Friday, July 18, 2025

Urgensi Percepatan Investasi Pertahanan

Sepanjang tahun 2025 ini pemberitaan tentang belanja alutsista Indonesia sangat intens dan menggebu. Berbagai informasi tentang belanja investasi pertahanan Indonesia menggema luas. Misalnya pengadaan ratusan drone, peluru kendali dan 2 kapal cepat rudal dari Turkiye, rencana penambahan jet tempur Rafale, artileri Nexter dan kapal selam Scorpene dari Perancis. Kemudian kepastian lanjutan program jet tempur KFX/IFX bersama Korsel, dengan rencana produksi 48 unit untuk TNI AU. Dari Indo Defence yang digelar di JIExpo Kemayoran Jakarta tanggal 11-14 Juni 2025 berbagai kesepakatan  bisnis alutsista terlihat dengan terang benderang. 

Yang bernuansa spektakuler dalam pergelaran Indo Defence ini adalah MOU pengadaan 48 unit jet tempur gen 5 KAAN buatan Turkiye untuk Indonesia. Gemanya meluas ke seantero dunia karena Presiden Turkiye Recep Tayyip Erdogan ikut mempublikasikannya. Dia merasa bangga dan bergembira dengan kesepakatan bisnis alutsista terbesar. Sebenarnya ini adalah format bahasa marketing komunikasi produsen alutsista sebagai publikasi unjuk performansi untuk membangun image merek. Kunci kepastian pengadaan alutsista adalah sign kontrak efektif dan bayar DP seperti kontrak 42 jet tempur Rafale.

Sama halnya dulu ketika India naksir Rafale Perancis. Lalu ada publikasi dari Dassault bahwa India akan memborong seratusan jet tempur Rafale. Nyatanya sampai hari ini hanya 36 Rafale yang menjadi aset angkatan udara India. Termasuk ada kabar kaget belum lama ini bahwa Indonesia akan membeli 42 jet tempur J10 Chengdu bekas dari China yang lagi naik daun karena mampu menjatuhkan Rafale India. Dalam bahasa marketing intelligence bisa saja publikasi ini untuk menguatkan pamor Chengdu yang sedang mencari ceruk pasar. Apalagi sedang menguat pamornya pada pertempuran India Pakistan baru-baru ini.

Dunia kita saat ini sedang tidak baik-baik saja. Sedang berada dalam proses transisi perubahan tatanan dunia dari unipolar ke multipolar. Selama 45 tahun lebih sejak perang dunia kedua usai, dunia berada dalam tatanan bipolar blok barat dan blok timur. Keduanya saling berhadapan dengan menggelar kekuatan militer besar yaitu NATO dan Pakta Warsawa. 35 tahun kemudian sejak Pakta Warsawa dan Uni Sovyet bubar tatanan dunia berubah menjadi unipolar. Dengan dominasi dan hegemoni AS bersama NATO. Mereka menguasai "tatakrama dan perilaku" berdasarkan cara pandang mereka. Perang Teluk jilid satu dan dua, serbuan ke Libya dan Afghanistan adalah simbol hegemoni dan arogansi AS bersama NATO berdasarkan pembenaran argumen versi barat. Kemudian China muncul sebagai kekuatan ekonomi dan militer raksasa. Lalu terbentuk kerjasana ekonomi BRICS, diikuti terbentuknya Aliansi Strategis Rusia, China, Iran dan Korea Utara. Menyusul hadir Pakta Aukus sebagai NATO nya Indo Pasifik.

Transisi tatanan dunia, dinamika kawasan, luasnya wilayah tanah air yang kaya sumber daya alam, posisi geostrategis dan geopolitik Indonesia termasuk perebutan sumber daya alam adalah pemicu percepatan penguatan investasi pertahanan Indonesia. Kekuatan pertahanan Indonesia saat ini baru sampai pada kriteria minimalis. Limabelas tahun program MEF TNI sejak tahun 2010 telah menghasilkan pertumbuhan kekuatan alutsista pengawal republik yang signifikan. Meski baru masuk kriteria minimal. Dan saat ini kita sedang mengupayakan pertumbuhan investasi pertahanan secara extraordinary agar mampu secepatnya memberikan daya tangkal kekuatan pertahanan yang setara dengan dinamika konflik kawasan dan luasnya wilayah teritori kita.

Berbagai parameter dinamika kawasan berpotensi menjadi konflik dan perang terbuka. Termasuk berbagai contoh pertempuran di berbagai kawasan dan perkembangan teknologi alutsista. Maka percepatan untuk belanja investasi pertahanan negeri ini sangat diperlukan. Kita cermati pertumbuhan satuan tempur dan teritorial yang nyaris tak berkembang selama 50 tahun. Maka perlu pengembangan. Jumlah batalyon TNI AD misalnya hanya bertambah hitungan jari selama beberapa dekade ini. Batalyon artileri, arhanud, dan kavaleri TNI AD masih sangat kurang jika dibandingkan dengan luasnya wilayah. Air Defence System (ADS) kita perlu penguatan prioritas. Utamanya untuk lapis kedua infrastruktur satuan tembak peluru kendali surface to air jarak menengah.

Penambahan 100 batalyon teritorial TNI AD adalah bagian dari upaya untuk memastikan coverage kontrol pertahanan darat secara merata. Indonesia adalah negara kepulauan. Manajemen pertahanan internal pulau adalah bagian dari strategi pertahanan komprehensif bersama matra laut dan udara. Perkuatan matra udara dan laut adalah untuk memenuhi kriteria pre emptive strike. Doktrinnya berani masuk digebuk. Kalau sudah terlanjur masuk, matra darat yang akan menggebuk. Penambahan 100 batalyon teritorial TNI AD ini juga dalam upaya membangunkembangkan manajemen ketahanan pangan yang sedang diprioritaskan pemerintah. Kita ketahui pemerintah saat ini sedang berupaya untuk mencapai ketahanan pangan sebagai bagian dari kedaulatan pangan. Kementerian pertanian dan pertahanan bersinergi untuk percepatannya.

Manajemen tentara adalah manajemen komando. Perintah untuk ekstensifikasi dan intensifikasi lahan pertanian dan target yang ingin dicapai adalah "perintah tempur" yang harus dilaksanakan dan wajib terlaksana. Tugas ini masih berada dalam teritori operasi militer selain perang (OMSP) sesuai UU TNI. Dengan argumentasi ini kita meyakini program swasembada pangan bisa tercapai, dengan perekrutan sdm tentara yang disiplin dan sdm pertanian yang profesional. Saat ini Indonesia berhasil dengan program swasembada beras hanya dalam waktu 6 bulan sejak Nopember 2024. Sebuah prestasi yang patut diapresiasi. Perintah dan rantai komando Presiden, bersama kualitas seorang Menteri Pertanian dan Wamennya terbukti menghasilkan kinerja cemerlang.

Harus diakui bahwa sampai saat ini manajemen pertahanan kita belum kuat, masih minimalis. Sementara dinamika konflik dan pertempuran terjadi di berbagai kawasan. Tidak ada yang bisa menjamin bahwa di tahun-tahun mendatang tidak ada perang. Di Indo Pasifik ada Pakta AUKUS untuk melawan China. Panmunjom Korea, Nine Dash Line, dan Taiwan adalah hotspot bisul yang bisa meletus menjadi pertempuran hebat. Thailand dan Kamboja yang bukan hotspot, tiba-tiba saja bertempur oleh sebuah sebab perselisihan perbatasan. Padahal sesama anggota ASEAN, mestinya bisa dirundingkan sesuai karakter ASEAN. Pertempuran Thailand-Kamboja adalah contoh terkini bahwa konflik terbuka bisa terjadi dimana saja dan kapan saja.

Perkuatan alutsista dan pengembangan organisasi militer Indonesia saat ini adalah sebuah kenicayaan. Dalam waktu dekat Kopassus TNI AD, Kopasgat TNI AU , Kormar TNI AL akan dipimpin panglima bintang tiga. Lantamal akan menjadi Komando Daerah Angkatan Laut (Kodaeral). Beberapa Air Force Base menjadi kelas A seperti Soewondo AFB Polonia Medan. Lima Kodam baru segera diresmikan. Yaitu Kodam XIX Tuanku Tambusai untuk provinsi Riau dan Riau Kepulauan. Kodam XX Radin Inten untuk provinsi Lampung dan Bengkulu. Kodam XXI Tambun Bungai untuk provinsi Kalsel dan Kalteng. Kodam XXII Tadulako untuk provinsi Sulteng dan Sulbar. Kodam XXIII Mandala Trikora untuk provinsi Papua Selatan. Penambahan Kodam ini selaras dengan penambahan 100 batalyon teritorial TNI AD. Sementara itu batalyon Armed Roket dan batalyon Kavaleri juga akan ditambah.

Investasi pertahanan adalah amanat konstitusi. Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi kesejahteraan yang semakin meningkat, investasi pertahanan adalah bagian dari derap langkah yang seiring sejalan. Pertumbuhan ekonomi menghasilkan pertumbuhan GDP dan GNP. Perjalanan pertumbuhan kesejahteraan harus berada dalam payung perlindungan yang kuat dengan investasi pertahanan. Semuanya bermuara pada eksistensi dan keberlangsungan perjalanan bangsa. Kekuatan militer yang kita kembangkan adalah untuk memastikan bahwa wilayah teritori NKRI berada dalam genggaman manajemen pertahanan yang tangguh, modern dan bermarwah. Genggaman ini sejatinya adalah untuk memberikan jaminan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan. Bukankah dua hal ini yang menjadi bagian dari tujuan kita bernegara?

****

Jagarin Pane, 18 Juli 2025