Saturday, October 14, 2023

Antara Skala Prioritas Dan Kebutuhan Alutsista

Pada sambutan hari ulang tahun TNI ke 78 tanggal 5 Oktober 2023 di Monas Jakarta, Presiden Joko Widodo menyebut skala prioritas penguatan alutsista TNI yang harus sesuai dengan kebutuhan. Dan harus menyesuaikan dengan anggaran negara. Pernyataan ini perlu kita garis bawahi. Sementara seremoni ulang tahun pengawal republik begitu semarak, meriah dan bermarwah. Berbagai atraksi militer digelar mulai dari unjuk kebolehan jupiter team, collibri menari, raungan jet tempur F16 sampai defile parade pasukan dan alutsista memamerkan diri di jalan protokol Jakarta. Sambutan khalayak sangat membanggakan. Inilah satu-satunya institusi negara yang berdasarkan survey mendapat tingkat kepercayaan tertinggi dari masyarakat Indonesia.

Nah, kalau kita bicara soal skala prioritas penguatan alutsista, semuanya bermuara pada kebutuhan yang mendesak. Karena kebutuhan TNI akan terpenuhinya ketersediaan alutsista tiga matra sampai saat ini belum memenuhi kriteria minimal. Oleh sebab itu sejak tahun 2010 pemerintah membuat rencana strategis lima belas tahun.  Namanya program minimum essential force (MEF) TNI. Ini bukan soal mau ada perang atau tidak. Ini soal pemenuhan kebutuhan gizi alutsista. Sekarang sudah memasuki jilid tiga (2019-2024]. Kebutuhan minimal yang menjadi target sampai saat ini belum tercapai. Contoh, ketersediaan 4 kapal selam saat ini belum sebanding dengan luasnya perairan Indonesia, negara kepulauan terbesar di dunia. Belum lagi soal kegaharan kapal selam Nagapasa Class. Negeri Singapura yang mungil saja saat ini sudah memiliki 6 kapal selam canggih dan mempunyai kemampuan detterent effect. Indonesia minimal harus memiliki 8 kapal selam kelas srigala, bukan sekedar kelas anjing kampung.

Mari kita telusuri fakta soal kekurangan ketersediaan alutsista TNI dalam beberapa hot spot history. Ketika pasukan Indonesia memasuki Dili Timor Timur akhir Desember 1975, penerjunan ratusan pasukan TNI melalui pesawat-pesawat Hercules tidak mendapat perlindungan dari jet tempur. Banyak korban. Dalam kurikulum pertempuran untuk menduduki suatu wilayah harus didahului dengan pengeboman pembersihan. Mengapa tidak ada perlindungan dari jet tempur karena kita kekurangan alutsista ini setelah era jet tempur Mig berakhir. Sementara hibah 23 jet tempur F86 Sabre dari Australia minus persenjataan alias kopongan. Di laut pendaratan pasukan marinir di pantai Dili didahului tembakan meriam beberapa KRI. Yang "membantu" suasana pertempuran adalah iklim sekitar yang mendukung. Pasukan Indonesia menyerbu Timor Timur setelah Presiden AS Gerald Ford meninggalkan Jakarta. Australia pun bilang monggo kerso. Intinya jangan sampai Timor Timur dikuasai Fretilin yang berhaluan komunis, waktu itu.

Masih di era tahun tujuh puluhan, berdasarkan laporan intelijen, China sedang berupaya mengklaim Natuna sebagai miliknya. Meski waktu itu belum ada nine dash line dan kekuatan militer China masih belum apa-apa. Walaupun belum apa-apa, nyatanya pasukan China berhasil mengalahkan pasukan Vietnam dalam pertempuran laut di kepulauan Paracel Januari 1974. Jakarta menyikapi klaim terhadap Natuna dengan sedikit kepanikan lalu mengirim destroyer KRI Samadikun ke Natuna. Mengapa Jakarta panik karena pada waktu itu di Natuna belum punya alat bantu deteksi atau radar militer. Benar-benar telanjang. Pada saat yang bersamaan kekuatan angkatan laut dan angkatan udara Indonesia sangat terbatas. Beberapa tahun berselang dengan crash program radar militer sudah beroperasi di Natuna.

Soal Ambalat, semua sudah tahu tentang manuver angkatan laut Malaysia pada saat kekuatan militer Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Benar-benar membuat emosi anak negeri waktu itu antara tahun 2005-2008. Gesekan kapal perang kedua negara membuat hubungan diplomatik terkena elnino panas. Ketersediaan alutsista TNI yang mengalami embargo membuat jiran sebelah merasa diatas angin. Namun setelah program MEF berjalan, penguatan armada angkatan laut dan udara Indonesia semakin meningkat. Saat ini sudah tidak ada lagi provokasi dan manuver kapal perang Malaysia di Ambalat. Meski sebenarnya kekuatan militer Indonesia belum mencapai kriteria minimal yang dibutuhkan. Untungnya pada periode tahun 2010 sampai sekarang Malaysia tidak mengalami pertumbuhan alutsista strategis yang signifikan.

Program MEF adalah skala prioritas karena kebutuhan minimal alutsista TNI belum terpenuhi. Artinya MEF adalah program mengejar kebutuhan minimal yang diperlukan untuk ketersediaan senjata tentara kita. Luas wilayah negeri ini seluas Eropa, posisinya strategis. Negara kepulauan terbesar ini mestinya mempunyai aset jet tempur dan kapal perang yang memadai sebanding dengan luasnya wilayah. Apalagi saat ini ada ancaman nyata klaim perairan ZEE Natuna. Mari kita sikapi dengan jernih modernisasi militer Indonesia. Bahwa program MEF adalah skala prioritas untuk memenuhi kebutuhan alutsista minimal yang diperlukan tentara dalam menjaga teritori negara. Oleh sebab itu tidak perlu kaget mengapa selama 4 tahun terakhir penguatan alutsista seperti jor joran. Karena kita berkejaran dengan waktu dan dinamika konflik kawasan. Apalagi karena program MEF periode sebelumnya belum optimal dalam pelaksanaannya.  

Investasi pertahanan selama 4 tahun terakhir menyentuh angka anggaran US $ 25-30 milyar. Dana besar ini untuk pembelian berbagai jenis alutsista strategis dalam rangka membangun manajemen perisai trisula nusantara untuk 25 tahun ke depan. Sekilas terlihat fantastis tapi ini kan untuk membangun investasi pertahanan kita yang tertinggal. Bangunan utamanya menguatkan fondasi tempur AL, AU dan AD based on interoperablity and network centric warfare. Masing-masing matra tidak lagi berdiri sendiri, jalan sendiri, nembak sendiri. Semuanya harus membangun manajemen tempur modern, sinergitas dengan kemampuan teknologi terkini. Semuanya untuk memastikan bangunan pertahanan teritori negeri kuat dan disegani. Sekali lagi ini bukan soal mau perang atau tidak dan kalaupun terjadi perang kita sudah siap. Catatannya kalau militer sebuah negara kuat, negara lain akan berhitung ulang untuk melecehkan teritorinya apalagi ngajak perang.

Ketersediaan aset alutsista dalam jumlah yang mencukupi hukumnya "fardu kifayah" dan pemerintah adalah penanggung jawabnya. Pemenuhan kebutuhan ini bagian dari upaya preventif, upaya pencegahan, agar negara tidak diremehkan negara lain. Maka soal skala prioritas pemenuhan alutsista TNI adalah kebutuhan, bukan jor-joran, bukan show of force. Ini yang harus kita pahami. Pembangunan kekuatan ekonomi negeri kita terus berlangsung. Sejalan dengan itu perkuatan alutsista TNI juga harus berjalan. Seiring sejalan. Marwah kesejahteraan adalah kemampuan membangun pertumbuhan ekonomi dan sebaran pemerataannya. Sementara marwah eksistensi negeri adalah kemampuan membangun kekuatan pertahanan. Indonesia saat ini menjalankan keduanya dengan semangat menuju Indonesia maju, menuju Indonesia sejahtera. Keduanya adalah skala prioritas dan kebutuhan.

****

Jagarin Pane / 14 Oktober 2023