Wednesday, December 25, 2024

Memahami Diplomasi Detente Prabowo

Pernyataan bersama Presiden Indonesia Prabowo Subianto dan Presiden China Xi Jinping soal Laut China Selatan (LCS) tanggal 9 Nopember 2024 mendapatkan respon yang luar biasa. Di dalam dan di luar negeri. Ada dua catatan yang bisa kita kedepankan sebagai bagian dari diplomasi detente Presiden kita ini. Yang pertama adalah ketika Prabowo terpilih menjadi Presiden Indonesia, China mengundangnya secara khusus dalam kapasitas sebagai presiden terpilih. Meski kemudian Kemenlu Indonesia meluruskannya sebagai Menteri Pertahanan. Prabowo berkunjung ke Beijing tanggal 31 Maret sampai 2 April 2024 dan mendapat sambutan hangat Presiden China Xi Jinping. Ini sebuah inisiasi diplomatik terukur Paman Panda untuk merangkul Jakarta.

Yang kedua, setelah dilantik menjadi Presiden Indonesia, Prabowo memilih China sebagai negara pertama yang dikunjungi sebelum kunjungan safari ke benua Amerika. Dan ini hanya berjarak enam bulan interval berkunjung ke China. Luar biasa berbalas pantun diplomatik. Sementara kunjungan berikutnya Prabowo ke AS tanggal 10-13 November 2024, kemudian menghadiri KTT APEC di Peru tanggal 15-16 November 2024 dan KTT G20 di Brazil tanggal 18-19 November 2024. Dalam kunjungan kenegaraan ke China tanggal 8-10 November 2024 inilah lahir Joint Statement bersejarah China-Indonesia. Judulnya sangat rinci: Peningkatan Kemitraan Strategis Komprehensif Dan Komunitas China-Indonesia Untuk Masa Depan Bersama. 

Pernyataan bersejarahnya ada di butir 9. Bahwa kedua negara akan bersama-sama membuat lebih banyak titik terang (bright spot) dalam kerjasama maritim termasuk untuk area yang mengalami klaim tumpang tindih dan sepakat untuk membentuk komite pengarah bersama. Kementerian luar negeri Indonesia kemudian memberikan penjelasan bahwa Joint Statement bukanlah pengakuan terhadap nine dash line China. Dan kerjasama maritim Indonesia-China tidak berdampak pada kedaulatan maupun yuridiksi Indonesia di Laut Natuna Utara (LNU). Maka gema joint statement kedua negara ini membuat kalkulasi geopolitik LCS bergelombang.

Dalam perspektif kita langkah diplomatik Presiden Prabowo ini setidaknya berupaya mengurangi demam berkepanjangan di LCS yang sudah menimbulkan banyak provokasi dan insiden. Menurunkan ketegangan atau relaksasi  dikenal dengan istilah detente. Yaitu upaya diplomatik mengelola hubungan dengan negara yang berpotensi menjadi musuh untuk menjaga perdamaian. Dan bahkan bisa membangun kerjasama simbiosis mutualistis. Istilah detente sangat populer pada era ketegangan NATO dengan Pakta Warsawa. Langkah diplomatik Prabowo ini juga ingin menegaskan bahwa Indonesia punya cara tersendiri dalam mengelola hubungan luar negerinya. Termasuk diplomasi militer. 

Kita tidak ingin terjebak dalam framing ikut dan atau dipengaruhi salah satu persekutuan dan aliansi militer. Dengan AS kita sudah punya hubungan kemitraan strategis komprehensif, sama dan setara dengan China. Indonesia dan Australia punya perjanjian Defence Cooperation Agreement (DCA) revisi dari Lombok Treaty. Juga dengan Singapura. DCA dengan Australia telah menghasilkan latihan militer terbesar sepanjang sejarah "Keris Woomera" bulan November yang lalu di Jawa Timur. DCA dengan Singapura, mengizinkan negeri mungil sejahtera berotot militer itu menggunakan perairan di selatan Natuna untuk latihan militernya. Dengan militer AS, Indonesia setiap tahun melakukan latihan tempur tiga matra skala besar "Garuda Shield", bersama negara sahabat yang lain. Dengan Armada Pasifik Rusia, TNI AL baru saja melakukan latihan tempur laut "Orruda Exercise" di laut Jawa bulan lalu.

Dalam diplomasi detente, mengumandangkan bright spot jauh lebih baik daripada memelihara hot spot. Membangun kerjasama untuk kepentingan bersama jauh lebih penting daripada memelihara titik panas konflik oleh sebuah sebab yang tidak proporsional. Indonesia sebenarnya tidak berkonflik kedaulatan teritori dengan China. Tumpang tindih dengan nine dash line China ada di perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) LNU, bukan di perairan teritori kedaulatan NKRI. ZEE Indonesia di LNU adalah hak berdaulat sesuai Konvensi Hukum Laut Internasional UNCLOS 1982. Konvensi ini ditandatangani 10 Desember 1982 di Jamaika. Berlaku efektif sejak 16 Nopember 1994. Indonesia meratifikasi UNCLOS 1982 dengan UU No 17 tahun 1985 . China baru meratifikasi UNCLOS 1982 pada tahun 1996. Sementara AS sampai saat ini belum mengakui UNCLOS 1982.

Mengapa AS begitu bersemangat membangun aliansi militer AUKUS di Indo Pasifik. Menggelar kekuatan militer secara besar-besaran. Melakukan latihan militer dengan sejumlah negara di Indo Pasifik. Memperkuat Australia dengan kapal selam nuklir. Membangun pangkalan militer di Filipina. Menguatkan pertahanan Taiwan. Memindahkan armada kapal induk dari kawasan Teluk ke Pasifik. Semua langkah strategis AS ini  adalah untuk mengantisipasi ancaman militer China. Termasuk memelihara hegemoni superioritas ekonominya yang bersaing ketat dengan China. Dalam bahasa Samuel Huntington musuh masa depan AS adalah China.

Mengantisipasi dinamika geopolitik kawasan dan untuk urusan kedaulatan teritori, Indonesia terus menguatkan postur pertahanannya, proporsional dengan luas wilayahnya. Dua kapal perang setara heavy fregate "Brawijaya Class" dari Italia tahun depan memperkuat armada tempur TNI AL. Termasuk kontrak efektif pembangunan dua kapal selam Scorpene dengan Perancis. Pembangunan kapal perang jenis OPV 90, kapal cepat rudal, kapal patroli cepat terus berlangsung di galangan kapal swasta nasional. PT PAL saat ini sedang membangun 2 kapal perang terbesar heavy fregate "merah putih" di galangan kapal miliknya di Surabaya.

Sementara TNI AD akan mendapatkan 22 helikopter Black Hawk dari AS, sejumlah rudal balistik Khan buatan Turki,  UAV dan berbagai jenis ranpur lainnya. TNI AU menambah dan menguatkan satuan radar dengan 25 radar GCI baru. Sebagian buatan Perancis dan sebagian lagi buatan Ceko. Juga mempersiapkan infrastruktur untuk 42 jet tempur Rafale, 2 pesawat angkut A300 MRTT, 2 pesawat angkut A400M dan sejumlah drone bersenjata. Ini adalah program strategis extra ordinary untuk memastikan keberdayaan militer menjaga marwah teritori negeri kepulauan ini

China adalah kekuatan ekonomi dan militer masa depan. Pertumbuhan ke arah itu sangat jelas sekarang. Dunia yang unipolar saat ini sudah menuju multipolar. Pemegang piala hegemoni AS dan sekutu Baratnya tentu berupaya agar hegemoni ekonomi, hegemoni militer, hegemoni framing dan informasi tidak tergerus abrasi China. Maka sekarang kita lihat polarisasi dunia menguat. Perang Rusia-Ukraina adalah hasil dari hegemoni framing. Di sisi yang lain ada pembiaran kekejaman Israel di Gaza. Semua ini karena perilaku hegemoni yang overdosis dan mencederai nilai-nilai kemanusiaan. Termasuk lahirnya aliansi militer China, Rusia, Korea Utara, Iran adalah karena ketidakadilan hegemoni. Juga BRICS.

Oleh sebab itu kita melihat langkah diplomatik cerdas Presiden Prabowo dan Presiden Xi Jinping melalui Joint Statement bisa diartikan dalam perspektif memandang over the horizon. Dunia masa depan dengan adalah kerjasama, bukan permusuhan. Indonesia tidak ingin terjebak dalam percaturan spion hegemoni karena masa depan harus dibangun dengan kerjasama ekonomi semua pihak. Membangun kerjasama internasional melalui bright spot adalah jalur terbaik untuk menuju Indonesia Emas. Termasuk membangun kekuatan militer negeri ini adalah untuk memastikan keberdayaan dan kewibawaan teritori NKRI serta marwah diplomasi. Semoga.

****

Jagarin Pane / 25 Desember 2024


31 comments:

Anonymous said...

Sebuah analisa yg cukup komprensif…πŸ‘

Anonymous said...

Berharap KCR & Tank Boat dr PT LUNDIN segera dipesan dalam jumlah banyak. KCR lainnya dpt dipasangi rudal Brahmos. Jgn lupa Black Hawk & F15Id segera dilunasi pembayarannya

Anonymous said...

Setiap pulau2 dipasang rudal

Anonymous said...

Menurut saya alutsista strategis harus di perlengkapi dan diperbaharui. Untuk satelit militer di tambah secara masif agar tidak ada wilayah yang tidak tercover.
Salam Indonesia Maju

Anonymous said...

Ketika negara lain yg katanya di sebut negara miskin dan terbelakang sudah bisa bermain main dengan rudal hipersonik dari berbagai tipe, kita masih berkutat di uji coba roket. ketika negara lain sudah bisa membuat satelit sendiri untuk keperluan militer Dll, di kita sudah layu duluan karena dananya di korupsi...sebagai rakyat kecil saya tidak tahu apa masalahnya di negri kita ini sampai sebegitu sulitnya membuat sesuatu yg negara lain seakan gampang untuk membuatnya . Mungkin kita sudah bosan membaca berita bahwa turki dan iran sebegitu seringnya mengeluarkan rudal2 dan drone terbaru.

Anonymous said...

SEANDAINYA KITA BERPERANG DENGAN MILISI HIZBULLAH ATAU HOUTI apakah kita akan hancur duluan?

Anonymous said...

Apakah negara kita kekurangan SDM? SDA? DANA? MENTAL PETARUNG? ATAU MEMANG SUDAH DI PENUHI MENTAL2 KORUP?

Anonymous said...

Pakistan sebuah negara muslim terbesar kedua didunia dengan jumlah penduduknya hampir sama dengan kita dan juga kasus korupsinya pun mungkin mirip2 dengan kita di tambah lagi di sana masih sering terjadi perang saudara, tapi mereka sudah punya senjata nuklir, rudal hipersonik, tank MBT buatan sendiri, bahkan sudah bisa jual pespur..padahal mereka tidak mempunya SDA semelimpah kita πŸ˜”

Anonymous said...

Militer houti sekarang lagi jadi perbincangan dunia karena rudal2 hipersoniknya bisa menembus jantung pertahanan israel yg konon katanya mempunyai pertahanan udara terkuat di dunia dan akhirat...padahal houti tidak bisa membuat rantis maung, panser anoa, tank medium harimau LPD kelas makasar, KRI merah putih, kasel herder scorpene. Mereka bisa menutupi kelemahan yg lain dengan sesuatu yg jauh lebih CEUTAR MEMBAHENOL😁 yaitu rudal hipersonik

Anonymous said...

Mungkin sampai kapanpun kita tidak bisa mengejar keunggulan alutsistanya singapura karena di samping SDM, dana, mereka juga menjadi sekutu utama AS. Seharusnya kita bisa berpikir cerdas seperti houti ketika kita tidak bisa mengejar alutsista singapura maka buatlah satu alutsista yg bisa membuat mereka ketar ketir, buatlah alutsista tersebut dengan fokus dan mati2an... apa itu? Ya tentunya jawabannya sudah pada tahu

Anonymous said...

Belum lagi kita berbicara tentang tetangga kita yg dari selatan, mereka mempunyai keunggulan militer jauh melebihi singapura, mereka sudah serba nuklir, hipersonik dan siluman

Anonymous said...

Kedepannya kita ingin negara lain takut dengan kita bukan karena DIPLOMASI SENYUMAN, MUKA MANIS, PURA2 BAIK ,SIPAT RAMAH DAN SALAMAN SANA SINI tapi mereka takut karena KEKUATAN MILITER KITA

Supri Bergowo said...

Langkah Diplomasi pak Prabowo sbg Presiden NKRI adl cara tepat dan elegan, hal tsb sbg solusi utk menuju Indonesia emas pd 2045 yg dicita citakan. Tentunya utk mencapai tujuan tsb perlu keterlibatan semua komponen bangsa guna membangun NKRI yg sejahtera, adil dan makmur. Utuk mencapai tujuan tsb tentunya perlu adanya semua unsur pertahanan juga hrs mendapat perhatian serius guna mengantisipasi adanya gangguan keamanan baik dari dalam negeri maupun lebih khusus dari luar negeri.

Waipios said...

Terlalu merendahkan bangsa sendiri klu kamu mmg org Indonesia komen kamu..gak punya mata apa kamu hampir 2 dekade ini tak pernah berhenti penguatan otot militer Indonesia gak mingguan gak bulanan gak harian ada aja alutssta baru baik lokal mo pun luar..omon2 kamu akan terhenti ketika rafake,f15 exidn,ifx SDH ada di negara ini..kamu katakan sdm mereka luar biasa tak tertandingi..apa mereka pernah buat pesawat!!mikir dulu klu mo ngomong..

Anonymous said...

Apapun yg terjadi Pemerintah harus wajib fokus buat rudal

Anonymous said...

Saran saya terkait sikap Turki, dan korsel, yang berpengaruh pada pengadaan alutsista dan ToT karena tuduhan 5 ilmuwan Indonesia mencuri data KFX/IFX sedangkan Indonesia telah melakukan pembayaran meskipun tidak penuh karena tidak adanya jaminan dari pihak korsel untuk melakukan ToT, maka solusi jangka pendek dibagi 2, 1. dengan teknologi terkini adalah beli lisensi seluruh jet tempur rusia dari Su 30, Su 34, Su 35, Su 57, helikopter ka 52, militer mi 28, kapal selam belgorod dan kapal selam bulava, pantsyr, hovercraft berukuran besar, MLRS, mengingat indonesia dikepung oleh FPDA, 2. Membentuk tim peneliti gabungan untuk penelitian dan pengembangan

Pusing pusing said...

Tenang & Jangan ribut ya
Utk menjadi negara dgn alutsista militer yg kuat canggih gahar dan mumpuni pasti butuh dana pengadaan yg besar pula. Utk RI dgn dana pinjaman luar negeri buat beli alutsista militer yg baru disediakan USD 25,5 milyar oleh pemerintah RI. Itu dana buat beli baru sedangkan dana pemeliharaan dan perawatan belum disediakan.
Pertanyaannya apakah dgn dana USD 25,5 milyar itu sudah semuanya alutsista tua diganti dgn yg baru?
BPK Prabowo sebagai presiden RI pasti tau seberapa kuatkah alutsista TNI bisa meladeni perang, makanya semua presiden RI baik yg pertama yaitu Soekarno sampai BPK Prabowo pastilah mengedepankan kemampuan para diplomat diplomat RI di meja PBB supaya RI tidak terlibat perang dgn siapapun.

Pusing pusing said...

Komentar anda barusan di atas ada benarnya juga tapi pertanyaannya seberapa nekatkah RI menerobos belenggu aturan CAATSA? Kalo berani seperti itu bakalan kran kran export barang dari RI ke USA maupun sekutu USA bakalan ditutup.
Apakah RI sudah siap tidak ada lagi pemasukan uang dari export barang barang Made in RI? Berkurangnya pendapatan RI juga akan mengguncang perekonomian RI. Hal ini karena pendapatan tertinggi utk export barang dari RI ya hanya ke USA saja bahkan surplus pula.
Saya rasa pemerintah RI tidak akan pernah berani melanggar peraturan CAATSA.

Anonymous said...

Bukannya merendahkan hanya sekedar memberikan kritikan tajam saja? Ketika negara2 yg ekonominya hampir sama dengan kita bahkan di belakang kita tapi teknologi militer mereka sudah jauh di depan kita, mereka sudah main2 di rudal hipersonik bahkan ICBM.

Anonymous said...

Rudal hipersonik atau ICBM itu ibarat jalan raya atau jalan tol di sebuah daerah atau sebuah negara. Ketika kita pertama kali datang ke satu daerah atau mungkin satu negara pertama tama yg jadi perhatian itu adalah jalannya, ketika jalannya rusak2 maka kesan pertama tentang daerah itu pasti jelek, tak peduli apakah daerah tersebut kaya bla bla bla DSB. Nah Sekarang di ranah militer rudal hipersonik atau ICBM itu jadi kesan pembeda bagi negara yg memilikinya tak peduli apakah negara tersebut miskin atau terbelakang sekalipun yg jelas negara tersebut akan di takuti oleh negara2 adidaya dan adikuasa

Anonymous said...

Kalau ada yg berkata " ah ente sok tau tong, serahkan saja ke kemenhan mereka yg lebih tahu dan ngerti tentang pertahanan"... lah untuk jadi seorang pengamat bola itu gak usah jadi pemain bola dulu atau untuk jadi seorang pengamat politik itu gak usah jadi pejabat dulu, begitu pun jadi pengamat militer abal3 seperti saya ini gak usah kerja di kemenhan atau jadi TNI dulu, yg penting sering2 baca berita pagi 😁 😁😁

Anonymous said...

25,5 milyar dolar SDH sng5 bagus di banding sprti punya malaisia yg hnya 5 milyar dolar di bagi 3 angkatan,yg jelas dr zaman Sukarno sampai Prabowo Indonesia TDK pernah mengelak utk perang bila SDH menyangkut kedaulatan sprti di laut cina selatan bila coast cina mo masuk langsung di usir dan ini berbalik keadaan di malaisia di mana coast guard cina bercokol di perairannya beting ali sampai 1 tahun tanpa ada tindakan dr aparat negaranya

Anonymous said...

Kalau dari angka mungkin lebih besar tapi kalau dari jumlah prajurit dan luasnya wilayah yg harus di jaga itu sangatlah kecil dan 25 m itu bukan cuma untuk beli alutsita 3 matra tapi juga kebutuhan lain seperti beli buku pensil dan penghapusnya prajurit TNI 😁

Anonymous said...

Buat diam2 beli lisensi, tidak perlu publikasi

Anonymous said...

https://youtu.be/65_DgLwjePA?si=ZJuyhf_cahKEMFsY

Jagarin Pane said...

Terlalu ambisius dan jangan lupa ada CAATSA.

Jagarin Pane said...

Setuju, alutsista rudal lebih ampuh dgn investasi jauh lebih murah daripada jet tempur.

Jagarin Pane said...

Setuju.

Anonymous said...

Mental korup para pejabat dan rakyatnya itu biang kladi dari berbagai permasalahan di indonesia, jadi bukan apa yg bisa kita berikan buat negara tapi apa yg bisa negara berikan buat kita, seandainya para pejabat kita di berikan dana besar untuk riset alutsista strategis seperti rudal dan satelit militer, saya yakin itu barang gak bakalan jadi atau minimal molor dari jadwal, bukan karena kita kekurangan SDM tapi karena dananya di potong sana sini.

Anonymous said...

Aneh rasanya ketika kita mau beli alutsista dananya harus pinjam dari luar negri sedangkan dana yg ada di dalam negri yg jumlahnya ratusan T dikorupsi hanya oleh satu orang saja, coba itu dana sita oleh negara bisa beli kapal perang dan kasel berapa biji tanpa harus ngutang.

Anonymous said...

Selalu optimis ......kita memulai membangun sendiri alatistanya walaupun tidak 100 % tetapi setidaknya selangkah lebih maju