Dua hari ini jagat netizen forum
militer tanah air gegap gempita merespon inisiatif cepat tak terduga Kemenhan
RI. Gerak cepat Menhan Prabowo untuk segera mengisi skadron jet tempur TNI AU
dengan jet tempur Typhoon membuat hingar bingar alam raya netizen formil dan
pasar alutsista.
Jet tempur kelas berat multi role
Sukhoi SU35 seharusnya tahun ini sudah mulai berdatangan. Tetapi sorot mata
CAATSA Paman Sam yang mendelik melotot membuat langkah eksekusi uang muka
Sukhoi SU35 tersendat. Akibatnya ada kekosongan pengisian jet tempur sampai
tahun 2023.
Ini mirip kisahnya dengan isian
kapal perang baru setelah 4 korvet sigma Diponegoro Class datang seluruhnya
dari Belanda. Sementara kontrak pengadaan kapal perusak kawal rudal Martadinata
Class dengan Damen Schelde Belanda baru bisa menyelesaikan pembuatan kapal
perang tahun 2017. Ada gap lima tahun, padahal kita sangat membutuhkan KRI
striking force.
Typhoon yang lagi jadi trending topic |
Lalu ada informasi bahwa 3 Light
Fregat Nakhoda Ragam Class yang dibeli Sultan Brunai dari Inggris bermasalah.
Maka lewat diplomasi tingkat tinggi antara Presiden SBY dan Sultan Bolkiah,
akhirnya kita mendapatkan 3 kapal perang bekas tapi baru. Tiga kapal perang
untuk Brunai itu sempat terkatung-katung sepuluh tahun di Inggris karena Sultan
menolak menerima.
Ketiganya masuk Bung Tomo Class
dan sekarang ada di Armada Satu. Beli kapal perang Brunai dengan harga murah
dapat bonus 2 kapal cepat Salawaku Class. Lumayanlah. Nah, Bung Tomo Class
sejak pertama diakuisisi Indonesia baru mulai mendapatkan upgrade tahun ini
satu persatu.
Saat ini kita sangat membutuhkan
segera jet tempur "pengganti" Sukhoi SU35. Kenyataannya selama tiga
tahun kedepan tidak akan ada isian jet tempur baru. Padahal ancaman terhadap
Natuna nyata, jelas dan berat. Jika kontrak pengadaan jet tempur F16 Viper
dilakukan tahun ini, barangnya baru bisa diserahkan mulai tahun 2024. Demikian
juga dengan jet tempur Rafale paling cepat datang tahun 2023.
Diponegoro Class |
Oleh sebab itu harus ada isian
jet tempur sekarang. Dan jet tempur Eurofighter Typhoon Austria adalah peluang terbesar
untuk mendapatkannya. 15 jet tempur bekas pakai tapi irit jam terbangnya itu
sudah ada barangnya. Tinggal kirim kalau semua sudah beres, sign kontrak.
Austria sendiri menginginkan Typhoon yang dibeli tahun 2003 dari konsorsium
Airbus dipensiun dini karena berbagai permasalahan. Yang jelas kondisi jet
tempur masih gres karena jarang dipakai.
Sebenarnya pada tahun 2015 ketika
ada rencana untuk mengganti jet tempur F5E, Typhoon adalah salah satu calon
kuat disamping Sukhoi SU35. Adalah Kadispen TNI AU pada waktu itu Marsekal
Pertama TNI Hadi Tjahjanto yang menyampaikannya. Waktu itu Dubes Spanyol sempat
mempromosikan Typhoon. Tapi pilihan kemudian jatuh pada SU35 Rusia.
Ramai sekali diskusi hangat pro
kontra dan komentar forum militer netizen. Ini memberikan arus kuat yang
mencerminkan hasrat dan keinginan agar tentara langit kita punya kekuatan
detteren. Rafale digadang-gadang, Viper diharap-harap. Tapi kedua jenis jet
tempur itu belum bisa hadir tahun ini. Harus menunggu minimal 3 tahun lagi.
Jangan lihat soal trance Typhoon.
Di kemudian hari bisa di upgrade. Waktu kita mendapatkan 4 sukhoi paket cepat
di era ibu Mega, spek teknis Sukhoinya "standar banget". Kualitasnya
jauh dibawah Sukhoi Malaysia. Dan sekarang 4 Sukhoi "jadul" tadi
sudah setara dengan adik kelasnya di skadron Sukhoi Makassar. Soal perawatan
lebih mahal Sukhoi SU27/30.
Bung Tomo Class |
Program Minimum Essential Force
(MEF) jilid 3 ini harus extra ordinary. Kompor yang buat panas suasana adalah
China. Kita tak mungkin bisa menyamai kehebatan militer China. Untuk urusan
yang begituan biar saja AS dan sekutunya yang mengimbangi. Tapi bukan berarti
lalu kita tenang-tenang saja. Kita juga harus mempersiapkan kekuatan striking
force kita seoptimalnya.
Kita butuh jet tempur sekarang
juga. Maka ketika ada peluang untuk mendapatkan Eurofighter Typhoon, upaya yang
dilakukan Kemenhan patut diapresiasi. Pemikir dan pengambil kebijakan di
Kemenhan dan TNI punya analisis intelijen, potensi ancaman dan kekuatan TNI AU.
Kalau Typhoon menjadi pilihan, itu sudah upaya maksimal agar tentara langit
kita semakin berotot. Tapi tentu pembandingnya bukan China.
Lanud strategis Supadio perlu jet
tempur strategis. Sebenarnya F16 Viper sudah dipersiapkan untuk dialokasikan di
Supadio AFB. Tapi waiting listnya cukup lama, empat tahun. Maka langkah cepat
extra ordinary Kemenhan setidaknya bisa kita tempatkan pada proporsi kebutuhan
jet tempur yang mendesak. Typhoon Austria membuka lebar peluang itu.
****
Jagarin Pane / 21 Juli 2020