penyerang ke kapal2 Bakamla atau kapal perang cina yang masuk ke wilayah ZEE Indonesia

Taufiq said...

Untuk pasukan gabungan TNI kali biar fleksibel dan responsif

Anonymous said...

...Anonymous@

Indonesia itu nggak COCOK kalau pakai F-15 X atau yang sebelumnya karena selain mahal dan boros...TANDEM SENJATI F-15 adalah F-22 RAFTOR

sedangkan TANDEM SEJATI Su-35 Flanker E adalah Su-57

...karena keduanya dari masing2 jet tempur US Amerika dan Russia, saling melengkapi satu sama lain













... Xixixixixixixi 😁

Anonymous said...

...sebagai Acuan, coba lihat dech KOMBINASI antara F-15 feat F-22 RAPTOR US Amerika ?

...sedangkan negara Asing tidak boleh memiliki F-22 RAPTOR













... Xixixixixixixi 😁

Moon said...

Saya bingung pernyataan dari dispen TNI AU di YouTube ada yg koment pak kolonel kenapa kita gak beli f15 SE, jawaban y kolonel itu, tidak perlu karena kita sudah punya su 27 sebagai superiotas udara , bukany f15 itu sepadan dengan su 35 ya Bukan dengan su 27 ?

isan said...

Hehehe krn SU 27 Indonesia sdh mutan dan Sebetulnya SU 35 kepanjangan tangan dari SU 27. Pembelian oprey ini memakai alokasi dana dari TNI AD shg alutsista yg masih berhubungan dgn TNI AD dan multifungsi shg bisa membantu penerbad jawabnya hanya osprey...hehehe

Poeras said...

Baru wacana...

Anonymous said...
This comment has been removed by the author.
Anonymous said...
This comment has been removed by the author.
Anonymous said...

... Xixixixixixixi 😁

black eagle said...

yg blm tersedia dlm arsenal kita itu kemampuan payung udara Skuadron AEW Posedon , satrudal jarak jauh sekleas S400 ato S350, dan satuan kasel 4 Amur ato Lada Class, serta 3 bh real destroyer

Pribumi NKRI said...

Osprey dan Chinook kombinasi alat angkut YG Hebat buat TNI. Jangan dilupakan Rudal2 anti Kapal Laut Sekelas Bastion di Natuna. Viper & SU 35 segera di REALISASIKAN LENGKAP dengan RUDAL2 nya.

Anonymous said...

Yg darurat saat ini adalah satuan rudal, menengah dan jarak jauh anti serangan udara, rudal anti kapal baik yg berbasis dr pesawat, kapal dan darat, perbanyak ini saja dulu sudah bikin adem ayem

Tukang Ngitung said...

Nggak perlulah Su-35 itu.

Dana usd 1,14 miliar mending dialokasikan untuk membeli TA-50 sebanyak 40 unit. Lumayan untuk pesawat buru sergap menjaga 3 titik di bagian timur wilayah Indonesia.

Ranjau Laut said...

Bisa tentukan atau jln pintas spt kita ambil Osprey tp 5 unit dulu biar gak ketinggalan jaman alias moderinisasi trus sisanya di tukar dgn Heli Chinuk 6-8 unit plus Senapan mesin nya.
Jdi 5 osprey 8 Chinuk.
Baik osprey dan chinuk sesuai kebutuhan geografis indonesia

Insaflah manusia���������� said...

T50 mau nyergap apa ?
Pesawat capung,
Kalau mau nyergap mending beli sutuc dapat 100 unit,lumayan buat nyergap.ha.......

Ranjau Laut said...

Rupanya pengadaan CH-47 Chinook sudah dilakukan dari dulu semenjak Kemenhan RI bertemu pihak Boeing tahun 2015 lalu.

Pembeliannya saja menggunakan anggaran tahun 2016.

Rencananya pada tahun 2019 TNI AD akan menerima 4 unit terlebih dahulu.


Setelahnya pada tahun-tahun berikutnya ada penambahan lagi yang belum ditentukan jumlahnya seperti dikutip dari janes.com.

Ditaksir harga satu unit CH-47 Chinook mencapai 30 juta dolar AS.

Ranjau Laut said...

Pasti nya Osprey juga pengadaan nya jauh2 sblm nya.
Kita tunggu aja chinuk atau osprey

Maharogol said...

Emang kita udah punya bastion bang ?? Bagi dong linknya

Moon said...

Ini udah tahun 2020 bro 4 unit datang tahun 2019 ,lah terus barang gak keliatan malah jadi ghaib

black eagle said...

smp sdh lewat 2019 chinook ga nyampe2..piye iki?

Propaganda said...

Surprise klo F22 raptor yg Dateng..Osprey ga ngaruh banyak

mas woNq said...

Jadi kalau ada yang masih bilang tigapuluh tahun ke depan kita tidak punya musuh, ajak dia ke Natuna. Suasana disana benar-benar siaga penuh.

Justru krn kita siaga penuh maka cina ga sembarangan main petantang-petenteng.

black eagle said...

perkembanfan info Ri tdk jd akuisisi osprey, lbh realistis chunook..dan tunggu kedatangannya saja