Wednesday, November 1, 2023

Beli Alutsista Cepat Saji

Biasanya dalam iklan baris ada kalimat : BU, dijual cepat. Maksudnya butuh uang, dijual cepat. Tapi khusus untuk membeli kapal perang cepat saji kira-kira analogi bunyi kalimatnya begini : BB, dibeli cepat. Butuh barang dibeli cepat. Kementerian Pertahanan Indonesia kembali melakukan inovasi pembelian alutsista strategis. Inovasi maksudnya adalah berupaya membeli kapal perang yang sudah diorder lebih dulu oleh negara pabrikan. Kabar rencana pembelian cepat saji 2 unit kapal perang PPA dari Italia yang sedang ramai dibicarakan sebenarnya mengikuti pola pembelian 12 jet tempur Mirage dari Qatar. Agar asetnya cepat datang.

Angkatan Laut Italia sudah memesan 7 kapal perang Pattugliatore Polivalente d'Altura (PPA) atau Multipurpose Offshore Patrol Vessel dari galangan kapal Fincantieri di Italia. Sudah ada 5 unit yang diserahkan ke Angkatan Laut Italia. 2 unit lainnya menyusul. Nah jika Kemenhan RI teken kontrak pembelian,  bisa langsung mengambil 2 unit kapal perang yang berbobot 4.900 ton dengan panjang 143 meter. Kemudian pemerintah Italia akan memesan 2 unit lagi ke Fincantieri sebagai penggantinya. Pola ini pernah digunakan Mesir ketika ingin membeli 2 kapal perang cepat saji Fremm Class dari Italia. Angkatan laut negeri Pizza itu sudah memesan 10 unit sebelumnya. Setelah akad jual beli, Mesir mendapatkan 2 unit dan Italia memesan 2 unit lagi ke galangan kapal Fincantieri.

Situasi Laut China Selatan (LCS) akhir-akhir ini semakin memprihatinkan. Kapal perang China barusan berseteru dengan kapal perang destroyer AS. Masing-masing kapal perang melakukan berbagai manuver berbahaya. Kemudian dengan Filipina, China melakukan upaya blokade logistik, untuk pasukan marinir Filipina yang bertugas di kapal perang LST Sierra Madre. Kapal perang ini sengaja dikandaskan Filipina sejak tahun 1999 di perairan kepulauan Spratly sebagai taktik cerdas Manila. Jadilah Sierra Madre sebagai pos intai garis depan Filipina dan dijaga pasukan marinir. Perkembangan terakhir tidak lagi kapal Coast Guard kedua negara, China dan Filipina yang saling sembur meriam air. Tapi kapal perang kedua negara mulai dikerahkan. China ingin LST Sierra Madre ditarik pulang. Filipina  tidak berkenan karena wilayah itu miliknya, sah secara hukum laut internasional.

Mengapa Indonesia berupaya membeli kapal perang dengan cara "menggunting" orderan negara pabrikan. Jawabnya untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak. Seperti kita ketahui saat ini PT PAL sedang membangun 2 kapal perang heavy fregate canggih di Surabaya. Durasi penyelesaiannya memerlukan waktu 4-5 tahun. Artinya paling cepat baru pada tahun 2026 kapal perang terbesar ini selesai. Sementara untuk mengantisipasi dinamika LCS yang semakin ruwet mau tidak mau harus ada tambahan ketersediaan kapal perang untuk memperkuat armada TNI AL di Natuna. Apalagi saat ini ada program modernisasi puluhan KRI berbagai jenis. Ini mengurangi ketersediaan KRI yang siap operasi. Program extra ordinary Kemenhan ini adalah untuk mempercepat tambahan aset pertahanan armada TNI AL.

Alasan pembelian jet tempur Mirage kurang lebih sama. Penyelesaian order 42 jet tempur Rafale perlu waktu 4-5 tahun juga. Paling cepat tahun 2026 jet tempur multi peran ini datang. Masih lama. Maka untuk mengisi tambahan kekuatan skadron tempur TNI AU dengan durasi cepat saji, Indonesia membeli 12 jet tempur Mirage dari Qatar. Prediksi tahun depan Mirage sudah hadir memperkuat skadron tempur TNI AU. Pesawat tempur dari Qatar ini meski bekas, namun durasi jam terbang dan perawatannya masuk kategori "sultan". Dan sudah mendapat restu Perancis untuk dipergunakan pilot-pilot TNI AU. Sekaligus untuk membiasakan operasional jet tempur buatan Perancis.

Sampai saat ini andalan armada kapal perang TNI AL untuk bisa berwibawa mengawal Natuna bertumpu pada 2 KRI  Martadinata Class, 3 KRI Bung Tomo Class dan 4 KRI Diponegoro Class. Hanya 9 KRI ini yang relatif masih baru. Sementara  3 KRI Fatahillah Class buatan Belanda tahun 1982 baru dimodernisasi instrumen tempurnya. Dan 4 KRI Ahmad Yani Class sudah terhitung sepuh buatan Belanda tahun 1967. Sebenarnya TNI AL punya belasan kapal cabe rawit little but lethal yaitu kapal cepat rudal. Namun kapal Clurit Class dan Sampari Class ini lebih pas "bermain" di halaman dalam perairan kita seperti selat Malaka, selat Sunda, laut Jawa dan sekitarnya.

Melihat potensi kuat ancaman militer China dan karakter ekosistem perairan di Natuna dan LCS, Indonesia secepatnya harus mempersiapkan kapal perang minimal sekelas light fregate. Kapal perang jenis PPA yang ukuran badannya setara heavy fregate bisa menjadi opsi untuk hadir di Indonesia. Meski kita sebenarnya  berharap bisa mengakuisisi kapal perang Fremm Class yang punya kemampuan tempur multi dimensi. Kapal perang PPA tidak memiliki kemampuan tempur anti kapal selam. Tapi namanya lagi butuh dan mendesak, tidak ada rotan akar pun jadi. Dan ruang untuk memperoleh Fremm sebenarnya masih terbuka. Termasuk peta jalan untuk mendapatkan 2 kapal selam "herder" masih dalam proses. Khusus untuk penambahan armada kapal selam, sesuai motto Korps Hiu Kencana "Tabah Sampai Akhir". Tabah dan sabarlah, semua akan terpenuhi pada waktunya.

****

Jagarin Pane / 01 Nopember 2023