Friday, June 30, 2023

Menggelar Perisai Trisula Nusantara

Rencana strategis pertahanan Indonesia yang membuat banyak pihak terpelongo disiarluaskan melalui acara di institusi POLRI tanggal 16 Juni 2023. Forumnya adalah "Dialog Kebangsaan Merajut Persatuan Dan Kesatuan Bangsa Dalam Kebinnekaan" pada Sespim Lemdiklat Polri di Lembang Bandung. Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mempresentasikan rancangan strategi militer pergelaran perisai trisula nusantara. Intinya adalah membangun lapisan pertahanan Indonesia dengan sinergitas 3 matra TNI. Berpayung aset alutsista berkualitas gahar berkolaborasi dalam "konser pertempuran modern" network centric warfare.

Seperti kita ketahui program strategis untuk penguatan militer Indonesia telah dimulai sejak tahun 2010, dikenal dengan Program Minimum Essential Force ( MEF). Tahun depan sesuai "kurikulumnya" program ini berakhir, persis berusia 15 tahun dengan 3 tahapan program. Sejauh ini dalam pandangan kita program kekuatan "minimalis" yang dimulai Presiden SBY dan dilanjutkan oleh Presiden Jokowi mampu menguatkan otot militer Indonesia. Meski baru masuk kriteria minimal, belum standar. Mengapa lima belas tahun sebelumnya militer Indonesia tidak mencapai kekuatan minimal. Jawabnya karena kita terlena dengan pakem tidak ada ancaman militer selama 30 tahun kedepan. Semua negara adalah sahabat, zero enemy. Pakem selanjutnya karena anggaran pertahanan bukan prioritas. Dan yang terakhir adalah dampak embargo militer.

Sebenarnya saat ini kita sudah berada di ruang besar yang dikumandangkan Menhan Prabowo. Bahwa program MEF yang segera berakhir akan berlanjut menuju ke tahapan berikutnya, essential force. Kekuatan militer standar yang diperlukan untuk manajemen pertahanan negeri kita. Untuk matra udara kita bisa mengikuti progres pengadaan alutsista strategis saat ini. Seperti proses pengadaan 42 jet tempur Rafale dari Perancis, 36 jet tempur F15 dari AS, 24 jet tempur Mirage dari Qatar dan UEA, serta 24 jet tempur IFX hasil kerjasama pengembangan teknologi jet tempur Korsel-Indonesia. Termasuk pengadaan 5 pesawat angkut berat Super Hercules dari AS, 2 pesawat angkut multi guna A400 MRTTdari Spanyol, 5 pesawat amfibi dari Kanada, 2 pesawat radar peringatan dini, 13 radar canggih GCI Thales dari Perancis. Saat ini TNI AU sudah memiliki aset 16 jet tempur Sukhoi SU27/30, 33 jet tempur F16, 30 jet tempur Hawk, 13 jet latih tempur T50 dan 15 pesawat counter insurgency Super Tucano.

Dari matra laut ada rencana membangun sampai 12 kapal perang heavy fregate, menyediakan tambahan 2 kapal selam serbu, 7 kapal selam taktis, 20 kapal selam mini artificial intelligence. Yang menggembirakan sejauh ini galangan kapal BUMN dan swasta nasional sudah mampu membangun berbagai jenis kapal perang untuk TNI AL seperti KPC, KCR, OPV, Korvet, LST, LPD, BCM. Juga kapal selam kerjasama dengan Korsel. Saat ini PT PAL sedang membangun 2 unit Heavy Fregate Merah Putih, kapal perang petarung terbesar. Rangkaian pencapaian itu adalah kebanggaan untuk kita semua. Membangun kekuatan armada tempur TNI AL dengan pemberdayaan potensi dalam negeri, mengembangkan industri pertahanan. Selama program MEF armada angkatan laut Indonesia telah memperoleh aset enampuluhan kapal perang baru berbagai jenis. Sebagian besar buatan dalam negeri. Dalam waktu dekat akan datang 2 kapal penyapu ranjau baru dan canggih dari Jerman.

Perisai Trisula adalah gambaran sinergitas 3 matra yaitu TNI AD, TNI AL, TNI AU dengan manajemen interoperability, satu kesatuan yang terintegrasi "total football". Pola manajemen militer dengan dukungan teknologi network centric warfare adalah sebuah keharusan mutlak, tidak bisa ditawar untuk saat ini dan masa depan. Manajemen pertempuran modern adalah sinergitas antara jet tempur, radar GCI, UAV, kapal perang, kapal selam, peluru kendali air to surface, air to air, surface to surface dan surface to air. Beragam jenis rudal ini untuk 3 matra yang saling melapis. Penempatan satuan tembak peluru kendali balistik di Dumai Riau misalnya dengan jarak tembak 300 km mampu menjangkau Singapura. Bukan berarti untuk ofensif tetapi lebih kepada upaya preventif pada ancaman kapal perang di selat Malaka dan selat Singapura. Dumai saat ini sudah memilki 1 batalyon Arhanud dengan alutsista peluru kendali surface to air shortrange Starstreak buatan Inggris.

Dinamika geopolitik dan geostrategis di kawasan Laut China Selatan (LCS) dan Indo Pasifik sebenarnya adalah persepsi dan perspektif pertaruhan hegemoni dengan China sebagai musuh bersama dalam versi AS. Sementara program pengembangan postur kekuatan militer Indonesia adalah mengejar ketertinggalan untuk mencapai kekuatan minimal. Kemudian dilanjut dengan mengejar kekuatan standar. Imbas dari perseteruan China dengan AS dan sekutunya di Indo Pasifik seperti Australia, Jepang, Taiwan, Korsel adalah terbukanya ruang dan lalulintas militer melewati teritori Indonesia. Bahkan bisa saja pangkalan militer kita (AU dan AL) menjadi bagian dari supporting aliansi militer melawan China. Sudah ada contohnya. Baru saja 2 pesawat bomber nuklir strategis B52 US Air Force landing dan take off di Kualanamu Airport. Tujuannya untuk simulasi interoperability dengan F16 TNI AU.

Berangkat dari dinamika ini kita perlu memperkuat jalur ALKI dengan selat strategis seperti selat Sunda, selat Lombok, selat Makasar dan selat Malaka. Di selat strategis ini akan ditempatkan coastal missile dan kapal selam mini tanpa awak. Sementara TNI AD akan diperkuat enampuluhan UCAV. Menggelar satuan tembak peluru kendali surface to surface berjarak tembak 300 km di berapa titik strategis. Range 300 km adalah batas aman MTCR dan sesuai kebutuhan pertahanan kita. MTCR (Missile Technology Control Regime) dibentuk negara G7 tahun 1987 untuk mengontrol poliferasi rudal balistik. Sementara itu TNI AU menggelar 13 radar digital GCI Thales untuk memperkuat pergelaran dua puluhan radar GCI eksisting. Termasuk menempatkan skadron tempur di Supadio Pontianak, Natuna, Kupang dan Biak.

Pergelaran Perisai Trisula Nusantara merupakan lanjutan program MEF untuk menggambarkan panorama kekuatan dan posisi militer kita mulai tahun 2030. Program berkelanjutan ini sebenarnya berkejaran dengan makin meningginya suhu konflik di Indo Pasifik. Saat ini armada tempur AS sebagian besar sudah direlokasi dari Timur Tengah ke Indo Pasifik. Sudah ada aliansi nuklir AUKUS (Australia, Inggris, AS). Sudah ada aliansi militer AS - Filipina. Jepang sedang mengembangjan kekuatan militernya berkarakter ofensif, bukan lagi angkatan bela diri. Taiwan sudah ready for war. AS mulai membangun pangkalan militer di Papua Nugini. Berbagai perkembangan geopolitik dan geostrategis yang begitu cepat ini harus disikapi dengan pengembangan postur kekuatan militer Indonesia. Sekaligus sebagai unjuk kinerja diplomasi militer.

Masa depan kawasan Indo Pasifik menjadi palagan pertarungan antara pemegang sabuk hegemoni dan penantangnya. Salah satu framingnya kemudian menjadikan permusuhan militer sebagai tema besarnya. Kita berpandangan tak perlu larut dalam proxy war salah satu pihak. Menegaskan soal hak berdaulat di ZEE (zona ekonomi eksklusif) di perairan Natuna adalah porsi obyektif yang maksimal, tidak perlu melebihi kapasitas itu. Rencana Indonesia menggelar perisai trisula nusantara adalah upaya optimal sebagai antisipasi berbagai kemungkinan yang terjadi akibat permusuhan militer. Fokusnya untuk menjaga kedaulatan teritori seluruh negeri dan ZEE di Natuna, termasuk memayungi IKN di Kalimantan. Kita harus bergegas, bersiap menyegerakan kecukupan berbagai jenis alutsista. Sehingga ketika cuaca ekstrim dan petir menggelegar kita tidak kaget karena sudah siap dengannya. Ojo kagetan, ojo gumunan, begitu pesan kearifan lokalnya.

****

Jagarin Pane / 30 Juni 2023