Ketika presiden sipil Indonesia berteriak lantang untuk
menenggelamkan kapal nelayan asing yang maling ikan di perairan kita sehubungan
dengan uji nyali jalesveva jayamahe, satu rumah tetangga yang bernama Malaysia
tiba-tiba jadi berisik dan bereaksi negatif. Lewat media online yang merupakan
corong pemerintahnya, mereka merasa tak nyaman, tak enak badan lalu dengan tak
elok pula bilang Jokowi arogan, antek Amerika dan sebagainya.
Bertetangga dengan jiran yang satu ini memang seperti
berhadapan dengan saudara bertabiat congkak dan angkuh. Sebenarnya dia yang
angkuh karena reaksinya itu terhadap gaya Jokowi yang tegas dan jelas. Mengapa dia merasa kelasnya lebih tinggi dari
Indonesia karena gambaran negeri ini ada di wajah-wajah tenaga kerja yang
merantau kesana. Jadi TKI, PATI Indon
itu adalah bingkai cermin cara dia memandang kita. Belum lagi cara pandang feodal negeri yang
terdiri dari kerajaan-kerajaan berbasis Melayu Islam, tentu menjadi pengental
cara pandang terhadap apapun yang berbau buruh, kuli atau tenaga berbayar.
KRI Oswald Siahaan meluncurkan rudal maut Yakhont |
Sekedar catatan dengan dua jiran yang lain Indonesia baik-baik
aja tuh meski ada persoalan perbatasan dengan kita. Menjelang akhir
pemerintahan SBY dicapai kesepakatan perjanjian tapal batas bilateral dengan
Singapura dan Filipina tanpa gembar gembor. Ini membuktikan ruang kelas dan
kualitas dialog dengan kedua negara itu menghasilkan kesepakatan ciamik “bersih
cemerlang tanpa menggores”. Berbeda
dengan kawan sebelah ne yang gemar melakukan klaim demi klaim. Ya karena cermin
itu tadi, dianggapnya kita ini kelas buruh berbayar yang kelasnya dibawah dia
Adalah menjadi hak yang jelas dan terang bagi
pemerintahan bangsa besar ini untuk menyatakan perintah bagi jajarannya agar
bertindak keras dan lugas menghadapi para pencuri sumber daya kelautan termasuk
menenggelamkan kapal mereka jika perlu. Kita juga kan tak pernah dan tak elok meributkan
kenapa pemerintah Malaysia tak mau membuka keran demokrasinya untuk kesamaan
hak bagi setiap warganegaranya. Lihat saja yang terjadi sepanjang sejarah negeri
itu pimpinan pemerintahannya selalu bernama L4 (Lu Lagi Lu Lagi) maksudnya
kalau ditelisik tidak jauh-jauh dari turunan kakek, bapak, anak, sepupu.
Ketika militer Indonesia sedang puasa alutsista di awal
reformasi, jiran sebelah ne banyak kali tingkahnya. Sipadan-ligitan dia goyang
dengan melakukan manuver militer. Sekali
waktu di awal tahun 2001 empat pesawat coin kita OV10 Bronco melakukan patroli
di Sipadan, eh dia malah mengerahkan jet tempur F5E. Padahal masih dalam status sama-sama berhak. Dia
berhasil di Sipadan-Ligitan melalui Mahkamah Internasional tapi terus kemudian
berupaya nak ekspansi pula ke Ambalat.
Indonesia pasang kuda-kuda dengan otot militer.
Sukhoi dan F16 melintas gagah |
Akhirnya memang berhadapan dengan tetangga pongah harus
dihadapi dengan cara pandang militer. Ini penting untuk diingat
saudara-saudaraku. Cara pandang militer (bukan melotot lho) adalah garis tegas
di wajah yang menahan amarah manakala pelecehan demi pelecehan dipertontonkan. Maka
RI pun belanja alutsista secara besar-besaran, terus menerus dan tak terbendung
lagi. Setelah Presiden SBY
menggelontorkan dana US $15 milyar untuk shopping alutsista selama lima tahun terakhir
ini maka Presiden Jokowi semakin jelas dan banyak lagi membelanjakan duit untuk
alutsista segala matra
Yang menarik orang dekatnya yang menjadi Sekretaris
Kabinet Andi Widjajanto adalah pakar pertahanan dan militer yang sangat
visioner. Sebenarnya ada dua figur pakar militer lagi yang sama-sama lantang
menyuarakan modernisasi TNI, yaitu Salim Said dan Connie Rahakundini. Jauh-jauh hari sebelum Andi jadi Seskab dia
sudah melontarkan prediksi bahwa belanja alutsista TNI lima tahun ke depan
minimal US$ 20 milyar. Seskab bersama
Kemenhan tentu menjadi pilar utama untuk mengambarkan renstra lanjutan lima
tahun ke depan.
Terkait dengan poros maritim sudah tentu penggelontoran
dana akan terpusat di AL dan AU. TNI AL
segera membentuk armada tengah, divisi 3 marinir, melanjutkan pengadaan KCR
(Kapal Cepat Rudal), memperbanyak pesanan PKR, mengakuisisi kapal perang kelas
fregat termasuk percepatan pengadaan kapal selam. TNI AU juga diperkirakan akan menambah
sedikitnya 2 skuadron tempur baru disamping mengganti 1 skuadron F5E yang dipensiunkan. Disamping
itu akan ada penambahan radar-radar militer, satuan peluru kendali darat udara jarak
sedang, pesawat intai strategis, intai taktis.
Gebrakan untuk menenggelamkan kapal nelayan asing
sejatinya untuk mengukur kesiapan armada Angkatan Laut, KKP, Bea Cukai, Polisi
Air dengan dukungan Angkatan Udara.
Sinergi dan koordinasi akan memberikan pesan apa yang masih harus
diperbaiki, ditambah dan dikuatkan. Ini
harus dipraktekkan di lapangan. Bisa
jadi yang diperbanyak kapal-kapal patroli non rudal atau bahkan kapal selam
sesuai dengan tugas utamanya sebagai penggentar bawah air tak tertandingi.
Sangat diniscayakan bahwa dalam lima tahun ke depan
militer Indonesia akan tampil dengan dandanan gahar, berkualitas dan
bergengsi. Kalau sudah begini apakah si
Pakcik akan melontarkan statemen angkuh lagi.
Atau jangan-jangan setelah dia membaca tulisan ini malah sekujur
tubuhnya demam lalu mengigau: “kita kan serumpun bang, adek ne hanya bergurau
bang, tak nak kita bergaduh, tak elok dilihat sepupu kita Singapura. Nanti dia orang ketawa senang nak lihat kita
bergaduh terus”. Ternyata igauannya di
dengar Pak Jokowi, lalu sang presiden egaliter itu berkomentar: “emang gue pikirin”.
****
Jagvane / 29 Nop 2014
3 comments:
ahahahah jelas sensitif,secara ikan,hutan dari indonesia ya yang maling mereka2 itu gan jagvane.. lihat saja,masak ikan,hasil hutan kita yg melimpah,klau dah keluar negri made in bukan dari indonesia,tapi dari malaysia,thailand,singapora,dll.. kan kita rugi bandar..klau begini pada miker sekarang..dan harus tegas ngak hanya hangat2 mie ayam
yaa jelas sensitif toooh..., kan berdampak pada perekonomian mereka, terutama pasokan ikan laut yang dihasilkan para nelayan mereka. Dan yang akhirnya berpengaruh pula pada harga ikan yang ada dipasar-pasar mereka juga.
Tapi dipihak kita apakah juga memanfaatkan moment ini untuk mengerahkan dan meningkatkan kemampuan perolehan ikan oleh nelayan RI???.
kurasa kita tak bisa memanfaatkan situasi ini untuk meningkatkan perolehan ikan dan menambah jumlah ekspor kita keluar negeri.
sayaaaangg bingit gitulohh..
Haha.. Analisis yang bagus.. :)
Post a Comment