Tiba-tiba saja Israel membombardir Doha ibukota Qatar untuk membunuh pemimpin Hamas. Sangat jelas ini merupakani agresi militer yang paling memalukan. Israel berulang kali memperlihatkan gaya bernegara yang arogan, bergaya preman,sok jago. Karena ada pelindung abadinya AS. Padahal di Qatar ada pangkalan militer terbesar AS. Padahal Qatar selama ini adalah negara yang menjadi mediator, dan fasilitator untuk setiap perundingan Timur Tengah bersama Israel. Padahal Qatar memiliki kekuatan persenjataan yang canggih yang sebagian besar produk Paman Sam. Qatar merasa dikhianati dan marah besar. Sementara di kawasan Eropa, ratusan drone Rusia menyusup ke Polandia yang nota bene anggota NATO. Maka gegerlah Pakta Atlantik Utara itu. Jika Polandia dan NATO membalas maka dunia menuju Perang Dunia Ketiga. Itulah suasana terkini dari dinamika geopolitik dunia yang fluktuatif. Di berbagai kawasan banyak terjadi konflik militer tak terduga.
Para pemikir strategis Indonesia tentu sudah membaca tanda-tanda jaman ini. Cuaca geopolitik saat ini dan ke depan sepertinya bernuansa ngeri-ngeri sedap. Dikira panas sampai petang ternyata hujan tengah hari. Kalau kita amati sebenarnya ini adalah inkubasi dari transisi perubahan tatanan dunia yang selama ini bercorak unipolar. Penguasa hegemoninya adalah AS. Staf khususnya NATO di Eropa. Sementara di Indo Pasifik anak buahnya adalah Jepang, Australia dan Korsel. Perilaku penguasa hegemoni saat ini bisa terlihat jelas sepak terjangnya. Kepemimpinan AS dibawah Donald Trump tidak menunjukkan leadership yang berkualitas, apalagi bijaksana. Tetapi cenderung bergaya "pamership", "premanship" dan yang sebangsa dengan arogansi. Itu semua bisa terjadi karena tatanan dunia saat ini unipolar, dikuasai oleh satu blok kekuatan yang sebenarnya sedang memudar hegemoninya.
Indonesia yang begitu luas teritorinya dan kaya akan sumber daya alam adalah karunia terbesar yang dimiliki bangsa besar ini. Jawaban dan antisipasi terhadap gonjang ganjing geopolitik dunia saat ini adalah dengan memperkuat basis pertahanan. Dan tetap keukeuh dalam posisi non blok yang dinamis. Negeri kepulauan terbesar ini harus memilki manajemen pertahanan yang kuat dan terintegrasi. Pertanyaannya, bagaimana dengan kondisi kekuatan pertahanan kita saat ini. Jawabannya masih belum mencapai kriteria standar. Oleh karena itulah saat ini kita bisa menyaksikan berbagai program extra ordinary dari Kementerian Pertahanan. Semua berpacu dengan waktu. Untuk mengembangkuatkan investasi pertahanan dengan pengadaan berbagai jenis alutsista strategis dan canggih.
Kita ambil contoh bagaimana standar manajemen pertahanan di Indonesia Timur saat ini khususnya Maluku dan Papua. Meski sudah ada pangkalan AL Koarmada Tiga di Sorong dan Pasmar Tiga ( Divisi 3 Marinir). Namun kekuatan striking force Armada Tiga belum masuk kriteria minimum essential force. Ketersediaan KRI pemukul masih terbatas dengan kapal korvet dan kapal cepat rudal. Demikian juga dengan kekuatan TNI AU, belum ada skadron tempur yang ber home base di Maluku dan Papua. Secara ekosistem Maluku dan Papua ini sebenarnya strategis dalam dinamika geopolitik Indo Pasifik. Pemilihan Sorong sebagai Navy Base Armada Tiga berikut Pasmar Tiga karena lebih melihat potensi ancaman dari Utara. Guam sangat dekat dengan Papua. Kita tahu pangkalan militer Andersen di Guam menyimpan berbagai jenis jet tempur dan pengebom strategis milik AS. Trafik air force dari Guam ke Darwin Australia dan sebaliknya pasti melintasi langit Maluku dan Papua.
Pemerintah berinvestasi pertahanan dengan berbagai jenis alutsista produksi berbagai negara, menjadi bagian dari strategi pertahanan. Misalnya 18 jet tempur Chengdu buatan China jika jadi dibeli , penempatannya bisa di Biak atau Kupang. Sudah tahu lah maksudnya. Termasuk memperkuat skadron Sukhoi yang sudah ada di Makasar. Sementara 48 jet tempur gen 5 KAAN buatan Turki bisa dialokasikan di Manado, Kupang, Balikpapan. Untuk 48 Jet tempur Rafale yang mulai datang awal tahun depan sudah pasti akan ditempatkan di Pekan Baru, Pontianak dan Natuna. Seluruh jet tempur F16 yang berjumlah 33 unit akan berada di home base Iswahyudi AFB bersama 19 unit jet tempur baby falcon T50 golden eagle. Sementara jet tempur IFX dengan asumsi produksi 24 unit kemungkinan besar akan ditempatkan di Medan dan Pekan Baru melapis Rafale. Sebaran skadron tempur ini dalam pandangan kita sudah menyebar merata dan ideal.
TNI AL saat ini sedang berproses menguatkan kemampuan armada tempurnya. Termasuk mengembangkan organisasi. 14 Pangkalan Utama TNI AL (Lantamal) ditingkatkan menjadi Komando Daerah AL dengan panglima bintang dua. Kapal perang terbesar dan canggih KRI Brawijaya 320 sudah datang. Menyusul Desember 2025 nanti KRI Prabu Siliwangi 321. PT PAL sedang mempersiapkan pembangunan 2 kapal selam Scorpene bersama Perancis. Pada saat yang bersamaaan PT PAL sedang menyelesaikan pembangunan 2 Fregat Merah Putih. Di Turki juga sedang berproses pembangunan 2 Fregat Istif Class dan Kapal Cepat Rudal untuk TNI AL. Sementara galangan kapal swasta dalam negeri mendapat order modernisasi 41 KRI, pembuatan kapal Cepat Rudal dan Kapal Patroli Cepat.
Pelajaran dari beberapa pertempuran di berbagai kawasan membuktikan bahwa alutsista buatan Barat ternyata tidak setangguh marketing komunikasinya. Rudal-rudal Iran ternyata mampu menembus Air Defence System (ADS) Israel yang terkenal canggih dan kokoh. ADS Ukraina juga babak belur dihujani drone dan rudal Rusia. Rudal Nassam dan Patriot kalah awu melawan rudal-rudal Rusia yang punya kecepatan tinggi. Belum lagi rudal Oreshnik yang spektakuler itu. Jet tempur Rafale India berhasil dijatuhkan rudal China yang diluncurkan dari jet tempur J10 Pakistan. Battle proven alutsista Rusia dan China telah membuka cakrawala pandang dunia yang selama ini banyak berkiblat ke Barat. Qatar, Arab Saudi, UEA adalah negara yang seluruh alutsistanya buatan AS dan Eropa.
Pilihan Indonesia untuk investasi pertahanan dengan pola diversifikasi adalah bagian dari strategi manajemen pertahanan sesuai konstelasi geopolitik kawasan. Potensi konflik di sekitar kita juga bercorak warna. Ada China, ada Malaysia, ada Australia. Saat ini ada dua hotspot yang harus mendapat pengawalan ekstra yaitu Laut Natuna Utara dan Ambalat. Pengadaan alutsista mengikuti konstelasi potensi konflik yang mungkin terjadi. Misalnya pengadaan Coastal Missile dari China. Jika nantinya menjadi aset pertahanan TNI, dalam perspektif kita akan lebih baik ditempatkan di selat-selat strategis ALKI. Seperti Selat Sunda, Selat Lombok dan Selat Makassar. Demikian juga jet tempur Chengdu lebih pas dialokasikan di Timur Indonesia. Jika penempatan kedua alutsista ini di Natuna agaknya kurang pas. Jadi seperti jeruk makan jeruk. Jeruk purut lagi.
Ada kesan bahwa perkuatan manajemen pertahanan Indonesia yang berbasis interoperability dengan alutsista canggih seperti hendak bersiap untuk perang. Padahal sesungguhnya investasi pertahanan adalah untuk memastikan eksistensi negeri dan pengakuan kesetaraan dalam diplomasi antar negara. Ini sebangun dengan filosofi Si Vis Pacem Parabellum. Jika ingin damai bersiaplah untuk perang. Indonesia mengembangkuatkan manajemen pertahanan untuk memastikan jaminan keberlangsungan hidup bernegara, melindungi segenap tumpah darah, melindungi teritori negeri, melindungi sumber daya alam dan mengawal pertumbuhan ekonomi kesejahteraan. Kita mempercepat pembangunan investasi pertahanan adalah untuk mengantisipasi fluktuasi iklim geopolitik yang ngeri-ngeri sedap. Karena geopolitik dunia saat ini sedang mengalami transisi dari unipolar menjadi multi polar. Dikira panas sampai petang ternyata hujan tengah hari. Tak bawa payung lagi, basah kuyup dah.
****
Jagarin Pane / 14 September 2025
4 comments:
Seandainya kita pede untuk pengadaan rudal iskander m untuk ditempatkan di biak, sepertinya itu hal yang wajar. Jangan mikir lagi keseimbangan kawasann khususnya untuk perasaan tetengga sebelah Singapura dan austray. Tidak perlu lagi berbada badi lagi dengan negara tetangga.
Seperti nasi campur..road map tak jelas..biaya tinggi dgn aneka alutsista.. blum lagi sucad..nggak ada salahnya belajar dari tetangga soal sistem perencanaan pertahanan🙏
Tetangga mana..malon..udah di jlaskan td kegunaan masing2 asal dr alutssta trsbt baik dr blok barat dan timur jg tentu industri pertahanan sendiri yg terus maju
Jadi ngeh kenapa kemenhan RI borong pespur KAAN turkiye dan J10 tiongkok... krn musuh dunia sebenarnya adalah usa-zionist israel yg sllu menerapkan standar ganda.. contoh nyata adalah Qatar.. yg notabene memiliki alutsista2 premium kelas wahid buatan Amerika... sistem pertahanan udaranya dibutakan/ blind tdk bisa mendeteksi serangan ketika rudal2 yg diluncurkan dr pespur israel yg juga buatan amerika,. menghantam target di Doha...
Yg kedua ketika operasi sindhoor perang india -pakistan, dimana j10 chengdu + sistem awacs tiongkok milik pakistan menghancurkan barisan raffale india..
Keduanya identik mggunakan tekhnologi canggih sistem navigasi satelit yg presisi tinggi pada kasus Qatar dan first look first kill pada kasus J10 pakistan vs raffale india..
GPS (usa), GLONASS(Russia), Galileo(eropa), dan BeiDou (Tiongkok) adalah empat sistem navigasi satelit global (GNSS) utama yang dikembangkan oleh Amerika Serikat, Rusia, Uni Eropa, dan Tiongkok. Masing-masing menyediakan layanan penentuan posisi, navigasi, dan pengaturan waktu (PNT) secara global, memungkinkan perangkat untuk menentukan lokasi. Penggunaan beberapa sistem secara bersamaan dapat meningkatkan akurasi dan keandalan lokasi..
Jika negara kita berperang dg amerika atau sekutunya misalnya,. Dan kita cuma punya alutsista buatan amerika..maka dipastikan navigasi dr alat2 tempur kita akan mudah dibutakan/di blind.. jadi percuma saja dan juga sangat riskan embargo.. maka utk. Antidot_nya kita juga beli alutsista buatan Russia-Tiongkok-Turkiye utk. Jaga2..
Post a Comment