Tuesday, February 12, 2019

Kogabwilhan, Menuju Network Centric Warfare


Ada  sejumput pertanyaan yang diungkap, meski program perkuatan militer Indonesia melalui program MEF (Minimum Essential Force) sudah berjalan 9 tahun, jika dibanding dengan era Trikora dan Dwikora masih kalah cepat, kalah kuantitas, kalah greget. Maka jawaban cerdasnya adalah waktu itu kita sedang berkonflik hebat dengan Belanda dan Malaysia. Jadi diperlukan kekuatan militer dengan alutsista yang detterens secepatnya.

Isian alutsista waktu itu dari ala kadarnya kemudian menjadi kekuatan penggentar hanya dalam waktu 7 tahun. Punya lebih dari 100 kapal perang, 12 kapal selam, 100 jet tempur dan pembom jarak jauh, peluru kendali SAM dan lain-lain.  Hasil perkuatan itu Belanda dengan nasehat dari AS harus angkat kaki dari Papua dengan diplomasi PBB.  Catatannya adalah kalau kekuatan militer kita tidak galak waktu itu maka Belanda tidak akan kabur dari Papua.
Pelabuhan Indah Kiat Cilegon, bisa jadi pangkalan AL
Nah saat ini sudah 9 tahun kita memperkuat militer kita. Memperkuat tentara kita saat ini adalah dalam rangka mengantisipasi dinamika kawasan yang mulai panas dingin.  Terutama sejak China mengklaim kawasan Laut Cina Selatan, meski Natuna tidak termasuk, kata dia. Tapi tidak ada jaminan itu akan tepat omongan. Lidah diplomasi itu tergantung suasana di hadapan dan suasana hati.

Maka menghadapi inkonsistensi lidah tak bertulang kita siapkan Natuna sebagai benteng pertahanan berkarakter lebah. Ada yang berani ganggu kita sengat. Isian berbagai jenis alutsista kita penuhi baik untuk matra darat, laut dan udara. Ada tiga lapis radar, ada kesiagaan jet tempur, ada patroli rutin KRI striking force, ada UAV, ada 1 brigade pasukan pemukul reaksi cepat.

Proses pengadaan alutsista sedang berjalan sebagaimana juga pembangunan di sektor lain. Peta jalan pengadaan alutsista ke depan adalah untuk memenuhi konsep interoperability antar matra dan bagian pengelolaan sistem pertempuran modern yang dikenal dengan Network Centric Warfare. Natuna adalah contoh yang sudah jadi hard infrastucture nya berupa pangkalan militer 3 matra.

Kogabwilhan (Komando Gabungan Wilayah Pertahanan) yang sudah dipersiapkan sejak 10 tahun yang lalu baru sekarang mulai direalisasikan. Artinya memang tidak perlu tergesa-gesa membentuk satuan baru ini. Disamping tidak efektif juga belum banyak keterisian alutsista pada sepuluh tahun yang lalu. Sama halnya ketika kita bangun kapal perang, tidak serta merta lengkap dengan isian sejumlah rudal dan lain-lain.  Semuanya bertahap sesuai ketersediaan anggaran.

Dua kapal perang striking force kita yang canggih Martadinata Class yang dibangun 2 tahun lalu baru sekarang diisi dengan berbagai jenis persenjataan berteknologi terkini.  Demikian juga dengan KRI Fatahillah yang baru diremajakan tidak perlu terburu-buru diinstall dengan persenjataan rudal anti kapal atau rudal anti serangan udara. Semuanya bertahap. 
Coast Guard (Bakamla) kekuatan lapis kedua TNI AL
Kapal-kapal Coast Guard kita (Bakamla) yang baru dibuat juga sudah disiapkan tempat untuk instalasi peluru kendali dan persenjataan mematikan.  Suatu saat jika diperlukan sebagai lapis kedua kekuatan angkatan laut selain TNI AL kapal-kapal Bakamla bisa dipersenjatai dengan rudal atau torpedo dan lain-lain.

Jika sekarang Kogabwilhan dioperasionalkan itu karena ruang kendali wilayah atau titik panasnya sudah ada yaitu Natuna. Pangkalan militer sudah ready for use, isian alutsista sudah disebar. Yang sedang dipersiapkan soft infrastructure Network Centric Warfare. Kogabwilhan diperlukan sebagai antispasi rantai komando lapangan di suatu wilayah yang mensinergikan 3 matra, bereaksi cepat dan tanggap.

Semua proses itu, pengadaan alutsista dan pembentukan Kogabwilhan, berjalan terukur dan direncanakan dengan baik oleh pemikir dan pengambil keputusan strategis di Kemhan dan Cilangkap. Semuanya bertahap dan lagian kita kan tidak dalam posisi berkonflik dengan negara lain. Ini tentu beda dengan suasana Trikora dan Dwikora dulu.

Kita mengantisipasi situasi di kawasan kita dengan perebutan teritori penyimpan sumber daya alam tak terbarukan. Contohnya Laut Cina Selatan, Ambalat dan boleh jadi suatu ketika ada yang coba mengganggu Papua. Makanya pembangunan Armada ketiga, Divisi ketiga Marinir, pembangunan skadron-skadron TNI AU dan Divisi ketiga Kostrad semuanya disebar di kawasan timur negeri ini utamanya di Papua.

Saat ini sedang berjalan proses-proses pemenuhan kebutuhan pertahanan kita.  Kita meyakini dalam program MEF jilid 3 periode 2020-2024 semua program pemenuhan kebutuhan untuk memperkuat militer kita bisa terlaksana dengan bagus.  Siapapun yang akan memenangkan pemilihan pemimpin negeri ini tahun ini, tetaplah dia selalu amanah dan istiqomah untuk memperkuat benteng pertahanan republik yang luas, kaya dan strategis ini.
****
Jagarin Pane / Yogya, 11 Februari 2019