Sempat bertanya dalam hati untuk apa PM Malaysia Anwar Ibrahim melakukan kunjungan kenegaraan singkat sehari ke Jakarta Jumat tanggal 27 Juni 2025. Karena belum sebulan Presiden Prabowo berkunjung ke Kuala Lumpur menghadiri KTT ASEAN. Termasuk kunjungan Prabowo ke Malaysia tanggal 9 Januari 2025, tanggal 27 Januari 2025 dan tanggal 6 April 2025. Sementara PM Anwar Ibrahim sebelumnya ikut menyaksikan pelantikan Presiden Prabowo di gedung DPR / MPR Jakarta Oktober tahun lalu. Dari konferensi pers kemudian baru diketahui ternyata ada kesepakatan diplomatik strategis antara kedua negara serumpun. Perairan Blok Ambalat yang menjadi sengketa di perbatasan kedua negara di Kalimantan Utara dan Sabah, akan dikelola bersama dalam eksplorasi dan eksploitasi sumber daya energi fosil.
Kesepakatan diplomatik tingkat tinggi kedua negara ditengah dinamika geopolitik kawasan yang mudah meledak saat ini, dalam perspektif kita menjadi cara pandang relaksasi, untuk meredakan ketegangan. Dalam perang dingin era NATO vs Pakta Warsawa dikenal dengan istilah detente. Kesepakatan ini mungkin saja bisa menular ke negara anggota ASEAN lainnya seperti Thailand dan Kamboja yang bersitegang perbatasan di Aranyaprathet. Sebagaimana diketahui perairan Ambalat menjadi sengketa tumpang tindih zona ekonomi eksklusif (ZEE) kedua negara. Saat ini secara defacto militer Indonesia mengontrol penuh perairan laut dalam ini dengan pengerahan 4-5 KRI sepanjang tahun, patroli udara, UAV dan pasukan marinir. Termasuk sering melakukan latihan militer gabungan terintegrasi.
Kilas balik selama dua puluh tahun terakhir ini ketika konflik Ambalat mulai memanas bisa menjadi catatan sejarah. Kesimpulannya adalah kita bertetangga dengan jiran yang arogan manakala alutsista kita belum memadai. Adalah jiran sebelah yang merasa diatas angin dengan lepasnya Sipadan dan Ligitan dari Indonesia melalui Mahkamah Internasional akhir tahun 2002 di Den Haag. Kemudian melakukan show of force, unjuk kekuatan militer dan provokasi. Pada saat yang sama kekuatan alutsista kita utamanya kekuatan udara kalah jumlah dan kalah kualitas. Kondisi ini diperparah dengan embargo alutsista dari AS dan Inggris. Juga bencana tsunami dahsyat di Aceh yang memerlukan perhatian serius. Termasuk kondisi ekonomi yang belum pulih sejak krisis keuangan tahun 1998 yang berakhir dengan pergantian pemerintahan.
Malaysia yang saat itu punya kekuatan matra udara dengan 18 jet tempur Sukhoi, 18 Mig 29, 8 Hornet, 16 F5E Tiger dsn 32 Hawk merasa lebih superior dari Indonesia. Ketika 4 pesawat baling-baling OV10 Bronco TNI AU melakukan patroli di perbatasan, Malaysia mengerahkan 3 jet tempur F5E Tiger untuk mengusir Bronco. Angkatan Laut Malaysia juga melakukan manuver dan provokasi berkali-kali di mercusuar Karang Unarang. Yang paling menyesakkan adalah ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melakukan kunjungan ke Karang Unarang dengan KRI Untung Suropati 372 tiba-tiba melintas rendah pesawat patroli Malaysia diatas konvoi beberapa KRI. Beberapa insiden pelecehan inilah yang kemudian menyadarkan pemerintahan presiden SBY untuk memperkuat TNI dengan program strategis MEF (minimum essential force) mulai tahun 2010. Termasuk mengantisipasi dinamika Laut China Selatan (LCS) yang mulai beriak.
Saat ini kekuatan militer Indonesia sudah jauh mengungguli kekuatan militer Malaysia di semua matra. Program MEF selama 15 tahun ini mampu mengangkat dan menguatkan postur militer Indonesia. Termasuk membangun industri pertahanan dalam negeri. Sementara program penguatan militer Malaysia justru stagnan selama sepuluh tahun terakhir karena pemerintahan yang tidak stabil. Apalagi kita sudah memiliki pangkalan militer trimatra di Natuna. Andai saja terjadi konflik terbuka dengan Malaysia di Ambalat, pangkalan militer Natuna diniscayakan mampu memblokade jalur militer Malaysia dari Semenanjung ke Sabah. Uniknya Malaysia ini, Semenanjung dengan Sabah dan Sarawak dipisah LCS. Adanya klaim nine dash line China dan kepulauan Natuna Indonesia membuat Malaysia Barat dan Malaysia Timur benar-benar terputus secara geografi.
ZEE bukanlah kedaulatan teritori. Tetapi hak berdaulat negara kepulauan dan negara pantai untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya alam didalamnya. Dalam radius 200 mil perairan dari pantai air surut pulau terjauh sebuah negara. Keputusan bersama Indonesia-Malaysia untuk kerjasama eksplorasi dan eksploitasi sumber daya energi tak terbarukan di Blok ND-6 dan ND-7 Ambalat yang menjadi sengketa, menjadi terobosan diplomatik simpatik. Meski tetap harus berhati-hati. Kesepakatan ini berarti kedua negara lebih mengutamakan azas manfaat, simbiosis mutualistis pragmatis. Dalam ruang yang lebih luas bagaimanapun Indonesia dan Malaysia bertetangga seumur hidup karena takdir sejarah. Dengan banyak persamaan diantara keduanya, termasuk kultur dan nasab orang-orang Malaysia. Sementara penyelesaian sengketa memerlukan waktu puluhan tahun. Sekarang saja sengketa sudah berlangsung lebih dua puluh tahun. Tidak ada kemajuan apapun. Konflik berkepanjangan tentu kontra produktif bagi kedua negara.
Kesepakatan ini menjadi kredit poin untuk Anwar Ibrahim di pemerintahannya. Termasuk dalam penguatan posisi politiknya yang mendapat dukungan penuh Yang Dipertuan Agong Malaysia. Seperti kita ketahui Anwar menjadi PM Malaysia karena mendapat restu total dari Raja Malaysia ditengah koalisinya yang rapuh. Karena sebelumnya roda pemerintahan di Malaysia tidak stabil dengan seringnya terjadi pergantian PM. Penyebabnya koalisi partai politik yang "mudah mutung", transaksional dan saling menjatuhkan. Malaysia dibawah kepemimpinan Anwar Ibrahim saat ini bisa merajut kembali penguatan militer Malaysia yang stagnan selama 1 dekade. Pembangunan kapal perang Maharajalela Class dapat berlanjut setelah terkatung-katung selama 10 tahun. Juga penguatan AU Malaysia mulai menampakkan jalan terang dengan pembelian jet tempur ringan dari Korsel Fa50. Sementara proses akuisisi 30 jet tempur Super Hornet bekas pakai Kuwait sudah menunjukkan kemajuan karena ada persetujuan dari AS.
Detente di Ambalat sebangun dengan detente di LCS antara Indonesia dengan China yang sudah lebih dulu berjalan. Semuanya untuk membangun kerjasama eksplorasi dan eksploitasi. Sekaligus membangunkembangkan saling percaya secara bilateral. Sembari tentunya terus melakukan upaya-upaya diplomatik untuk penyelesaian win-win solution. Dan itu memerlukan durasi to be continued. Jalan tengah dengan kerjasama untuk kepentingan bersama dan manfaat bersama adalah momentum penggunaan waktu. Agar tidak tersita manakala sumber daya energi fosil semakin terbatas. Pilihan Indonesia untuk bekerjasama dengan Malaysia di Ambalat adalah langkah pragmatis. Sekaligus bermanfaat mendinginkan suhu permusuhan yang berlebihan. Karena ini tidak menyentuh wilayah teritorial kedaulatan. Konflik bersenjata Rusia-Ukraina, India-Pakistan, Iran-Israel, Thailand-Kamboja menghasilkan kehancuran dan tidak menyelesaikan masalah.
Pengalaman bertetangga ketika alutsista kita belum memadai adalah pelajaran berharga. Kalau militer kita tidak kuat, negara lain mudah melecehkan. Oleh karena itulah kita bangkit dan berlari mengejar ketertinggalan. Indonesia sudah dan sedang melakukan penguatan alutsista teknologi terkini. Bahkan saat ini penguatan alutsista kita semakin total football dan extra orfinary. Semua ini dilakukan karena kita memiliki wilayah laut dan darat yang luas dan sangat kaya sumber daya alam. Investasi pertahanan adalah upaya untuk menjamin kepastian perlindungan sumber daya alam, kesejahteraan rakyat dan eksistensi bangsa. Beragam jenis investasi alutsista sudah banyak yang datang. Masih banyak yang segera datang seperti 42 jet tempur Rafale, 2 heavy fregate Brawijaya Class, 2 heavy fregate Merah Putih, 2 kapal OPV, 1 kapal intelijen bawah air, 24 radar GCI, 2 pesawat A400M. Dan masih banyak yang lain
Detente di Ambalat dan LCS menjadi catatan diplomatik "wasathiyah", moderasi dan mengambil jalan tengah untuk keadilan bersama. Lebih mengutamakan azas manfaat dan pragmatis. Pada saat yang sama dan seiring azas manfaat, kita tetap melanjutkan perundingan untuk memastikan penyelesaian sengketa. Peredaan ketegangan merupakan bagian dari relaksasi diplomatik yang memang diperlukan. Karena semua sengketa atau klaim tumpang tindih antar negara tidak dapat diselesaikan dengan konfrontasi. Harus dengan perundingan, dan itu memerlukan waktu puluhan tahun. Bahkan sengketa Kashmir antara India-Pakistan seusia dengan umur eksistensi kedua negara. Dan ribut terus. Mengelola bersama sumber daya ekonomi di wilayah sengketa kedua negara, Indonesia dan Malaysia adalah simbol persahabatan dua negeri nusantara. Meski bersengketa tetap mengedepankan semangat kerjasama untuk kemashlahatan bersama.
****
Jagarin Pane / 28 Juni 2025