Rasio anggaran pertahanan Indonesia "selama hayat dikandung badan", sejak era Orde Baru sampai "dino iki" selalu berada di kisaran 0,7-0,8% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Seperti kita ketahui PDB Indonesia sampai akhir tahun 2024 sebesar 1,4 trilyun dolar dan ini menempatkan kekuatan ekonomi kita di ranking 16 besar dunia. Sehingga masuk grup ekonomi elite dua puluh besar G20. Sementara anggaran pertahanan tahun 2025 telah ditetapkan sebesar 165 trilyun rupiah. Setara dengan 10,12 milyar dolar. Angka ini berada di rasio 0,7-0,8% dari PDB kita tahun ini.
Jika kita membandingkan dengan negara ASEAN lainnya maka rasio anggaran pertahanan 0,7-0,8% ini adalah yang terkecil. Padahal luas teritori negeri kepulauan ini adalah yang terbesar di rantau ASEAN. Bandingkan dengan Singapura dan Myanmar yang mencapai 3%, Filipina 1,8%, Malaysia 1,1%, Thailand 1,2%. Sementara rasio anggaran pertahanan China 1,7% dan Australia 2,04% dari PDB masing-masing. Artinya pengupayaan Kementerian Pertahanan Indonesia untuk meningkatkan rasio anggaran pertahanan menjadi 1,5% dalam perspektif kita sangat wajar. Meski harus dilakukan secara bertahap.
Misalnya menuju rasio 1 persen dulu sudah sangat proporsional. Pada awalnya memang terlihat ada lonjakan drastis. Anggaran tahun ini yang sudah ditetapkan sebesar US$ 10,12 milyar (0,7% dari PDB). Jika ingin menyesuaikan ke 1% dari PDB maka anggaran pertahanan tahun depan bisa menyentuh 14-15 milyar dolar. Catatannya adalah pertumbuhan PDB berkorelasi dengan pertumbuhan ekonomi. Jika pertumbuhan ekonomi 5% maka PDB juga tumbuh 5 %. Anggaran sebesar ini diperlukan untuk pengadaan dan perawatan alutsista. Berbagai jenis alutsista baru yang menjadi aset pertahanan negeri ini perlu perawatan untuk kesiapan penggunaan. Termasuk adanya frekuensi latihan TNI yang lebih sering tentu memerlukan ongkos perawatan alutsista yang lebih tinggi. Tahun yang lalu berbagai latihan militer TNI skala besar dengan negara lain bisa kita saksikan. Seperti Garuda Shield, Orruda, Keris Woomera dan lain-lain. Termasuk latihan skala besar internal TNI.
Sementara itu dalam lalulintas diplomasi aktif, beberapa negara Indo Pasific melakukan langkah pendekatan serius dengan Indonesia. PM Jepang Shigeru Ishiba baru saja melakukan kunjungan kenegaraan ke Indonesia tanggal 10-11 Januari 2025. Jepang kembali menawarkan kerjasama pertahanan. Utamanya untuk membangun kapal perang heavy fregate "Mogami Class" untuk Indonesia melalui pola kerjasama alih teknologi. Sebelumnya, sebagai bentuk keseriusan dan insentif kerjasama, negeri matahari terbit itu sudah menghibahkan 1 kapal besar untuk Coast Guard (Bakamla) Indonesia. Bukan kapal bekas. Ini kapal baru dan saat ini sedang dibangun di Jepang.
Korsel saat ini sedang mempersiapkan hibah 1 kapal perang "Pohang Class" untuk TNI AL. Nah kalau ini kapal bekas. Bersamaan dengan upaya Seoul mengambil hati Jakarta "menghidupkan kembali" batch 2 pembangunan 3 kapal selam Nagapasa Class. Nagapasa batch 1 telah menghasilkan 3 kapal selam. Sayangnya hanya KRI Alugoro 405 yang pembangunannya di PT PAL Surabaya yang menghasilkan unjuk kinerja lebih baik. Dua "kakaknya" KRI Nagapasa 403 dan KRI Ardadedali 404 yang pembuatannya di Korsel menghasilkan performa kurang memuaskan. Namanya juga usaha, marketing komunikasi dan lobby-lobby intensif Korsel terus dilakukan, untuk to be continued pembangunan kapal selam batch 2 yang bergelar "anjing kampung" ini.
China juga aktif melakukan diplomasi militer "penuh senyum" dengan Indonesia sebagai lanjutan diplomasi detente Xi Jinping dan Prabowo. Beijing secara implisit menawarkan 1 kapal perang destroyer dan 1 kapal selam ketika Menhan Sjafri Sjamsudin berkunjung ke China tanggal 21-22 Januari 2025. Sebelumnya Komandan Bakamla Laksdya TNI Irvansyah berkunjung ke markas CCG di Guangzhou China tanggal 10 Januari barusan. Semuanya untuk menindaklanjuti diplomasi detente tadi. Nah kita berpandangan, kunjungan PM Jepang ke Indonesia barusan. Dari kacamata percaturan geopolitik bisa dimaknai sebagai upaya Tokyo mengajak Jakarta agar tetap menjaga harmoni persahabatan, dan tidak terlalu condong ke Paman Panda.
Dengan India, Prabowo menjadi tamu terhormat dalam perayaan hari jadi Republik India ke 76. Kunjungan Presiden Indonesia tanggal 23-26 Januari 2025 ini menjadi kunjungan paling bermarwah dalam sejarah persahabatan Indonesia-India. Parade militer India yang megah itu menempatkan 350 taruna Akmil dan prajurit TNI berada paling depan. Dengan langkah tegap mengumandangkan mars Maju Tak Gentar, kontingen satu-satunya dari luar India ini mendapat applaus dari hadirin. Begitu bersahabatnya India menyambut kedatangan delegasi tamu dari Indonesia selama 3 hari. Berlanjut kemudian dengan finalisasi pengadaan alutsista canggih peluru kendali Brahmos senilai US$ 450 juta. Alutsista ini sangat dinantikan untuk memperkuat pertahanan pantai Natuna dan IKN. Bahkan untuk pertahanan selat-selat strategis Indonesia seperti selat Sunda, selat Lombok.
Upaya saling berkunjung untuk menguatkan kerjasama dan persahabatan di kawasan Indo Pasific adalah bagian dari strategi diplomatik cerdas Indonesia yang bersahabat dengan semua. Termasuk diplomasi militer, penawaran kerjasama pertahanan, pengadaan alutsisa untuk memperkuat teritori negeri ini. Diplomasi internasional Indonesia dengan baju diplomasi militer tentu memerlukan postur kegagahan dong. Untuk memberikan value added yang bernama marwah dan martabat. Oleh sebab itu perkuatan militer kita yang sampai saat ini masih berkategori minimum essential force menjadi sebuah keniscayaan. Pengadaan alutsista strategis seperti kapal perang heavy fregate, kapal selam, jet tempur, drone bersenjata, radar, berbagai jenis peluru kendali memerlukan anggaran besar. Peningkatan rasio anggaran pertahanan menjadi 1-1,5 persen dari PDB adalah keniscayaan yang pantas dan wajar untuk percepatan penguatan postur pertahanan negeri.
****
Jagarin Pane / 28 Januari 2025