Thursday, January 4, 2024

Blunder Cawapres Satu

Sekarang tidak ada perang, untuk apa beli alat perang. Begitu pernyataan Cawapres Satu di Soreang Bandung Rabu 3 Januari 2024 dalam acara Temu Gus dengan para petani. Pernyataan beli alat perang dengan utang padahal tidak ada perang, lebih baik beli alat pertanian dengan utang, adalah pernyataan blunder. Pernyataan ini kemudian dibantah pada hari yang sama oleh Nurul Arifin anggota Komisi 1 DPR dengan menyebut filosofi Si Vis Pacem Parabellum. Jika ingin damai bersiaplah untuk perang. Dengan melihat kondisi geopolitik kawasan saat ini yang sedang memanas, mau tidak mau Indonesia harus menguatkan investasi pertahanan.

Kita tidak ingin masuk wilayah politik meskipun pernyataan Cawapres Satu terkait politik Pilpres untuk mengambil hati simpati pemilih. Namun jangan sampai kemudian khalayak salah persepsi perihal perkuatan alutsista TNI yang sedang berlangsung saat ini berdasarkan framing dan penggiringan opini. Semua harus berdasarkan fakta historis dan fakta terkini. Maka perlu kita jelaskan secara rinci berdasarkan fakta on the spot, fakta di lapangan.

Awal era reformasi kondisi alutsista kita sangat memprihatinkan bersamaan dengan gejolak GAM, ricuh di beberapa daerah dan embargo alutsista oleh AS dan sekutunya. Ketika gejolak GAM menghebat di Aceh tahun 2000-2004, TNI dengan segala keterbatasannya menggunakan jet tempur Hawk untuk mengebom, dan tank Scorpion untuk menggempur GAM. Tiba-tiba Inggris bereaksi keras agar Hawk dan Scorpion buatan dia tidak boleh digunakan di Aceh. Inggris ini sudah dua kali memperlihatkan arogansinya soal alutsista kepada Indonesia. 

Sebelumnya di era tahun 1990an ketika Indonesia membeli 40 jet tempur Hawk dari Inggris. Pada pengiriman gelombang terakhir secara ferry, 4 Hawk yang diterbangkan pilot Inggris ditinggalkan begitu saja di Bangkok Thailand. Alasannya keputusan London menghukum Jakarta karena peristiwa Santa Cruz di Dilli Timor Timur tahun 1991 yang menewaskan ratusan orang. Akhirnya pilot TNI AU yang menerbangkan pesawat Hawk itu sampai Soewondo AFB (Polonia) di Medan setelah berkoordinasi dengan otoritas Thailand.

Embargo AS karena kasus Santa Cruz menyebabkan 10 jet tempur F16 TNI AU kekurangan suku cadang. Hanya 2 unit yang ready for use dengan memanfaatkan suku cadang kanibal. Pada saat yang bersamaan tahun 2002-2007 konflik Ambalat dengan Malaysia memanas. Sebagai akibat Sipadan Ligitan lepas dari Indonesia karena keputusan Mahkamah Internasional. Suatu ketika 4 pesawat Bronco TNI AU melakukan patroli udara diatas Sipadan Ligitan, Malaysia kemudian mengerahkan 3 jet tempur F5E untuk mengusir Bronco. Jelas kalah kelas, F5E membawa rudal dan kecepatan supersonic dibanding Bronco yang baling-baling dan tak punya rudal. 

Kemudian Juli 2003, 2 jet tempur F16 TNI AU melakukan aksi "bonek" dengan mendatangi rombongan kapal induk AS di Bawean yang sedang menuju Australia. Pasalnya ada manuver 5 jet tempur F18 Super Hornet yang membahayakan penerbangan sipil di Surabaya, Makassar dan Denpasar. Bayangkan 2 jet tempur F16 kita dikeroyok 5 jet tempur Super Hornet AS. Namun mereka akhirnya patuh. Pemerintah Indonesia menaruh perhatian serius soal insiden Bawean dan embargo alutsista. Presiden Megawati kemudian mengambil langkah cepat dengan membeli 4 jet tempur Sukhoi dari Rusia. Hanya dalam hitungan bulan 4 jet tempur Sukhoi datang dan ikut memeriahkan HUT TNI 5 Oktober 2003.

Presiden SBY pernah mengunjungi menara suar Karang Unarang di Ambalat dengan beberapa KRI Maret 2005. Tiba-tiba pesawat Malaysia datang dan terbang rendah dengan bermanuver mengejek. Dalam tata krama diplomatik peristiwa ini merupakan penghinaan. Betapa arogansinya jiran sebelah manakala kekuatan alutsista kita sedang melemah waktu itu. Kasus Ambalat ini kembali membakar semangat nasionalis patriotik Indonesia. Gema ganyang Malaysia menggema. Sayangnya militer kita waktu itu kalah daya dengan jiran sebelah. Untuk angkatan udara Malaysia punya segerobak jet tempur yaitu 18 Sukhoi, 8 Hornet, 18 Mig 29, 16 F5E. Bandingkan dengan Indonesia kita  yang hanya punya 4 Sukhoi tanpa senjata, 10 jet tempur F16 dan 12 F5E dalam kondisi diembargo.

Dengan pertimbangan analisis intelijen, geostrategis dan geopolitik kawasan, Presiden SBY kemudian membuat program strategis menguatkan militer Indonesia. Program strategis ini dikenal dengan Program MEF TNI (minimum essential force), dimulai tahun 2010. Saat ini kita sudah berada di MEF jilid tiga 2020-2024. Perkuatan alutsista TNI sudah meningkat secara signifikan meski belum sampai pada kekuatan minimal yang dibutuhkan. Secara defacto Indonesia saat ini mengontrol penuh seluruh perairan Ambalat dengan kehadiran patroli 4-5 KRI bergantian bersama pesawat patroli TNI AU.

Dinamika dan provokasi di Laut China Selatan (LCS) selama sepuluh tahun terakhir dengan klaim ten dash line alias "lidah naga" China kembali menyentak kita. Natuna harus kita perkuat. Keputusannya adalah membangun pangkalan militer tiga matra di pulau garis depan itu. Provokasi China di perairan ZEE Natuna semakin menjadi-jadi. Eksploitasi Migas di Blok Natuna Timur Laut diganggu oleh kapal coast guard China dengan back up kapal perangnya.  Bahkan "ditungguin" berminggu-minggu. Indonesia kemudian mengirim kapal Bakamla dan KRI ke lokasi yang sama. Pernah terjadi electronic warfare di tengah laut. Kapal perang kita dari Parchim Class dijamming sehingga melumpuhkan kemampuan deteksi dan komunikasi. Akhirnya pulang ke pangkalan.

Program MEF adalah untuk mencukupi kebutuhan minimal gizi alutsista TNI. Kementerian Pertahanan saat ini sedang bergeliat dengan program extra ordinary. Kita sedang berpacu dengan waktu karena iklim Indo Pasifik sedang menuju konflik skala besar dan paling mematikan. Basis dari semua konflik ini adalah rivalitas antara AS dan China. Bahasa framingnya mengaduk adonan panas yang bernama Selat Taiwan, LCS dan Panmunjom Korea untuk mengajak, merangkul dan memusuhi. Diplomasi militer Indonesia yang tidak bersekutu dengan siapapun adalah dengan membangun kekuatan militer yang sebanding dengan luas wilayah. Ini sejalan dengan pembangunan ekonomi kesejahteraan. Pembangunan ekonomi dan infrastruktur mendapat prioritas terbesar dan utama. Kita bisa melihat hasilnya sejak era Presiden SBY dan Jokowi.

Semuanya seiring sejalan. Ekonomi kesejahteraan bertumbuh, saat ini PDB Indonesia ada di urutan 16 besar dunia, masuk grup elite G20. Rasio Hutang ada di 39% dari PDB, sebuah rasio yang berada di jalur aman. Bandingkan dengan Malaysia yang hampir 80% dari PDBnya. Bahwa pembangunan ekonomi adalah untuk investasi kesejahteraan maka perkuatan militer adalah investasi juga, investasi pertahanan. Investasi ini untuk masa guna jangka panjang 25-30 tahun ke depan. Lebih dari itu investasi pertahanan adalah untuk memastikan jalannya eksistensi dan marwah negara. Kekuatan ekonomi dan militer sebuah negara adalah marwah kedaulatan komprehensif. Dan Kita sedang menuju ke arah itu. Semoga Allah meridhoinya.

****

Jagarin Pane, 4 Januari 2024