Monday, July 25, 2022

Benua Biru Lebam Membiru

Ironi sekali, sebuah "real estate" paling maju, modern, megah dan berjaya selama hayat dikandung badan, sebuah komunitas antarbangsa kelas "sultan" di ekosistem benua biru yang makmur sejahtera terjadi malapetaka pertempuran dahsyat yang mempermalukan diri sendiri dan lingkungannya. Celakanya lagi tidak ada upaya totalitas secara sistem di bumi bulat bundar ini untuk menghentikannya. PBB tidak punya taring, yang ada hanya gigi susu. Yang terjadi justru saling menyulut, saling melotot, saling menghasut, saling membombardir demi gengsi harga diri. Jadilah benua biru makin lebam dan Ukraina pun babak belur membiru.

Pertempuran hebat ini adalah mahakarya sutradara protagonis dalam episentrum hegemoni pemilik kebenaran subyektivitas. Dan lawannya adalah warisan dari detente empat dekade yang tersisa, yang dianggap sebagai antagonis dari semua pasal-pasal pembenaran produk klub pemenang detente. Dan lokasi perang teknologi tinggi ini ada di sebuah benua bangsawan yang menjadi kiblat dan induk lompatan teknologi, Eropa. Luar biasa. Begitulah aslinya definisi hegemoni yang tidak pernah puas dengan hasrat ekspansi berbasis suudzon dan kepentingan sepihak untuk menguatkan paku status quo.

Padahal saat ini sudah tidak ada lagi lawan tanding yang setara after the end of cold war era. Tidak ada lagi musuh strategis NATO di Eropa, sudah bergeser ke Indo Pasifik. Akhirnya yang terjadi kemudian adalah menepuk air didulang terpercik muka sendiri. Maksud hati ingin memeluk Ukraina apa daya sikil beruang merah ikut terinjak. Dikira lawannya keder dengan gertakan, ternyata yang dihadapi adalah tembok besar bernyali kuat dengan arsenal nuklir terbesar. Nasi telah menjadi bubur ayam dan yang "menikmati" sajian ini adalah decision maker protagonis dan antagonis. 

Sajian lain dari pahitnya bubur ayam tadi adalah krisis energi dan pangan yang berimbas ke segala penjuru mata angin. Inflasi tinggi menerjang bagai rob musim kemarau dan salah satu korban kolapsnya adalah Sri Lanka dan Haiti. Semua negara pasang kuda-kuda tidak terkecuali Indonesia. Kabar baiknya negeri kita-kata IMF dan lembaga keuangan internasional-punya fundamen ekonomi yang kuat. Sejauh ini pertumbuhan ekonomi semester I tahun 2022 ada di angka 5,1% dan inflasi 3,2%. Rasio hutang terhadap PDB 42%. Neraca perdagangan surplus besar, ditopang oleh produk ekspor primadona batubara, nikel dan CPO yang meroket harganya.

Lalu mengapa dunia tidak bergerak melakukan inisiatif perdamaian dari pertempuran paling mematikan di benua biru ini. Sudah lima bulan tanpa jeda dentuman menggema, meluluhlantakkan. Jutaan orang sudah mengungsi. Bisa dibayangkan betapa menderitanya puluhan ribu rumah tangga keluarga Ukraina yang tercerai berai. Ini merupakan episode perjalanan berbangsa dan berdunia yang paling konyol dan primitif di abad milenial. Komunitas antarbangsa Eropa yang berada di era teknologi dan literasi digital dengan kemampuan beyond visual range dan mampu "melipat" bumi, justru terjebak dalam  jaring konflik bergaya primitif. Dan seakan berlaku hukum rimba, adu kuat dan adu banteng. Siapa kuat dia yang menang.

Insiatif perdamaian Presiden Jokowi sempat membuka setitik cahaya pencerahan. Kedatangan RI-1 beserta nyonya ke Kiev dan Moskow menjadi catatan harapan dunia. Ikut sertanya first lady Indonesia mendatangi medan konflik melambangkan pesan kemanusiaan sesungguhnya. Dan ini menjadi catatan terbaik dalam kacamata pemberitaan internasional dari perjalanan paling beresiko seorang Presiden RI dan istri untuk inisiatif perdamaian. Namun sejauh ini belum ada  sinar terang gencatan senjata untuk menghentikan dentuman berbagai jenis alutsista racikan teknologi terkini.

Krisis energi dan pangan sudah meninggi tensinya dan diprediksi akan membuat lumpuh perekonomian di sejumlah negara. Sementara jeda pertempuran fisik Rusia-Ukraina tidak terjadi, terus berlangsung seru. Di Teheran kemarin ada pertemuan tingkat tinggi segitiga Iran, Rusia dan Turki. Sambutan Iran terhadap Vladimir Putin luar biasa sekaligus menyampaikan second opinion soal Ukraina. Bahwa jika Rusia tidak berinisiatif mengambil Krimea tahun 2014 pihak NATO yang akan mendudukinya. Logikanya "bersinergi" sebab salah satu poin penting invasi Rusia ke Ukraina adalah "akan direkrutnya" Kiev menjadi anggota NATO. Dan itu berarti head to head dengan Moskow. 

Ada Kabar terkini pipa gas Rusia Nord Stream I trans Eropa sudah mulai mengalirkan gas ke Uni Eropa. Syarat mengalirnya karena penghuni "real estate" nya melunakkan sanksi kepada Moskow, dengan membuka blokiran bank papan atas Rusia dan pencairan dana untuk transaksi pangan dan energi. Jadi ingat lirik lagu "kau yang mulai kau yang mengakhiri". Sejauh ini Kremlin secara de facto memenangkan pertempuran energi dan pangan terhadap Uni Eropa. Meski di sektor pemberitaan dan opini on the spot medan pertempuran,  Rusia kalah publikasi. Karena mayoritas media mainstream dunia termasuk medsos dikuasai mutlak oleh Barat. Lihat saja pemberitaan CNN Indonesia yang punya networking dengan CNN Internasional.

Kita tidak tahu kapan pertempuran ini mereda. Tapi jika dibiarkan berlarut dan sengkarut akan menjadi krusial manakala semua energi pertempuran konvensional terkuras habis. Belum lagi jika Rusia semakin dijepit dengan real war dan proxy war. Dalam doktrin pertahanan Rusia disebut jika wilayah teritorinya termasuk Ukraina Timur dan Krimea yang dikuasai saat ini, mendapat gempuran hebat dari Ukraina maka Rusia berhak dan sah melakukan counter attack dengan serangan nuklir. Dan kalau ini terjadi bisa dipastikan meletus Perang Dunia ketiga. Dan semua yang dicapai umat manusia menjadi sia-sia. Dan semua yang dilakoni umat manusia game over, termasuk literasi digital yang sedang dibaca ini.

****
Jagarin Pane / 25 Juli 2022