Friday, August 5, 2022

Blunder Kebijakan Abrasi Hegemoni

Mengapa Nancy Pelosi mengusik status quo iklim geopolitik di Taiwan. Cuaca yang cerah berawan tiba-tiba menjadi angin puting beliung yang membuat kawasan Asia Timur berdebar-debar. Padahal jelas banget kebijakan politik luar negeri AS adalah mengakui satu China, dipertegas lagi dalam sekian pernyataan Biden. Terakhir ketika berbicara dengan Xi Jin Ping sebelum Pelosi jalan-jalan cari perkara. Artinya Taiwan secara diplomatik tidak diakui AS sebagai negara berdaulat. Tapi mengapa Pelosi keukeuh berkunjung ke Taiwan dan AS tetap tegar menjadi payung pelindung Taiwan. Barusan Ketua DPR AS Nancy Pelosi berkunjung secara zigzag ke Taiwan.

Padahal dalam run down kunjungan ke Indo Pasifik, Taiwan tidak ada dalam jadwal. Dia datang ke Singapura kemudian lanjut ke Malaysia. Nah ketika mau terbang ke Taiwan rute pesawatnya yang terpantau di flight radar tidak langsung menuju utara memotong semenanjung Malaysia dan Laut China Selatan  (LCS). Tetapi menelusuri selat Karimata, garis khatulistiwa Kalimantan dan diatas Balikpapan berbelok ke Filipina. Ketika melewati Luzon pesawat Nancy mulai dikawal 8 jet tempur F15 AS dan 5 tanker dari Okinawa AFB. Dan dibawahnya ada pengawalan dari kapal induk USS Ronald Reagan. Benar-benar sebuah perjalanan berlapis unjuk kekuatan. Sayangnya kurang mendapat simpati.

Nancy sudah take off dari Taiwan namun situasi di sekitar Taiwan makin mencekam. Militer China sedang menunjukkan kemarahan terbesarnya dan memblokade laut sekeliling pulau Formosa. Dan kemarin 4 Agustus 2022 China memulai latihan militer besar-besaran di sekeliling Taiwan dengan mengerahkan 2 kapal induk dan kapal selam nuklir. Kemudian meluncurkan 11 peluru kendali hipersonik Dong Feng. Beberapa diantaranya melewati daratan Formosa. Dan bersamaan dengan itu ada 3 kapal induk AS berada di dekat area latihan militer China. Kemarahan sudah diubun-ubun, China maju tak gentar, penerbangan sipil di Taiwan terhalang aktivitas militer China.

Pergantian cuaca ekstrim begini menjadi perhatian sejumlah negara di kawasan. Para Menlu ASEAN yang sedang berkumpul di Phnom Penh Kamboja menyerukan agar situasi kawasan tidak diubek-ubek yang bisa menimbulkan konflik. Sementara diplomat Korsel menyuarakan ketidaksukaan kunjungan Nancy ke Taiwan dan berpotensi menjadi beban baru bagi situasi kawasan Indo Pasifik. Dalam pandangan kita mestinya ada kearifan untuk menjaga dinamika kawasan Indo Pasifik yang hari-hari belakangan ini berstatus ngeri-ngeri sedap alias sensitif karena imbas perang Rusia-Ukraina.  Kunjungan seorang ketua DPR AS ini mencerminkan sikap kurang toleran dan blunder kebijakan. Sekaligus memberikan aba-aba yang menunjukkan sabuk hegemoni yang mulai tergerus abrasi.

Rusia mendukung kemarahan China termasuk pengerahan kekuatan militer besar-besaran di Fujian dan selat Taiwan. Dukungan ini menjadi kredit poin bagi persekutuan keduanya di kemudian hari. Pengerahan kekuatan militer China menjadi simulasi penting bagi negeri itu karena sekaligus menjadi ancang-ancang untuk menyelesaikan persoalan Taiwan secara militer. Dan itu hanya soal waktu. Berkaca dari perang Rusia-Ukraina dalam perspektif China, menyerbu Taiwan menjadi semakin terbuka lebar. Rusia yang membombardir Ukraina sampai hari ini nyatanya tidak bisa dibela secara total oleh AS dan NATO.

Abrasi hegemoni AS sudah diperlihatkan dalam berbagai peristiwa di dunia. Di Afghanistan capek sendiri lalu hengkang. Kekuatan ekonomi China diprediksi lima tahun lagi akan menjadi nomor satu. Dan yang paling jelas adalah pertempuran di Ukraina. Terlalu banyak statemen menggertak, mengancam, mengucilkan, mengerdilkan Rusia ternyata menjadi bumerang bagi AS dan sekutunya. Krisis pangan dan energi membuat seluruh dunia "kepanasan". Beberapa diantaranya sudah resesi. Tiba-tiba situasi panas menerkam Asia Timur hanya karena kunjungan simbol hegemoni seorang Nancy Pelosi. Ongkos berdebar itu yang mestinya diperhitungkan karena bisa menjadi suara antipati di kawasan Indo Pasifik.

****

Jagarin Pane / 05 Agustus 2022