Monday, November 13, 2023

Bersiaga Penuh Meski Ada Hiruk Pikuk

Hiruk pikuk menyambut Pilpres dan Pileg Pebruari 2024 di dalam sebuah rumah gadang yang bernama Indonesia tentu sangat menyita energi anak bangsa. Sehingga bisa saja banyak yang tidak peduli dengan dinamika kawasan yang semakin mengkhawatirkan. Bahkan banyak pula warga bangsa yang tidak tahu ketika malam gelap gulita, ketika ratusan juta penduduk negeri ini terlelap dalam tidur sirkulasi, ada sekian ribu tentara dan sejumlah alutsista bersiaga penuh di seluruh penjuru negeri. 

Di ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) 1, 2, 3 ada belasan KRI menjalankan misi patroli menjaga marwah teritori perairan Indonesia. Puluhan satuan radar TNI AU yang tersebar di pelosok negeri menjadi mata dan telinga republik, mendeteksi segala bentuk ancaman melalui udara. Paralel dengan itu sejumlah jet tempur bersiaga di Air Force Base. Dan sejumlah KRI bersiaga di Navy Base. Indonesia mempunyai banyak lapangan terbang dan pelabuhan laut. Infrastruktur ini sangat mendukung mobilitas pergerakan jet tempur dan kapal perang kita.

Pasukan TNI AD dengan kekuatan belasan batalyon bersiaga di sepanjang ribuan kilometer border Kalimantan, NTT dan Papua. Demikian juga dengan pasukan marinir TNI AL bersiaga mengawal pulau-pulau terluar Indonesia. Seperti pulau Rondo di ujung Aceh, pulau Berhala di selat Malaka, pulau Nipah di selat Singapura. Juga pulau Miangas dan pulau Marore di Sulawesi Utara, pulau Rote di NTT, pulau Fani dan pulau Fanildo di Papua. Kepulauan Natuna dikawal ketat, Ambalat juga demikian. Sementara di Papua ribuan pasukan gabungan TNI dan Polri melakukan operasi keamanan dalam negeri. Semuanya berjalan di tengah dinamika politik dalam negeri saat ini yang mulai bergemuruh.

Untuk mendukung kesiagaan termasuk mengantisipasi cuaca ekstrim sangat wajar jika para pengawal republik mempunyai alat pukul palu besi. Bukan alat pukul gebuk kasur. Dan semuanya harus dipersiapkan sedini mungkin. Jangan sampai sudah kemalingan baru pasang teralis besi di jendela rumah. Sudah hilang marwahnya. Misalnya alat pukul analog "gebuk kasur" 41 KRI yang masih berfungsi, ditingkatkan kemampuan tempurnya dengan teknologi digital dan rudal. Program extra ordinary kementerian pertahanan saat ini adalah menguatkan infrastruktur tempur 41 KRI striking force TNI AL.

Maka kita menyambut gembira kerjasama lintas negara untuk teknologi navigasi dan elektronika dalam rangka kerjasama menggaharkan 41 KRI eksisting. Kementerian Pertahanan sudah menunjuk PT PAL sebagai lead integrator atau kontraktor utama untuk program besar ini. Kemudian PT PAL melakukan kerjasama dengan galangan kapal swasta nasional. Saat ini ada 8 KRI yang sedang "operasi caesar", dibedah jeroannya. Infrastruktur gebuk kasur diganti dengan alat pukul palu besi.

Untuk teknologi navigasi dan elektronika 41 KRI striking force, perusahaan asal Jerman, Auschutz teken kontrak tanggal 9 Nopember 2023 yang lalu dengan PT Cipta Teknologi Persada Bandung sebagai mitra lokal. Kapal perang yang menjadi obyek penggaharan teknologi navigasi dan elektronika adalah FPB Class, Parchim Class, Fatahillah Class, Clurit Class, Diponegoro Class, Bung Tomo Class dan Martadinata Class. Juga termasuk 4 kapal selam.  

Untuk KRI yang relatif masih baru hanya penambahan sistem navigasi dan komunikasi. Sepertinya Parchim Class dan Fatahillah Class berdasarkan kontrak multi years ini akan diinstal rudal surface to surface (SSM) dan combat management system (CMS). Termasuk repowering dan daya jelajah. Dalam inventory aset TNI AL masih ada 12 unit KRI Parchim Class yang bisa diandalkan dalam armada tempur TNI AL.

Tipikal teritori perairan Indonesia ini sangat unik. Ada perairan halaman dalam rumah, ada juga perairan halaman luar rumah. Yang halamannya di dalam rumah misalnya laut Jawa, selat Karimata, selat Makassar, selat Bali, selat Lombok, laut Banda. Yang halamannya di luar rumah adalah selat Malaka, laut Natuna Utara, laut Sulawesi, laut Arafuru, samudra Hindia. Meski kita punya halaman perairan dalam rumah, kapal-kapal niaga dan kapal perang asing boleh dan sah melintas di perairan yang disebut ALKI.

Ada ALKI 1 yang meliputi selat Malaka, selat Sunda, laut Jawa, selat Karimata dan laut Natuna Utara. ALKI 2 meliputi selat Lombok, selat Makassar, laut Sulawesi. ALKI 3 meliputi laut Arafuru, laut Banda, laut Maluku. Untuk mengawal ALKI di perairan dalam rumah, TNI AL sudah mempergunakan kapal perang jenis kapal cepat rudal (KCR) dan kapal patroli cepat (KPC).  KCR dan KPC ini semuanya relatif baru dan semuanya buatan dalam negeri. Pertumbuhan KCR dan KPC kita apresiasi karena logistik kesiapan operasionalnya ada di industri pertahanan dalam negeri.

Sedangkan untuk perairan luar rumah ada Bung Tomo Class, Diponegoro Class, Fatahillah Class, Martadinata Class dan Ahmad Yani Class. Tentu yang dijaga bukan hanya perairan Natuna. Perairan Ambalat dan Arafuru juga harus mendapat perhatian termasuk selatan Jawa. Luasnya area perairan negeri ini mengharuskan adanya ketersediaan kapal perang ukuran besar. Dan secara kuantitas TNI AL memang masih kekurangan kapal perang tonase besar.

Mengkalkulasi kebutuhan armada kapal perang TNI AL saat ini, selayaknya ada percepatan dalam bentuk penambahan kapal perang baru dan penggaharan KRI eksisting. Namanya juga percepatan ya harus cepat proses dan cepat datang, tahun depan harus sudah datang. Dan 2 unit kapal perang tonase besar yang digadang-gadang dari Italia sudah menjelang datang tahun mendatang. Selamat datang. Kadang-kadang yang belum pernah terpikirkan untuk diundang dalam perspektif kita, malah dia duluan yang datang.

Dinamika rumah tangga negeri yang berdemokrasi, suasana hangat menjelang pilihan raya dalam konteks politik praktis adalah "pesta argumen, pesta adu simpati" untuk menuju tampuk kekuasaan. Bagaimanapun politik kebangsaan adalah marwah yang tertinggi. Menjaga eksistensi NKRI, menguatkan marwah teritori, menguatkan persatuan dan kesatuan. TNI adalah garda terdepan yang selalu menjaga marwah politik kebangsaan negeri tercinta sepanjang usianya. Silakan hiruk pikuk berteriak di dalam rumah tapi jangan sampai ada yang berantakan di dalam rumah.

****

Jagarin Pane / 13 Nopember 2023


Wednesday, November 1, 2023

Beli Alutsista Cepat Saji

Biasanya dalam iklan baris ada kalimat : BU, dijual cepat. Maksudnya butuh uang, dijual cepat. Tapi khusus untuk membeli kapal perang cepat saji kira-kira analogi bunyi kalimatnya begini : BB, dibeli cepat. Butuh barang dibeli cepat. Kementerian Pertahanan Indonesia kembali melakukan inovasi pembelian alutsista strategis. Inovasi maksudnya adalah berupaya membeli kapal perang yang sudah diorder lebih dulu oleh negara pabrikan. Kabar rencana pembelian cepat saji 2 unit kapal perang PPA dari Italia yang sedang ramai dibicarakan sebenarnya mengikuti pola pembelian 12 jet tempur Mirage dari Qatar. Agar asetnya cepat datang.

Angkatan Laut Italia sudah memesan 7 kapal perang Pattugliatore Polivalente d'Altura (PPA) atau Multipurpose Offshore Patrol Vessel dari galangan kapal Fincantieri di Italia. Sudah ada 5 unit yang diserahkan ke Angkatan Laut Italia. 2 unit lainnya menyusul. Nah jika Kemenhan RI teken kontrak pembelian,  bisa langsung mengambil 2 unit kapal perang yang berbobot 4.900 ton dengan panjang 143 meter. Kemudian pemerintah Italia akan memesan 2 unit lagi ke Fincantieri sebagai penggantinya. Pola ini pernah digunakan Mesir ketika ingin membeli 2 kapal perang cepat saji Fremm Class dari Italia. Angkatan laut negeri Pizza itu sudah memesan 10 unit sebelumnya. Setelah akad jual beli, Mesir mendapatkan 2 unit dan Italia memesan 2 unit lagi ke galangan kapal Fincantieri.

Situasi Laut China Selatan (LCS) akhir-akhir ini semakin memprihatinkan. Kapal perang China barusan berseteru dengan kapal perang destroyer AS. Masing-masing kapal perang melakukan berbagai manuver berbahaya. Kemudian dengan Filipina, China melakukan upaya blokade logistik, untuk pasukan marinir Filipina yang bertugas di kapal perang LST Sierra Madre. Kapal perang ini sengaja dikandaskan Filipina sejak tahun 1999 di perairan kepulauan Spratly sebagai taktik cerdas Manila. Jadilah Sierra Madre sebagai pos intai garis depan Filipina dan dijaga pasukan marinir. Perkembangan terakhir tidak lagi kapal Coast Guard kedua negara, China dan Filipina yang saling sembur meriam air. Tapi kapal perang kedua negara mulai dikerahkan. China ingin LST Sierra Madre ditarik pulang. Filipina  tidak berkenan karena wilayah itu miliknya, sah secara hukum laut internasional.

Mengapa Indonesia berupaya membeli kapal perang dengan cara "menggunting" orderan negara pabrikan. Jawabnya untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak. Seperti kita ketahui saat ini PT PAL sedang membangun 2 kapal perang heavy fregate canggih di Surabaya. Durasi penyelesaiannya memerlukan waktu 4-5 tahun. Artinya paling cepat baru pada tahun 2026 kapal perang terbesar ini selesai. Sementara untuk mengantisipasi dinamika LCS yang semakin ruwet mau tidak mau harus ada tambahan ketersediaan kapal perang untuk memperkuat armada TNI AL di Natuna. Apalagi saat ini ada program modernisasi puluhan KRI berbagai jenis. Ini mengurangi ketersediaan KRI yang siap operasi. Program extra ordinary Kemenhan ini adalah untuk mempercepat tambahan aset pertahanan armada TNI AL.

Alasan pembelian jet tempur Mirage kurang lebih sama. Penyelesaian order 42 jet tempur Rafale perlu waktu 4-5 tahun juga. Paling cepat tahun 2026 jet tempur multi peran ini datang. Masih lama. Maka untuk mengisi tambahan kekuatan skadron tempur TNI AU dengan durasi cepat saji, Indonesia membeli 12 jet tempur Mirage dari Qatar. Prediksi tahun depan Mirage sudah hadir memperkuat skadron tempur TNI AU. Pesawat tempur dari Qatar ini meski bekas, namun durasi jam terbang dan perawatannya masuk kategori "sultan". Dan sudah mendapat restu Perancis untuk dipergunakan pilot-pilot TNI AU. Sekaligus untuk membiasakan operasional jet tempur buatan Perancis.

Sampai saat ini andalan armada kapal perang TNI AL untuk bisa berwibawa mengawal Natuna bertumpu pada 2 KRI  Martadinata Class, 3 KRI Bung Tomo Class dan 4 KRI Diponegoro Class. Hanya 9 KRI ini yang relatif masih baru. Sementara  3 KRI Fatahillah Class buatan Belanda tahun 1982 baru dimodernisasi instrumen tempurnya. Dan 4 KRI Ahmad Yani Class sudah terhitung sepuh buatan Belanda tahun 1967. Sebenarnya TNI AL punya belasan kapal cabe rawit little but lethal yaitu kapal cepat rudal. Namun kapal Clurit Class dan Sampari Class ini lebih pas "bermain" di halaman dalam perairan kita seperti selat Malaka, selat Sunda, laut Jawa dan sekitarnya.

Melihat potensi kuat ancaman militer China dan karakter ekosistem perairan di Natuna dan LCS, Indonesia secepatnya harus mempersiapkan kapal perang minimal sekelas light fregate. Kapal perang jenis PPA yang ukuran badannya setara heavy fregate bisa menjadi opsi untuk hadir di Indonesia. Meski kita sebenarnya  berharap bisa mengakuisisi kapal perang Fremm Class yang punya kemampuan tempur multi dimensi. Kapal perang PPA tidak memiliki kemampuan tempur anti kapal selam. Tapi namanya lagi butuh dan mendesak, tidak ada rotan akar pun jadi. Dan ruang untuk memperoleh Fremm sebenarnya masih terbuka. Termasuk peta jalan untuk mendapatkan 2 kapal selam "herder" masih dalam proses. Khusus untuk penambahan armada kapal selam, sesuai motto Korps Hiu Kencana "Tabah Sampai Akhir". Tabah dan sabarlah, semua akan terpenuhi pada waktunya.

****

Jagarin Pane / 01 Nopember 2023

Saturday, October 14, 2023

Antara Skala Prioritas Dan Kebutuhan Alutsista

Pada sambutan hari ulang tahun TNI ke 78 tanggal 5 Oktober 2023 di Monas Jakarta, Presiden Joko Widodo menyebut skala prioritas penguatan alutsista TNI yang harus sesuai dengan kebutuhan. Dan harus menyesuaikan dengan anggaran negara. Pernyataan ini perlu kita garis bawahi. Sementara seremoni ulang tahun pengawal republik begitu semarak, meriah dan bermarwah. Berbagai atraksi militer digelar mulai dari unjuk kebolehan jupiter team, collibri menari, raungan jet tempur F16 sampai defile parade pasukan dan alutsista memamerkan diri di jalan protokol Jakarta. Sambutan khalayak sangat membanggakan. Inilah satu-satunya institusi negara yang berdasarkan survey mendapat tingkat kepercayaan tertinggi dari masyarakat Indonesia.

Nah, kalau kita bicara soal skala prioritas penguatan alutsista, semuanya bermuara pada kebutuhan yang mendesak. Karena kebutuhan TNI akan terpenuhinya ketersediaan alutsista tiga matra sampai saat ini belum memenuhi kriteria minimal. Oleh sebab itu sejak tahun 2010 pemerintah membuat rencana strategis lima belas tahun.  Namanya program minimum essential force (MEF) TNI. Ini bukan soal mau ada perang atau tidak. Ini soal pemenuhan kebutuhan gizi alutsista. Sekarang sudah memasuki jilid tiga (2019-2024]. Kebutuhan minimal yang menjadi target sampai saat ini belum tercapai. Contoh, ketersediaan 4 kapal selam saat ini belum sebanding dengan luasnya perairan Indonesia, negara kepulauan terbesar di dunia. Belum lagi soal kegaharan kapal selam Nagapasa Class. Negeri Singapura yang mungil saja saat ini sudah memiliki 6 kapal selam canggih dan mempunyai kemampuan detterent effect. Indonesia minimal harus memiliki 8 kapal selam kelas srigala, bukan sekedar kelas anjing kampung.

Mari kita telusuri fakta soal kekurangan ketersediaan alutsista TNI dalam beberapa hot spot history. Ketika pasukan Indonesia memasuki Dili Timor Timur akhir Desember 1975, penerjunan ratusan pasukan TNI melalui pesawat-pesawat Hercules tidak mendapat perlindungan dari jet tempur. Banyak korban. Dalam kurikulum pertempuran untuk menduduki suatu wilayah harus didahului dengan pengeboman pembersihan. Mengapa tidak ada perlindungan dari jet tempur karena kita kekurangan alutsista ini setelah era jet tempur Mig berakhir. Sementara hibah 23 jet tempur F86 Sabre dari Australia minus persenjataan alias kopongan. Di laut pendaratan pasukan marinir di pantai Dili didahului tembakan meriam beberapa KRI. Yang "membantu" suasana pertempuran adalah iklim sekitar yang mendukung. Pasukan Indonesia menyerbu Timor Timur setelah Presiden AS Gerald Ford meninggalkan Jakarta. Australia pun bilang monggo kerso. Intinya jangan sampai Timor Timur dikuasai Fretilin yang berhaluan komunis, waktu itu.

Masih di era tahun tujuh puluhan, berdasarkan laporan intelijen, China sedang berupaya mengklaim Natuna sebagai miliknya. Meski waktu itu belum ada nine dash line dan kekuatan militer China masih belum apa-apa. Walaupun belum apa-apa, nyatanya pasukan China berhasil mengalahkan pasukan Vietnam dalam pertempuran laut di kepulauan Paracel Januari 1974. Jakarta menyikapi klaim terhadap Natuna dengan sedikit kepanikan lalu mengirim destroyer KRI Samadikun ke Natuna. Mengapa Jakarta panik karena pada waktu itu di Natuna belum punya alat bantu deteksi atau radar militer. Benar-benar telanjang. Pada saat yang bersamaan kekuatan angkatan laut dan angkatan udara Indonesia sangat terbatas. Beberapa tahun berselang dengan crash program radar militer sudah beroperasi di Natuna.

Soal Ambalat, semua sudah tahu tentang manuver angkatan laut Malaysia pada saat kekuatan militer Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Benar-benar membuat emosi anak negeri waktu itu antara tahun 2005-2008. Gesekan kapal perang kedua negara membuat hubungan diplomatik terkena elnino panas. Ketersediaan alutsista TNI yang mengalami embargo membuat jiran sebelah merasa diatas angin. Namun setelah program MEF berjalan, penguatan armada angkatan laut dan udara Indonesia semakin meningkat. Saat ini sudah tidak ada lagi provokasi dan manuver kapal perang Malaysia di Ambalat. Meski sebenarnya kekuatan militer Indonesia belum mencapai kriteria minimal yang dibutuhkan. Untungnya pada periode tahun 2010 sampai sekarang Malaysia tidak mengalami pertumbuhan alutsista strategis yang signifikan.

Program MEF adalah skala prioritas karena kebutuhan minimal alutsista TNI belum terpenuhi. Artinya MEF adalah program mengejar kebutuhan minimal yang diperlukan untuk ketersediaan senjata tentara kita. Luas wilayah negeri ini seluas Eropa, posisinya strategis. Negara kepulauan terbesar ini mestinya mempunyai aset jet tempur dan kapal perang yang memadai sebanding dengan luasnya wilayah. Apalagi saat ini ada ancaman nyata klaim perairan ZEE Natuna. Mari kita sikapi dengan jernih modernisasi militer Indonesia. Bahwa program MEF adalah skala prioritas untuk memenuhi kebutuhan alutsista minimal yang diperlukan tentara dalam menjaga teritori negara. Oleh sebab itu tidak perlu kaget mengapa selama 4 tahun terakhir penguatan alutsista seperti jor joran. Karena kita berkejaran dengan waktu dan dinamika konflik kawasan. Apalagi karena program MEF periode sebelumnya belum optimal dalam pelaksanaannya.  

Investasi pertahanan selama 4 tahun terakhir menyentuh angka anggaran US $ 25-30 milyar. Dana besar ini untuk pembelian berbagai jenis alutsista strategis dalam rangka membangun manajemen perisai trisula nusantara untuk 25 tahun ke depan. Sekilas terlihat fantastis tapi ini kan untuk membangun investasi pertahanan kita yang tertinggal. Bangunan utamanya menguatkan fondasi tempur AL, AU dan AD based on interoperablity and network centric warfare. Masing-masing matra tidak lagi berdiri sendiri, jalan sendiri, nembak sendiri. Semuanya harus membangun manajemen tempur modern, sinergitas dengan kemampuan teknologi terkini. Semuanya untuk memastikan bangunan pertahanan teritori negeri kuat dan disegani. Sekali lagi ini bukan soal mau perang atau tidak dan kalaupun terjadi perang kita sudah siap. Catatannya kalau militer sebuah negara kuat, negara lain akan berhitung ulang untuk melecehkan teritorinya apalagi ngajak perang.

Ketersediaan aset alutsista dalam jumlah yang mencukupi hukumnya "fardu kifayah" dan pemerintah adalah penanggung jawabnya. Pemenuhan kebutuhan ini bagian dari upaya preventif, upaya pencegahan, agar negara tidak diremehkan negara lain. Maka soal skala prioritas pemenuhan alutsista TNI adalah kebutuhan, bukan jor-joran, bukan show of force. Ini yang harus kita pahami. Pembangunan kekuatan ekonomi negeri kita terus berlangsung. Sejalan dengan itu perkuatan alutsista TNI juga harus berjalan. Seiring sejalan. Marwah kesejahteraan adalah kemampuan membangun pertumbuhan ekonomi dan sebaran pemerataannya. Sementara marwah eksistensi negeri adalah kemampuan membangun kekuatan pertahanan. Indonesia saat ini menjalankan keduanya dengan semangat menuju Indonesia maju, menuju Indonesia sejahtera. Keduanya adalah skala prioritas dan kebutuhan.

****

Jagarin Pane / 14 Oktober 2023


Tuesday, September 5, 2023

Menyikapi Peta Baru China "Ten Dash Line"

China baru saja mengeluarkan peta baru di Laut China Selatan (LCS), Taiwan dan Utara India. Peta teritorial di selatan yang dijuluki lidah naga menjulur dari Hainan mencaplok dan menyapu bersih seluruh wilayah LCS. Hanya menyisakan 12 mil teritori kedaulatan wilayah perairan negara ASEAN yaitu Vietnam, Indonesia, Malaysia, Brunai dan Filipina. Yang terbaru wilayah utara India di lembah Himalaya dimasukkan menjadi wilayah China. Khusus perairan timur, lidah naga China menyambar perairan selatan Taiwan dan mengubah garis putus-putus nine dash line menjadi ten dash line.

Menlu Retno Marsudi bereaksi tegas, bahwa Indonesia konsisten dengan aturan konvensi hukum laut internasional UNCLOS 1982 yang sudah diratifikasi lebih 100 negara. Bahwa menarik garis batas apapun harus sesuai dengan kaidah hukum internasional yang telah disepakati. Bengalnya China ini seperti sedang menguji kemarahan diplomatik para tetangganya termasuk India. Apalagi waktu releasenya tanggal 28 Agustus 2023  saat menjelang KTT ASEAN di Jakarta. Termasuk KTT dengan mitra strategisnya, termasuk China juga didalamnya.  Saat ini KTT ASEAN sedang berlangsung.

Artinya China sedang menguji ketahanan diplomasi ASEAN plus India dan Taiwan. Semua negara yang tersinggung dengan peta baru itu serentak mengeluarkan kemarahan diplomatik ke wajah Beijing. Sultan Brunai yang jarang-jarang mengeluarkan pernyataan diplomatik, kali ini bersuara keras menolak. India, Vietnam, Taiwan dan Filipina mengeluarkan pernyataan pedas. Bahasa emak-emaknya kira-kira begini: gak tahu diri lu. Dan seperti biasa China tidak menanggapi serius pernyataan diplomatik itu, kecuali hanya bilang ini peta rutin yang dirilis kementerian sumber daya alam China. 

Masalah tumpang tindih klaim perairan ZEE (zona ekonomi eksklusif) layaknya seperti perselisihan halaman tak berpagar antar tetangga. Misalnya antara Indonesia dan Malaysia, Indonesia dan Filipina, Indonesia dan Vietnam. Perselisihan itu ada dan nyata. Beberapa diantaranya bisa diselesaikan dengan kecerdasan diplomatik. Seperti batas wilayah ZEE Indonesia-Vietnam dan Indonesia-Filipina sudah selesai secara permanen. Soal ten dash line, Indonesia berbeda dengan 4 negara ASEAN lainnya yang tumpang tindih kepulauan Paracel dan Spratly. China tidak mengklaim kepulauan Natuna termasuk teritori kedaulatan perairan 12 mil laut dari pantai. Ten dash line mengambil wilayah ZEE laut Natuna Utara. Padahal di kawasan itu sudah ada ekploitasi migas blok Tuna milik Indonesia.

Klaim China pada seluruh ten dash line jelas tidak ada dasar hukum internasionalnya. Bikin-bikin peta sendiri, sak karepe dewe, dengan berlindung pada payung justifikasi "historis tradisional" sejarah China. Sangat tidak pantas dan menunjukkan kepongahan. Itu sebabnya meski dirayu China berkali-kali, Indonesia tidak pernah bersedia merundingkan soal ZEE Natuna. Karena jika Indonesia menyetujui itu sama saja mengakui lidah naga China yang menjulur sampai ZEE Natuna. Indonesia sah memiliki hak berdaulat di ZEE Natuna sesuai UNCLOS 1982.

Sementara itu Indonesia dan Malaysia sampai saat ini masih bersengketa soal batas ZEE di perairan Kalimantan Utara yang populer disebut Ambalat. Bahkan sempat memanas antara tahun 2005 sampai 2010. Saat itu Malaysia merasa diatas angin atas perolehan pulau Sipadan dan Ligitan melalui keputusan Mahkamah Internasional. Kemudian melakukan show of force dengan mengerahkan kapal perang dan pesawat militer ke Ambalat. Pada saat yang sama militer Indonesia berada dalam kondisi kekurangan alutsista imbas dari embargo militer dari AS dan belum pulih dari krisis ekonomi.

Kasus Ambalat menjadi pelajaran yang sangat penting untuk kita.  Bahwa kekuatan militer sejatinya menjadi kekuatan tawar yang diperhitungkan dalam menjalankan diplomasi antar negara. Malaysia tidak menunjukkan etika bertetangga. Saat itu Malaysia menunjukkan sikap arogansi militer yang berlebihan karena mereka merasa unggul dalam perolehan alutsista. Waktu itu Malaysia memiliki 18 jet tempur Sukhoi, 18 jet tempur Mig29 dan 8 jet tempur F18 Hornet. Semuanya double engine. Bandingkan dengan Indonesia yang hanya memiliki 10 jet tempur F16 dan 14 jet tempur F5E Tiger single engine yang mengalami embargo militer selama 10 tahun sejak tahun 1995 sampai tahun 2005. 

Sebuah drama pernah terjadi ketika Sipadan dan Ligitan masih dipersengketakan. Indonesia mengirim 4 pesawat counter insurgency Bronco untuk melakukan patroli udara. Tidak lama kemudian Malaysia mengirim 3 jet tempur F5E Tiger ke Sipadan. Jelas tidak seimbang. Meski kita diperlakukan seperti itu, kita marah tetapi marahnya proporsional, menahan diri. Presiden SBY kemudian merancang program modernisasi alutsista TNI yang dikenal dengan Program MEF (Minimum Essential Force) pada tahun 2010. Kemudian dilanjutkan Presiden Jokowi. Hasilnya bisa kita lihat saat ini. Keunggulan militer Indonesia sudah jauh melewati jiran serumpun itu. Pada saat yang sama Kuala Lumpur mengalami stagnasi alutsista di semua matra. 

Klaim China yang mengeras dengan mengeluarkan peta baru terhadap ZEE Indonesia di utara Natuna, mengharuskan kita mempercepat penguatan militer. Termasuk memperbanyak latihan militer gabungan multilateral seperti Super Garuda Shield yang sedang berlangsung saat ini di Jawa Timur. Konflik Ambalat menjadi pelajaran dan pengalaman penting untuk kita. Betapa ketika alutsista kita "kalah awu" ada tetangga yang show of force, merasa lebih kuat. Salah satunya ketika itu Presiden SBY berkunjung ke Karang Unarang Ambalat dengan KRI Untung Suropati 372 tiba-tiba melintas rendah pesawat militer Malaysia seakan mengejek dan mengabaikan etika diplomatik. Saat ini ketika kita sudah unggul jauh dalam perolehan alutsista, secara defacto kita menguasai Ambalat. Setiap hari ada patroli 3-4 KRI di Ambalat. Sementara Malaysia "sudah tahu diri".

Peta baru China menggambarkan ambisi teritori yang over dosis. Jawaban terhadap klaim dan merasa benar sendiri itu, salah satu pilihannya adalah memperkuat taring militer. Maka apa yang dilakukan Kementerian Pertahanan kita adalah menggelar program extra ordinary pengadaan alutsista secara besar-besaran. Semuanya untuk mengantisipasi potensi konflik dan perang terbuka di LCS. Pakemnya sederhana kok, ketika relasi otak sudah sulit diajak kompromi diplomatik, otot militerlah yang mengambil alih. Maka persiapkanlah kekuatan otot ketika ada yang mulai melotot. Cerita apapun di dunia ini tidak pernah lepas dari otak dan otot.

****

Jagarin Pane / 5 September 2023


Monday, August 21, 2023

Habis Latgab Terbitlah Latma

Agenda latihan tempur militer Indonesia sepanjang tahun ini "ramai lancar, padat acara, gegap gempita". Baru saja akhir bulan Juli dan awal bulan Agustus 2023 TNI melakukan latihan gabungan interoperability yang bernilai spektakuler. Disebut spektakuler karena sejumlah KRI yang mendapat tugas, sukses menembak dengan alutsista strategis 4 peluru kendali NSM (Naval Strike Missile) sekaligus. Dan diakhiri dengan pengeboman oleh jet tempur F16 ke "tubuh baja" KRI Slamet Riyadi 352 yang sudah pensiun. Fregat legendaris itu terbakar,  terbelah dan akhirnya tenggelam. Sebuah show of force sukses yang menjadi perhatian kawasan Indo Pasifik.

Nah, pada akhir bulan Agustus 2023 ini ada agenda besar lainnya yang menunggu. Yaitu latihan bersama (Latma) Super Garuda Shield (SGS) ke 17 yang mengikutsertakan puluhan negara. Pemeran utamanya adalah Indonesia dan Amerika Serikat karena awal mulanya adalah bilateral. Selain Indonesia ada empat negara yang akan mengirimkan pasukan dan alutsista pada SGS kali ini yaitu AS, Australia, Singapura dan Jepang. Rancangan simulasi pendaratan pasukan marinir skala besar di pantai Situbondo Jawa Timur menjadi pembeda dengan SGS tahun sebelumnya. Yang berpusat di Puslatpur TNI AD Baturaja. Tahun lalu memang ada pendaratan pasukan marinir di Dabo Singkep Kepulauan Riau, namun hanya marinir Indonesia yang melakukan.

Setelah SGS, pada bulan September 2023 Indonesia menjadi tuan rumah latihan angkatan laut ASEAN. Namanya ASEX-01N (Asean Solidity Exercise In Natuna) di Laut Natuna Selatan. Ini untuk pertama kalinya  ASEAN bersepakat mengadakan latihan militer gabungan. Sebuah unjuk sinergitas antara politik luar negeri dan diplomasi militer ASEAN dengan kepemimpinan Indonesia. Jadi kalau diurut dengan agenda sebelumnya, jadwal latihan militer Indonesia memang sudah padat acara. Awal bulan Juni 2023 yang lalu ada Multilateral Navy Exercise Komodo (MNEK) di Selat Makasar yang melibatkan puluhan kapal perang berbagai negara. Kemudian berlanjut awal bulan Juli 2023 ada latihan Armada Jaya TNI AL di Laut Jawa yang mengerahkan puluhan KRI.

Pada ruang internasional yang lain, pasukan TNI baru saja selesai mengikuti Talisman Sabre di Australia. Latihan militer skala besar ini diikuti 30.000 pasukan dari 13 negara berlangsung akhir Juli sampai 14 Agustus 2023.Talisman Sabre sudah dimulai sejak tahun 2005 awalnya hanya bilateral antara AS dan Australia. Kemudian berkembang menjadi belasan negara. Persis sama dengan Garuda Shield di Indonesia sejak tahun 2007, awalnya hanya bersama AS. Sekarang menjadi multilateral exercise dan mencakup tiga matra. Semuanya berbasis dinamika perkembangan geopolitik dan geostrategis di kawasan Indo Pasifik. Karena ada upaya "negara baru kuat" mengganggu stabilitas kawasan, klaim wilayah, wajar saja sejumlah negara menggemakan komunitas militer dan latihan bersama sebagai antisipasi.

Masih dalam bingkai antisipasi, pilot-pilot TNI AU baru saja menyelesaikan simulasi pengisian avtur jet tempur F16 dengan pesawat tanker RAAF Australia di langit Jawa Timur selama 4 hari mulai 7 sampai 11 Agustus 2023. Ini juga bagian dari format diplomasi militer, salah satu pola manajemen pertempuran jarak jauh. Jarak Iswahyudi ke Natuna mengharuskan F16 isi BBM di udara. Skenario latihan militer antar negara sebenarnya adalah antisipasi terhadap sesuatu yang masuk radar prediksi. Kawasan Indo Pasifik berdasarkan prediksi strategis menjadi pusat konflik skala besar hari ini dan seterusnya. Embrionya sudah jelas, Panmunjom Korea, Selat Taiwan dan Laut China Selatan. Bahkan Selat Taiwan "bisulnya" sudah merah padam dan bernanah.

Makna dari padatnya agenda latihan militer ini mengharuskan kesiapan seluruh alutsista yang dimiliki TNI baik matra darat, laut dan udara. Dengan SGS yang berkualifikasi kolosal, berbagai jenis alutsista TNI akan berpartisipasi. Seperti main battle tank Leopard, MLRS Astross II Mk6, artileri Caesar Nexter, helikopter Apache, jet tempur F16, pesawat Hercules, KRI striking force, KRI LPD, tank amfibi, MLRS Vampire dan lain-lain. AS sebagai mitra strategis sepanjang sejarah Garuda Shield yang tahun ini memasuki episode ke17 akan menghadirkan berbagai jenis alutsista mutakhir seperti pesawat angkut besar sejumlah kapal perang. Australia mengirim sejumlah tank Abrams, Singapura mengirim 2 kapal perang, Jepang mengirimkan sejumlah pasukan bela diri.

Berbagai serial latihan yang dilakukan militer Indonesia baik secara nasional maupun skala internasional dalam perspektif kita diniscayakan memberikan rasa percaya diri dan meluaskan pengalaman on the spot mengelola teknologi pertempuran. Dengan perolehan alutsista edisi terkini dan frekuensi latihan yang terus menerus, TNI mampu menguatkan ilmu perang modern TNI. Sebagai contoh penembakan peluru kendali canggih Exocet MM40 Blok 3 pada latihan Armada Jaya TNI AL dan Latgab TNI yang hanya berjarak satu bulan adalah bukti kemampuan unjuk kerja dan endurance pertempuran modern militer Indonesia.

Contoh lain, interaksi alutsista AS, Australia dan Indonesia dengan tank Abrams dan tank Leopard, MLRS Himars dan MLRS Astross bersama alutsista matra darat lainnya. Sinergitas teknologi berbagai jenis alutsista dengan kemampuan interoperability dapat meningkatkan kualitas familiarisasi bagi prajurit operator teknologi militer. Lebih dari itu pergelaran latihan militer multilateral yang intensif ini, menggaungkan pesan kuat ke segala arah bahwa Indonesia dan sejumlah negara di kawasan Indo Pasifik punya tanggung jawab menjaga iklim kondusivitas kawasan. Latihan militer multinasional sesungguhnya adalah show of force, unjuk kekuatan dan bagian dari cara mengingatkan pada pihak sono "anda sopan kami segan, anda melotot kami pamer otot, anda ngotot kami betot".

****

Jagarin Pane / 20 Agustus 2023


Saturday, August 12, 2023

Catatan Latgab TNI Tahun 2023

Indonesia kembali memperlihatkan adrenalin militernya dengan menggelar latihan gabungan TNI terbesar sepanjang akhir Juli dan awal Agustus 2023. Ada tiga area latihan yang dilaksanakan serentak. Kogabwilhan Satu di Dabo Singkep Kepulauan Riau. Kogabwilhan Dua di Laut Jawa dan Situbondo Banyuwangi. Kogabwilhan Tiga di Manokwari Papua. Puncak Latgab di Kogabwilhan Dua, langsung dipimpin Panglima TNI didampingi Menko Polhukam dan Ketua DPR. Seperti kurikulum sebelumnya pertempuran serbu pantai pasukan marinir adalah yang paling heroik suasananya. Namun pertunjukan spektakuler adalah show of force penembakan 4 peluru kendali surface to surface (SSM). 

Sebanyak 4 KRI striking force TNI AL melumatkan kapal perang jenis fregat yang sudah pensiun KRI Slamet Riyadi 352. Dramanya adalah ketika salah satu dari 4 KRI yang mendapat perintah yaitu KRI Yos Sudarso 353 harus menembak "teman satu kelasnya" KRI Slamet Riyadi 352 yang sama-sama berasal dari "Van Speijk Class" Belanda tahun 1987. KRI Yos Sudarso 353 menembak KRI Slamet Riyadi 352 dengan rudal C802 buatan China.  Sementara KRI Raden Eddy Martadinata 331 dan KRI John Lie 358 menembak dengan 2 rudal paling canggih Exocet MM40 Blok 3 buatan Perancis. Tidak ketinggalan si cabe rawit little but lethal kapal cepat rudal "Sampari Class" KRI Tombak 629 menembak dengan rudal C705 buatan China.

Show of force dengan manajemen interoperabilitas antar matra diakhiri dengan raungan 2 jet tempur F16 TNI AU yang melakukan pengeboman dahsyat. Fregat legendaris "Ahmad Yani Class" yang sudah bertugas 35 tahun itu terbelah dan tenggelam. Lokasinya berdekatan dengan kapal selam TNI AL yang melakukan eternal patrol KRI Nanggala 402. Baru kali ini jet tempur TNI AU cawe-cawe dengan kapal perang TNI AL mengeksekusi kapal perang yang dijadikan sasaran tembak dengan bom. Ke depan mestinya peluru kendali air to surface yang dimiliki TNI AU bisa ditembakkan dari jet tempur TNI AU. Keren gitu loh.

Khusus untuk TNI AL, intensitas latihan militer sepanjang tahun 2023 ini termasuk padat. Karena sebulan sebelum Latgab TNI, telah mengadakan latihan Armada Jaya di Laut Jawa. Salah satu materi latihannya adalah penembakan rudal SSM Exocet MM40 Blok 3 dari KRI I Gusti Ngurah Rai 332 ke KRI Karang Tekok 982 hingga tenggelam. Sebelumnya pada awal bulan Juni 2023 yang lalu TNI AL menjadi penyelenggara MNEK 2023 (Multilateral Navy Exercise Komodo) di Selat Makassar yang diikuti puluhan kapal perang dari sejumlah negara. Termasuk diantaranya China, Rusia, Amerika, Jepang, Australia. MNEK dipandang sebagai bagian dari diplomasi pertahanan Indonesia di kawasan Indo Pasifik. Dalam upaya menjaga iklim kondusif di kawasan.

Pada Latgab TNI  2023 di Kogabwilhan Dua, pergelaran teater pertunjukan diplomasi militer Indonesia, TNI mengerahkan 35 KRI berbagai jenis, 20 jet tempur F16, T50 Golden Eagle dan Super Tucano. Termasuk seluruh jenis alutsista marinir "bertanding" dengan kemampuan masing-masing seperti tank amfibi BMP-3F, PT76, BTR50, MLRS Vampire, LVTP, Howitzer dan lain-lain. TNI AD juga mengerahkan sejumlah alutsista seperti helikopter Apache, Bell 412, tank dan lain-lain. Bombardir pantai Situbondo dari kapal perang dan jet tempur memberikan suasana mencekam.Termasuk proses pendaratan pasukan dan alutsista TNI ditengah dentuman tembakan, asap, derit roda rantai, teriakan komando dan bau mesiu. 

Catatan Latgab TNI 2023 dalam perspektif kita sudah menunjukkan kemampuan interoperability tiga matra. Yang perlu dioptimalkan adalah peran kinerja UAV dan UCAV. Untuk saat ini dan seterusnya pesawat nir awak bersenjata menjadi penting dan vital sebagai agen intelijen pertempuran sekaligus eksekutor lapangan. Seperti dalam pola manuver serbu pantai pasukan marinir, bagian ini menjadi titik kritis yang rawan conter attack melalui serangan UCAV dan peluru kendali pihak musuh. Perang Rusia- Ukraina menjadi benchmark paling penting dalam perubahan kurikulum manajemen pertempuran modern. Pengadaan UCAV Anka dan Bayraktar dari Turki untuk TNI adalah bagian dari antisipasi untuk perubahan kurikulum network centric warfare.

Manajemen pertempuran modern untuk Indonesia, sejauh ini menyangkut soal Natuna atau Ambalat,  dalam perspektif kita, memerlukan kekuatan pukul utama matra laut dan udara. Dengan skenario mempertahankan Natuna atau ketika Natuna sudah direbut lebih dulu maka kekuatan armada tempur TNI AL dan skadron jet tempur TNI AU akan lebih dominan perannya. Dengan korelasi ini peran serbu pantai dari pasukan marinir dan PPRC TNI (pasukan pemukul reaksi cepat) harus diperkuat dengan UCAV, radar, jet tempur air superiority, maritime strike, kapal perang fregat, kapal selam, landing ship tank, coastal missile, tank amfibi dan lain-lain. Dalam rancangan besar menggelar perisai trisula nusantara, aspirasi standar ini sedang dalam proses menuju ke arah yang diinginkan.

Kita bisa saksikan berbagai berita gembira soal pengadaan dan pertambahan alutsista kita sepanjang Agustus ini. Misalnya kedatangan 2 kapal pemburu ranjau baru TNI AL dari Jerman. Kedatangan pesawat ketiga super hercules TNI AU dari AS. Kontrak efektif 18 jet tempur Rafale sehingga menjadi 24 unit yang mulai diproduksi.  Kedatangan 11 panser Pandur II dari Ceko, penyelesaian 18 tank Harimau di PT Pindad dan lain-lain. Termasuk kontrak efektif ekspor kapal perang landing platform dock (LPD) ke 3 dan 4 PT PAL Surabaya ke Angkatan Laut Filipina. Jiran utara kita puas dengan kinerja 2 unit LPD pesanan awal, kemudian pesan lagi. Dengan Uni Emirat Arab, PT PAL juga sudah menandatangani kontrak efektif pengadaan LPD  untuk Angkatan Laut UEA. Kalau yang ini, namanya juga Sultan, pasti maunya barang berkelas dan VVIP. Nah waktu mulai pembuatannya tahun depan.

Latgab TNI secara substansi adalah menguji keandalan teknologi alutsista yang dimiliki. Pada saat yang sama selama lima tahun terakhir kita banyak memesan berbagai jenis alutsista strategis. Maka sudah sewajarnya intensitas latihan militer kita tingkatkan baik internal angkatan atau antar angkatan. Ke depan berbagai jenis alutsista sudah pasti akan berdatangan secara bergelombang. Latgab TNI adalah bagian dari diplomasi militer dan pertahanan sekaligus show of force. Bahwa kita mampu menunjukkan kemampuan otot militer kita untuk mengawal teritori negeri. Pesta rudal dan bom ke KRI Slamet Riyadi kelas fregat yang kuat otot bajanya, adalah pertunjukan kemampuan itu. Mampu membelah dan menenggelamkan kapal perang fregat standar NATO. Digdaya TNI, marwah NKRI.

****

Jagarin Pane / 11 Agustus 2023