Monday, December 9, 2019

Melirik Halaman Belakang


Posisi geografi Indonesia sangat strategis, besar, tetapi masih telanjang dimensi pertahanannya. Dua pertiga isi teritorinya air dan kaya sumber daya energi fosil namun angkatan lautnya belum mencapai kriteria diakui apalagi disegani. Juga angkatan udaranya yang harus mengcover ruang udara seluas benua Eropa.
Saat ini cara pandang pertahanan kita masih fokus menghadap utara. Disana ada potensi konflik seperti di Natuna dan Ambalat. Dua hot spot ini mengharuskan TNI gelar kekuatan personil dan alutsista disana. Kita bersyukur secara bertahap isian alutsista anyar sudah digelar di Natuna sebagai jawaban atas klaim ZEE China di perairan Laut Natuna Utara.
Kita punya halaman depan yang menghadap utara dengan segala dinamika yang terjadi. Namun kita juga punya halaman belakang. Disana ada Australia yang punya kekuatan alutsista striking force yang menghancurkan secara massif.
Australia punya doktrin pertempuran menyerang lebih dulu di luar wilayahnya. Kehadiran jet tempur siluman F35 semakin menegaskan bahwa teritori kita semakin telanjang dan tak berdaya manakala terjadi gempuran pre emptive strike dari halaman belakang.
Oleh sebab itu rencana strategis TNI untuk menempatkan batalyon arhanud dengan satuan tembak peluru kendali jarak menengah anti serangan udara di Merauke dan Saumlaki sangat bagus. Dan itu berarti menghadap ke selatan yang nota bene adalah Australia.
Pertahanan udara adalah kombinasi kekuatan jet tempur dan rudal hanud jarak jauh, jarak sedang dan jarak pendek. Selama ini gap yang terjadi di model pertahanan udara kita adalah tidak adanya pertahanan udara area berupa satuan peluru kendali jarak menengah dan jarak jauh. Baru hanud titik di pangkalan militer dan obyek vital.
Dalam program MEF jilid tiga yang dimulai tahun depan diniscayakan ada lanjutan belanja alutsista hanud area. Di MEF jilid 2 sudah dimulai dengan pembelian peluru kendali jarak menengah Nassam 2 untuk pertahanan ibukota Jakarta dan Natuna. Tapi barangnya belum sampai.
Lapisan pertahanan udara kita segera dilengkapi dengan jet-jet tempur terkini, peluru kendali surface to air jarak jauh dan jarak menengah. Dipilihnya Saumlaki dan Merauke sebagai basis pertahanan udara statis sesuai dengan hakekat ancaman karena wilayah itu ruang udaranya terletak di garis lurus antara Darwin dan Guam. Tahu sendirilah maksudnya.
Mengapa tidak di Kupang atau Biak, karena kedua wilayah itu sudah dialokasikan untuk penempatan skadron jet tempur. Jadi kombinasi jet tempur sebagai hanud mobile atau dinamis dengan penempatan satuan peluru kendali darat ke udara di timur negeri adalah strategi zona marking yang bagus.
Lebih dari itu perkuatan lapisan pertahanan udara kita harus mendapat prioritas. Masih banyak titik dan area pertahanan udara kita yang belum tercover. Meski Jawa sudah dilapis dengan kekuatan radar canggih dan jet tempur tapi hanud areanya masih nihil. Apalagi pulau-pulau besar yang lain.
Pekerjaan besar ini harus didukung dengan anggaran yang besar. Nah pantas kan kalau rasio anggaran pertahanan kita ke depan minimal 1% dari PDB dan itu sama dengan 240 T per tahun. Tahun 2020 pagu anggaran pertahanan sudah ditetapkan yaitu sebesar 131 T. Itu sama dengan 0,8% dari PDB kita.
Potensi konflik kita itu muka belakang sama-sama berpeluang. Yang di halaman belakang kita itu adalah tetangga yang baik kalau ada maunya. Suka usil dan suka mendikte tapi jauh lebih makmur dari kita. Suka menolong tapi juga suka ngungkit-ngungkit jasanya itu. Nah menghadapi jiran model ginian harus kita perkuat pagar halaman kita.
Jika pertahanan kita kuat mau ngomong sama jiran jadi berkelas. Maksudnya ketika kita berdiplomasi, argumen kita didengar. Apalagi kalau pas ngomongnya mata ikut mendelik. Itu tetangga pada mikir juga dan syaratnya ya harus punya kekuatan militer yang berkualitas dan disegani. Itu saja.
****
Jakarta, 7 Desember 2019
Jagarin Pane

21 comments:

Unknown said...

Nah kan akhirnya muncul juga artikel tentang tetangga kita di Ausii....di sana ada 2500 marinir AS yg notabene adalah backing power si Aussie...ingat kan doktrin Aussie bahwa musuh sebenarnya dari Utara,,,nah itu udah jelas nunjuk hidung RI.. sudah semestinya dan sudah jadi keharusan peningkatan daya pukul jarak sedang ataupun jauh segera di penuhi,,,terutama mata penglihatan qita harus benar-benar waspada,,ingat f35 nya Aussie bisa masuk keluar RI tanpa qta sadari,,,

Cuma Kartu fb Telkomsel yang GRATIS facebook nya beneran !! (gak cuman 2.5mb doang lho) Like This... said...

pemerintah RI terlalu santuy, menganggap tidak akan ada ancaman perang dalam waktu dekat, ingat sejarah Jakarta hampir di bom oleh Advark nya Aussie saat konflik timtim,di era perang beyond visual range seperti ini mmg sdh tidak relevan bergantung pada alutsista SHORAD apalagi VSHORAD, harus nya pemerintah terlebih TNI HARUS NGOTOT meminta anti dot dari F35 Aussie, ingat bagaimana dia dulu terbang bebas di atas kupang apalagi skr punya F35, kalau takut beli antidot dari rusia karena CATSA think smart belilah produk dari negara lain yang tidak kalah mumpuni, NASAM sebetulnya cukup efektif karena bisa kombinasi penggunaan nya antara sidewinder & AIM 120 tapi ingat rudal ini buatan AS (pasti gk mau kasih versi yg lebih canggih atau jumlah pembelian nya bergantung pada putusan kongres AS) intinya serba di batasi apalagi kalau angkat isu HAM. perlu di pertimbangkan lagi hanud handal buatan negara lain yang tidak bnyk syarat. kemudian penyakit lain dari pemerintah kita adalah selalu beli dalam jumlah yang nanggung, sumber permasalahan nya anggaran pertahanan masih di bawah 1% PDB. ironis kalau ingat uang negara banyak yang di pakai BANCAKAN oleh oknum oknum pejabat jumlah nya bisa nutup kekurangan 1% PDB kalau di kumpulkan bahkan lebih

Cuma Kartu fb Telkomsel yang GRATIS facebook nya beneran !! (gak cuman 2.5mb doang lho) Like This... said...

sedih nya lagi belanja alutsista selalu pakai istilah FIT FOR BUT NOT WITH alias kalau beli jet tempur atau kapal perang gak sekalian sama rudal nya, kalau gk sanggup beli destroyer belilah fregat rasa destroyer, kalau masih gk sanggup juga belilah korvet rasa destroyer, banyak negara yang jual tinggal pilih, KRI SIGMA class juga sudah tidak layak mengandalkan mistral rudal panggul yang di cangkok ke KRI, KRI itu tidak MURAH makanya harus di beri perlindungan yang MUMPUNI, bayangkan KRI harus tenggelam karena tidak punya hanud mumpuni, hancur oleh sebuah rudal yang harga nya di bawah 1 unit KRI, terpenting lagi nyawa para prajurit yang mengawaki nya, segera akselerasi dan rubah pola pikir dalam belanja/meningkatkan alutsista

Air force said...

Gambaran MEF skuadron TNI AU

*** KOGABWILHAN 1 :

* Pontianak =
1 skuadron F16 viper (pengganti hawk)
1 skuadron UCAV ch4b
* Pakanbaru =
1 skuadron F16 block52id
1 skuadron Hawk 100/200 opsi diganti F16 viper

*** KOGABWILHAN 2 :

* Madiun. =
1 skuad SU35 (pengganti F5)
1 skuad F16 setara block52id
1 skuad TA50 KAI golden eagle
* Makasar. =
1 skuad SU27/SU30
* Manado =
1 skuad FA50 KAI fighting eagle (squad baru)

*** KOGABWILHAN 3 :

* Kupang. =
1 skuad F16 viper (squad baru)
* Biak. =
1 skuad SU35 (squad baru)
1 skuad UCAV ch4b

Semoga tercapai..jaya lah indonesia ku

Unknown said...

Celaka memang negara kita kalau ga segera memperkuat otot.benar sekali koment om om d atas....

Unknown said...

Celaka memang negara kita kalau ga segera memperkuat otot.benar sekali koment om om d atas....

rroossyyiidd said...

Mantap

Anonymous said...

Philipina sdh deal beli 2 baterai rudal pertahanan pantai brahmos dgn kontrak 300m peso, skr sdg menjajaki F16 viper & gripen setelah sebelum nya mengakuisisi fregat rudal, negara dgn anggaran pertahanan yg lebih kecil dari indonesia tapi sangat cepat dalam modernisasi alutsista nya, Sy bingung dengan Indonesia birokrasi nya atau apa yang membuat pengadaan molor lama dan ujung ujung nya FIT FOR BUT NOT WITH...tiap tahun anggaran naik tp modernisasi nya lambat, nasam saja gk datang2, kalah cepat dengan pengadaan brahmos philipina tahun lalu mengaktifkan batalyon rudal nya, kemudian menjajaki rudal nya hingga akhirnya sarana pra sarana pertahanan pantai nya jadi, deal 2020 datang brahmos nya, belajar lah ke philipina

Unknown said...

Bkan cuma sampean yg heran...semua pemerhati militer jg heran...dg anggaran besar kita jauh lebih lambt d banding 5etangga2 kita dalm setiap pengadaan.

Unknown said...

Bkan cuma sampean yg heran...semua pemerhati militer jg heran...dg anggaran besar kita jauh lebih lambt d banding 5etangga2 kita dalm setiap pengadaan.

ione said...

Mentri pertahanan yg dulu pa rr terlalu santui dan santai mudah mudahan oleh pa ps bisa cepat tepat pengadaan alutsusta

ione said...

Mentri pertahanan yg dulu pa rr terlalu santui dan santai mudah mudahan oleh pa ps bisa cepat tepat pengadaan alutsusta

ione said...
This comment has been removed by the author.
Pribumi NKRI said...

Indonesia Fokus di Pengembangan Rudal. Seperti Rudal Balistik, Darat ke Udara, Darat ke LAUT, LAUT ke LAUT, LAUT ke Udara. Sehingga NKRI Bisa menjadi nega ra dengan Kekuatan Rudal yang Dahsyat Dan disegani.

Orang pingiran said...

Ulasanya bener kabeh.....pinter...

isan said...

Pertama yg dilakukan adalah mempersiapkan anggaran menjadi 1%, roadmad dan buat perjanjian kerjasama dgn negara2 produsen dimana alutsistanya memang kita perlukan dan bisa memberikan tot sesuai UU. Perjalanan pak Prabowo ke USA, Cina, turki dan Rusia sepertinya sudah sesuai rencana karena mereka menawarkan alutsista strategis yg kita perlukan seperti rudal, pesawat, kasel dll. Semoga anggarannya juga sesuai rencana.

Budi yanto said...

Negara berdaulat koq takut beli s-400 turki yg anngota nato az belu gpp, biarlah 1000 caastaa kita cukup 1 pancasila gk usah banyak komen beli dulu berita nyusul

Budi yanto said...

Liat pangkalan militer hymaimin rusia di suriah di lindungi arhanud berlspis sampai jamers, ingat sekarang era siluman dan rudal serta satelit

Budi yanto said...

Rusia sdh tawarkan kita minta apa az d kasih yg lelet siapa

Budi yanto said...

MEF 4,5,6

dia said...


Thank you for posting this kinds of article. I am very happy to read your article.
jasa pembuatan website jogja