Monday, May 30, 2022

Skala Prioritas Alutsista, Berharap Di Presidensi G20

Pandemi Covid 19 yang mengharu biru seluruh bumi bulat bundar selama dua tahun terakhir ini, menguras sumur energi anggaran seluruh negara di dunia termasuk Indonesia. Rasio hutang negara di dunia terhadap PDB (Product Domestic Bruto) juga membengkak. Rasio hutang kita terhadap PDB saat ini ada di angka 42-44%. Bandingkan dengan sebelum Pandemi yang dikisaran 30-32%. Meski demikian rasio hutang Indonesia after Pandemi relatif lebih baik dari negara-negara jiran atau negara-negara G20. Juga pertumbuhan ekonomi kita sepanjang triwulan I tahun ini sebesar 5,1% menumbuhkan rasa optimis untuk bangkit dan berlari. Sayangnya ketika dunia bersiap recovery tiba-tiba meledak pertempuran dahsyat di Eropa antara Rusia-Ukraina yang dampaknya dipastikan menguras kembali energi dunia. Baru bersiap untuk memulihkan "luka energi" tiba-tiba harus luka lagi, tiarap lagi. Duh Gusti.

Khusus untuk program penguatan militer negeri kepulauan ini, dalam perspektif kita memakai pola mengedepankan skala prioritas adalah langkah terbaik dan terukur.  Karena mata air sumur anggaran  masih belum terisi optimal, demikian juga dengan keran dari sumur hutang harus dikelola secara profesional dan proporsional. Skala prioritas bukan berarti penundaan karena dinamika kawasan Indo Pasifik termasuk Laut China Selatan (LCS) saat ini dan masa mendatang adalah potensi terkuat untuk bergejolak hebat. Jangan lagi "berandai-andai" tidak ada ancaman terhadap teritori NKRI untuk tigapuluh tahun ke depan karena potensi musuh jelas sudah ada di depan mata. Saat ini diperlukan skala prioritas untuk pengadaan alutsista strategis.

Misalnya kontrak efektif untuk 6 jet tempur Rafale yang sudah diteken dengan memakai anggaran Sukhoi SU35, hanya perlu ditambah 6 unit lagi. Jadi 12 unit Rafale untuk kontrak efektif tahun ini, tidak perlu sekaligus 36 unit. 12 unit Rafale adalah skala prioritas sebagai pengganti 11 unit jet tempur Sukhoi SU35 yang "gagal mendarat" di tanah air. Kita sudah kehilangan waktu 5 tahun dari proses pengadaan 11 Sukhoi SU35 yang ngadat. Maka sangat wajar kalau kita memohon dengan sangat agar 12 unit Rafale ini bisa segera landing 4 tahun mendatang.

Pesanan alutsista sebelum Covid 19 yang segera tiba mengisi inventori TNI AU adalah 5 pesawat angkut berat Hercules type J dari AS mulai Januari tahun depan. Juga 6 pesawat amfibi untuk TNI AU dari Kanada akan tiba mulai tahun depan. Sementara 6 unit tambahan jet latih tempur T-50 dari Korsel diperkirakan datang tahun 2023. Tambahan 6 jet tempur ini akan memperkuat 14 unit yang sudah ada dan semuanya sudah diinstalasi radar Elbit dan dipersenjatai rudal. Tampilannya menjadi Fa-50 sehingga bisa memperkuat skadron jet tempur TNI AU di Natuna. TNI AU juga akan diperkuat 13 radar GCI ( Ground Controlled Interception) digital tiga dimensi dari Thales Perancis. Kontrak efektif sudah ditandatangani di Paris belum lama ini.

Tiga kapal selam Nagapasa Class diharapkan akan operasional penuh setelah selesai harwat (pemeliharaan dan perawatan) tahun ini. Yang paling mendesak adalah kebutuhan tambahan kapal selam serbu untuk memastikan daya gentar alutsista bawah air kita. Saat ini TNI AL hanya punya 4 unit kapal selam "anjing kampung". Untuk itu kita sangat mengharapkan proses pengadaan 2 kapal selam "herder" Scorpene yang digadang-gadang selama ini bisa segera kontrak efektif tahun ini juga. Ini skala prioritas, tidak bisa ditunda karena jujur saja kekuatan bawah air kita dalam SSAT (sistem senjata armada terpadu) belum menggigit. Sementara itu untuk 2 unit kapal perang heavy fregate Arrowhead140 alhamdulillah sudah kontrak efektif. Artinya sudah ada kepastian tambahan 2 kapal striking force yang gahar untuk menjaga kewibawaan teritori NKRI.

Untuk program pengadaan alutsista strategis seperti 6 kapal perang heavy fregate Fincantieri Class dari Italia dan 6 kapal perang Mogami Class dari Jepang serta 36 jet tempur F15 IDN dalam pandangan kita bisa dijadwal ulang. Kita fokus pada harwat dan upgrade 4 unit KRI Diponegoro Class dan 3 unit Bung Tomo Class yang sudah dijadwalkan. Bergantian mengawal teritori laut tersedia 2 KRI Martadinata Class, 3 KRI Fatahillah Class dan 4 KRI Ahmad Yani Class dan sejumlah KRI striking force lainnya. Khusus untuk pengadaan 36 jet tempur F15 IDN yang terkait dengan fasilitas GSP (General Specialized Preferences) ekspor kita ke Paman Sam, jika memang harus segera "diseimbangkan" setidaknya untuk batch 1 bisa order 8 unit dulu.

Diplomasi dan penguatan militer kita perlu effort bertahap. Maka sebagai komplemennya, kelincahan dan kecerdasan diplomasi kementerian luar negeri RI menjadi yang paling penting dan utama untuk dijalankan. Kecerdasan dan kepiawaian itu sudah diperlihatkan dalam Presidensi G20 saat ini ketika beberapa anggota G20 yang dipimpin AS mau mutung di KTT Bali Nopember mendatang jika Rusia diikutundangkan. Rusia kan jamaah G20, perlakuannya harus sama. Langkah cerdas yang diambil Kemenlu Indonesia sangat bermartabat dengan prinsip netral, tidak ikut arus alias nggah nggih mawon. Tetap konsisten mengundang Rusia dan mengikutkan Ukraina. Win-Win solution. Namun kabar terakhir ternyata Ukraina tidak jadi menghadiri KTT G20 di Indonesia. 

Kemampuan diplomasi internasional ini diharapkan bermanfaat mengurangi suhu konflik di LCS. Sejauh tidak ada intervensi militer asing di perairan Natuna, posisi netral kita tetap istiqomah. Membuka dialog yang terus menerus dan mengedepankan semangat kerjasama dengan semua pihak adalah langkah yang harus terus dikumandangkan. Kita sudah paham betul dengan karakter Paman Mao yang mahal senyum dan karakter Paman Sam yang high profile berbumbu emosional. Juga karakter  Paman Bear yang sedikit bicara dan tegas. 

Sembari kita berskala prioritas untuk penguatan militer kita karena keterbatasan anggaran, kecakapan berdiplomasi di Presidensi G20 adalah momentum unjuk kecerdasan dan kepiawaian Indonesia. Siapa tahu dengan KTT G20 di Bali ada solusi perdamaian abadi antara Ukraina dan Rusia. Juga ada solusi kerjasama ekonomi yang saling menguntungkan di LCS dan Indo Pasifik. Dengan begitu ada harapan relaksasi otot militer, dan pengurangan belanja persenjataan. Semoga Pamam Bear terbuka mata hatinya, semoga Paman Sam menyadari tempramennya dan Paman Mao mudah diajak tersenyum. Dunia kan milik kita bersama untuk kesejahteraan bersama. Recover together recover stronger. Semoga.

****

Surabaya, 30 Mei 2022

Jagarin Pane