Tuesday, May 30, 2017

Drama Helikopter AW101 Di Garis Polisi

Sejak awal proses pembelian Helikopter Agusta Westland AW101 menyiratkan tanda tanya besar di khalayak. Ketika sudah ditolak Presiden Jokowi akhir tahun 2015 mestinya urusan pembelian Helikopter canggih mewah itu selesai, alias tidak jadi. Presiden tidak memerlukan Helikopter VVIP Kepresidenan karena Helikopter eksisting Super Puma yang ada masih bagus dan siap operasional.

Tapi ternyata dalam perkembangannya ada arogansi dan pemaksaan kehendak. Serangan awalnya adalah menjelek-jelekkan PT DI.  Syahwat yang menggebu untuk membeli Helikopter merk lain dibahasakan dengan audio dan visual yang menggebu di media.  PT DI dijadikan kambing hitam karena lambatnya proses produksi atau tak berkeinginan ada merek lain selain serial Super Puma. Maksudnya untuk penggiringan opini supaya AW101 bisa gol.

Kita bisa saksikan di episode itu seorang pengamat militer di beberapa media dengan bahasa yang vulgar menjatuhkan wibawa industri kerdigantaraan dalam negeri.  PT DI ditelanjangi sebagai sebuah BUMN “karatan” alias tak mampu buat Helikopter.  Bisanya hanya merakit dan mengecat, bisanya hanya memonopoli merek dan hanya bisa buat CN235. Tapi dia lupa bahwa saat ini PT DI sedang bekerjasama pembuatan jet tempur KFX/IFX dengan Korsel. Publik pun “terkesima” dengan penggiringan opini ini.
Helikopter TNI AD di Natuna
Ketika korupsi bernilai 220 Milyar dari harga Helikopter yang 738 Milyar terbuka maka benarlah asumsi khalayak selama ini bahwa memang terjadi mark up harga dalam pembelian Helikopter buatan Inggris dan Italia itu. Sekedar membandingkan harga Helikopter Caracal EC (Eurocopter) 725 alias Super Cougar yang dirakit PT DI bernilai US$ 35 juta sementara si AW101 dihargai US$55 juta. Ketika kasus ini terbongkar mana ya suara si pengamat militer tadi.

Drama tak elok ini sepertinya mengikuti jejak India yang tahun 2010 memesan 12 unit Helikopter AW101. India sudah menerima 3 unit Helikpoter, sisanya masih 9 unit dan masih dirakit. Kemudian terjadilah penangkapan Giuseppe Orsi CEO Finmeccanica, perusahaan induk Agusta Westland di Italia. Efek domino dari penangkapan itu ternyata KSAU India termasuk salah satu dari banyaknya politikus dan pejabat militer India yang terkena suap dari pembelian Helikopter senilai 7 trilyun itu. Ada indikasi kuat bahwa Helikopter yang dibeli Indonesia itu adalah paket Helikopter yang bermasalah di India.

Bisa jadi cerita korupsi jamaah di India itu diikuti Indonesia sebab korupsi 220 Milyar itu secara logika tidaklah mungkin hanya melibatkan 3 orang tersangka militer aktif Indonesia termasuk jendral bintang satu. Tetapi setidaknya dalam kondisi saat ini ada yang merasa berdebar-debar ketika pintu rumahnya diketuk, jangan-jangan ada yang menjemput atau bertanya. Kita tunggu saja perkembangan kasus korupsi alutsista terbesar ini yang “mengungguli” nilai korupsi pengadaan Jet F16 dan Helikopter Apache bernilai  US$ 12,4 juta.

Dramanya adalah baru pertama kali terjadi pengadaan helikopter militer diberi garis polisi di pangkalan militer bergengsi. Kedatangan si AW101 seakan tak ada yang bisa menghadang dan dengan gagah memasuki Halim AFB. Atau boleh jadi kasus ini mengikuti doktrin TNI,masuk dulu baru digebuk. Heli dibiarkan masuk lalu diberi garis polisi, dikasih kesempatan terbang untuk uji kelayakan lalu masuk garasi dan kembali diberi garis polisi. Nah sekarang orang-orang yang terlibat sudah digebuk dan sangat mungkin akan bertambah jumlahnya.
Helikopter Apache TNI AD
Anggaran pertahanan Indonesia menjadi yang terbesar mulai tahun depan. Madu manis ini tentu menarik perhatian para semut-semut makelar, produsen, user militer, pengambil kebijakan atau bahkan pihak-pihak yang mengaku dekat dengan kekuasaan. Inilah ujian Kementerian Pertahanan dan TNI yang diamanahkan mengemban modernisasi militer Indonesia secara besar-besaran.

Dua kasus korupsi bernilai ratusan milyar ini hendaknya dijadikan semangat untuk berbenah dan bersih-bersih di tubuh militer kita. Pemerintah mengucurkan dana ratusan trilyun untuk menggagahkan hulubalang republik. Lihatlah Natuna sekarang, demam terus, lihatlah selatan Kupang ada pergerakan milter teknologi tinggi, lihatlah Ambalat dan perbatasan Filipina ada klaim teritori dan militan ISIS. Kita perlu militer yang kuat secara kuantitas dan kuat secara teknologi.

Anggaran besar itu digelontorkan agar pertahanan teritori kita kuat dan berdaya tahan tinggi. Maka bangunlah militer dengan semangat membangun kekuatan bangsaku, bukan bank saku mu yang dikuattebalkan karena ingin mencicipi manisnya madu anggaran alutsista.  Bulan puasa ini saatnya menjernihkan pola sikap untuk tidak rakus karena puasa mengajarkan kepada kita tidak rakus, tidak tamak. Itu saja harapan kita Jendral, kata Nagabonar.
****

Jagarin Pane / 30 Mei 2017