Sunday, August 21, 2022

Memilih Yang Terpilih

Kebutuhan ketersediaan alutsista strategis kita berpacu dengan waktu. Dan kemudian bertemu dengan keterbatasan sumber daya keuangan yang tergerus dampak pandemi Covid19 dan subsidi energi. Melucuti stamina APBN. Di satu sisi ada kebutuhan mendesak dan tidak bisa ditunda untuk isian dan sebaran alutsista karena adanya dinamika konflik kawasan. Temperatur konflik mengancam eksistensi teritori dan di sisi yang lain pemerintah harus menggelontorkan subsidi besar untuk konsumsi energi ratusan juta penduduknya, untuk menjaga agar inflasi tidak liar.

Penjelasan soal ketersediaan alutsista strategis ini sederhana, apakah ada penambahan jet tempur selama 5 tahun terakhir. Apakah ada penambahan kapal perang striking force kelas korvet keatas selama 5 tahun terakhir. Jawabnya tidak ada. Kita gagal mendatangkan 11 jet tempur Sukhoi SU35 dari Rusia karena Undang-Undang CAATSA AS. Lantas kita bergegas untuk mendapatkan 42 jet tempur Rafale dari Perancis. 6 unit diantaranya sudah kontrak efektif tetapi pesawatnya baru datang paling cepat tahun 2026.

Artinya ada 9-10 tahun kita menunggu waktu untuk menambah jumlah jet tempur. Saat ini kekuatan pukul TNI AU bertumpu pada 16 jet tempur Sukhoi SU27/30 dan 33 jet tempur F16. Langkah cepat dan cerdas Menteri Pertahanan untuk mendatangkan 42 jet tempur Rafale dari Perancis patut kita apresiasi. Beli "grosiran" dalam jumlah banyak untuk investasi pertahanan tiga dekade. Selama ini kita dikenal produsen alutsista sebagai pembeli ketengan. Sementara untuk pengadaan 2 kapal perang heavy fregate Arrowhead 140 sudah kontrak efektif dari rencana pengadaan 16 kapal perang yang sekelas dengannya. Oktober tahun ini mulai dibangun di PT PAL.

Bagaimana kemudian kita memilih yang sudah terpilih sebagai skala prioritas untuk perkuatan alutsista kita yang cukup mendesak ini. Pilihan bisa dengan berbagai skema. Misalnya dari 42 jet tempur Rafale yang diinginkan, 6 yang sudah kontrak efektif bisa digenapkan menjadi 12 unit dulu. Untuk yang 30 unit ditunda dulu. Kemudian untuk menutup "blank spot" 5 tahun kedepan karena lamanya antrian produksi Rafale, tambahan ketersediaan jet tempur tawaran dari Uni Emirat Arab bisa dipergunakan. Pengadaan 14 jet tempur Mirage bekas pakai, harganya murah. Bisa siap pakai dengan durasi kedatangan lebih cepat, satu tahun diprediksi sudah datang. Dan kita memang sedang membutuhkan ketersediaan jet tempur untuk mengawal Natuna secepatnya.

Soal kapal selam juga prioritas.  Maka rencana pengadaan 2 kapal selam dari Perancis atau Jerman menurut pandangan kita harus segera direalisasikan. Kita sudah mempunyai 4 kapal selam "satu bapak lain emak". Sama-sama berjenis U209, yang satu buatan Jerman sudah sepuh buatan tahun 1980. Tiga lainnya hasil kerjasama produksi DSME Korsel dan PT PAL Indonesia, masih baru. Dan keempatnya kalah kelas dengan punya jiran Singapura, Malaysia dan Vietnam. Itu sebabnya kita perlu menyegerakan pengadaan 2 kapal selam yang lebih gahar. Armada kapal perang bawah air kita masih harus ditambah secara kuantitas dan kualitas. Dan ini prioritas.

Program pengadaan alutsista Indonesia sejauh ini berjalan lancar. Pesanan 5 Hercules gres dari AS produksinya sedang berjalan. Pengadaan 6 jet latih tempur Golden Eagle dari Korsel sedang dalam proses produksi. Kita juga sedang menunggu kedatangan bertahap 6 pesawat amfibi dari Kanada untuk TNI AU. Termasuk menunggu kedatangan 2 kapal perang pemburu ranjau dari Jerman untuk TNI AL. Sementara PT PAL baru saja meluncurkan kapal perang jenis LPD rumah sakit yang ketiga.  Pindad sedang menyelesaikan pesanan tank Harimau untuk TNI AD termasuk panser Badak. PT DI saat ini sedang menyelesaikan assembling helikopter berbagai jenis untuk TNI AU, TNI AD.

Dalam kondisi keuangan yang tergerus mengatasi pandemi dan subsidi energi yang cukup besar, meneropong skala prioritas pemenuhan kebutuhan alutsista adalah keniscayaan bersama. Perkuatan alutsista adalah keharusan karena situasinya mendesak dan kita belum sampai pada kriteria minimum essential force, apalagi ideal. Namun kita juga harus realistis dengan APBN kita, seperlimanya untuk subsidi, terlalu besar. Dan rasio hutang terhadap PDB di kisaran 41%. Fundamental ekonomi sejauh ini disebut kuat dengan pertumbuhan 5,49% di kuartal kedua ini. Dan inflasi juga hampir menyaingi pertumbuhan ekonomi. Inflasi posisi terakhir ada diangka 4,9%.

Perolehan 12 jet tempur Rafale, 12 jet tempur Mirage bekas pakai, 4 kapal perang heavy fregate dan 2 kapal selam serbu sudah sangat realistis untuk mengejar ketertinggalan minimum essential force sampai tahun 2024. Peningkatan infrastruktur tempur alutsista eksisting  juga sedang berlangsung. Bung Tomo Class bergantian di upgrade, juga beberapa kapal cepat rudal termasuk KRI Golok 688 dipersenjatai dengan rudal canggih. Jet tempur F16 dan T50 dimodernisasi kemampuan tempurnya. Radar GCI di sejumlah titik diperbaharui. Dan ini yang terpenting, instrumen network centric warfare dari Scytalys Yunani dengan kemampuan interoperability tiga angkatan sedang dibangun. Semuanya patut kita syukuri.

****

Jagarin Pane / 20 Agustus 2022