Friday, February 25, 2022

Rusia Menyerbu NATO Terpaku

Terbukti memang peribahasa tong kosong nyaring bunyinya, air beriak tanda tak dalam. Sepintas itulah potret kontemporer NATO dan AS yang selalu umbar statemen, mengancam, akan dibeginikan akan dibegitukan, akan diberi sanksi, menggertak dan menghasut. Ketika Vladimir Putin memperlihatkan taring militernya dan menyerbu Ukraina kemarin, aliansi militer NATO dan AS terdiam terpaku bahkan terpukau terperangah. Inilah perang terbuka dan terhebat sejak perang dunia kedua di Eropa hasil dari sistem dan akomodasi hasutan, propaganda, iming-iming dan bujukan sebuah aliansi militer yang tak pernah puas dengan kemenangan.

AS dan NATO sebenarnya sudah memenangkan perang dingin dengan bubarnya Pakta Warsawa 31 Maret 1991 yang membelah Eropa dan dilanjut dengan tamatnya  negara Uni Sovyet 25 Desember tahun 1991. Bayangkan hanya dalam kurun waktu tidak lebih setahun dua kekuatan militer yang bersenyawa menjadi salah satu dari dua kekuatan super power dunia bercerai dan  tumbang.  Kita bisa saksikan pada waktu cold war pergelaran ribuan tank dan senjata nuklir di sepanjang perbatasan negara NATO dan Pakta Warsawa di Eropa. Ukraina pada waktu itu bagian dari Uni Sovyet dan di wilayah itu ditempatkan ribuan senjata nuklir untuk menghancurkan Eropa.

Negara pecahan Uni Sovyet yang terkuat adalah Rusia kemudian Ukraina di sebelah barat Moskow. Yang lain adalah Belarusia, Estonia, Lithuania, Moldova, Georgia, Latvia. Di selatan ada Armenia, Azerbaijan, Kazakhstan, Kyrgiyzstan, Tajikistan, Turkmenistan dan Uzbekistan. Ukraina secara geostrategis dan geopolitik menjadi rebutan pengaruh antara Rusia dan NATO. Padahal secara fakta di lapangan tidak ada lagi pertarungan dua super power. Tidak ada lagi ancaman perang besar. NATO dan AS menjadi satu-satunya kekuatan super di dunia sebelum munculnya China satu dekade terakhir.  Namun nyatanya NATO masih terus memperluas keanggotaannya.

Ukraina sejah berpisah dari Uni Sovyet seperti lupa kacang akan kulitnya. Dan kondisi ini persis sama dengan framing terhadap Polandia pada waktu perang dingin. Perubahan pemerintahan di Polandia dengan kemenangan partai buruh pimpinan Lech Walesa adalah awal kehancuran Pakta Warsawa dari dalam. Pembusukan dari dalam. Warsawa adalah nama ibukota Polandia dan dari Warsawa pula teori domino runtuhnya pakta militer paling menakutkan di dunia yang dilanjut dengan runtuhnya Uni Sovyet tahun 1991 dan Yugoslavia tahun 1992. Sepuluh tahun terakhir Ukraina "digarap" agar mbalelo dan membelakangi Rusia. Ini yang menusuk harga diri dan kehormatan Rusia. Dan demi harga diri itu Vladimir Putin menyerbu Ukraina. Siapa pun itu kalau terus menerus dijepit, diberi sanksi ini sanksi itu, disudutkan, dihasut, dikerdilkan dia akan keluar dan berteriak. Rusia ada di posisi itu.

NATO dan AS yang sudah memenangkan pertarungan "dua super power" dengan bubarnya Pakta Warsawa, terus melebarkan sayapnya ke Eropa Timur. Saat ini sudah mencapai 30 negara Eropa termasuk negara pecahan Uni Sovyet Lithuania, Latvia dan Estonia. Sementara negara bekas Pakta Warsawa yang masuk pelukan NATO adalah Polandia, Ceko, Slovakia, Rumania, Albania dan Kroasia. Masih kurang juga tuh menambah anggota baru untuk kepentingan hegemoni. Lalu membujuk dan mengiming-imingi Ukraina untuk masuk NATO. Inilah yang kemudian membuat Rusia marah besar. 

Wilayah Ukraina ada di depan hidung Moskow, artinya di mata Rusia, Ukraina menjadi negara yang tak menghargai etika bertetangga secara historis. Dari sudut pandang strategi militer jika Ukraina bergabung dengan NATO maka kondisi ini akan direct head to head dengan Moskow. Kudeta di Ukraina tahun 2014 diyakini adalah hasil karya framing hasutan intelijen atas nama demokrasi. Menggulingkan pemimpin yang pro Rusia dan digantikan dengan yang pro Barat. Rusia jelas tidak dapat menerima perubahan itu lalu tanpa banyak cakap menganeksasi semenanjung Crimea. Tidak ada bantuan dan penyelamatan dari NATO saat itu. Baru kemudian AS memberlakukan sanksi kepada Rusia dengan Undang-Undang CAATSA. Dengan CAATSA ini pula Indonesia gagal mendapatkan jet tempur canggih Sukhoi SU35 dari Rusia.

Serbuan Rusia ke Ukraina memberikan pelajaran untuk kita dan kawasan Indo Pasifik. Kita tidak bisa terlalu berharap banyak mendapat bantuan dari pakta militer AUKUS (Australia, United Kingdom, USA). Natuna harus kita perkuat dengan kekuatan sendiri. Pengadaan alutsista strategis berupa 42 jet tempur Rafale, 36 jet tempur F15 ID, 16 kapal perang heavy fregate, 2 kapal selam, satelit militer dan lain lain tidak perlu diperdebatkan. Ini investasi pertahanan extra ordinary. Rencana strategis Kementerian Pertahanan sudah memprediksi kondisi terburuk. Ukraina ternyata sendirian digebuk Rusia, babak belur, bonyok dibiarkan. NATO dan AS terdiam padahal selama ini paling jagoan umbar pernyataan. China pasti membaca pesan militer ini dan bisa saja mengambil kesempatan menyerang Taiwan karena AS dan sekutunya lagi mati angin di Ukraina.  Makanya kewaspadaan perlu kita tingkatkan seoptimal mungkin di Natuna, tentu dengan kekuatan sendiri dan rasa percaya diri.

****

Jagarin Pane / 25 Februari 2022