Tuesday, June 19, 2012

Dua Paman Mencari Simpati


Dinamika Laut Cina Selatan (LCS) terus bergema dan berbunyi ulang mengisi kalender matahari sehari-hari. Awal Juni 2012 lewat pertemuan pertahanan multilateral di Hotel Sangri La Singapura Menhan AS Leon Panetta sudah memastikan bahwa kekuatan armada lautnya di Pasifik akan menjadi yang terbesar dengan menggeser perbandingan kekuatan di Asia Pasifik dan Mediteranean menjadi 60:40 dengan target tahun 2020.  Akan ada pergeseran beberapa kapal induk AS dan kapal tempur kelas berat lainnya dari kawasan lain untuk berpindah ke Asia Pasifik.

Tidak itu saja, Vietnam sebagai musuh sejarahnya yang memalukan harus didekati dengan tebal muka demi mendapatkan akses pelabuhan di teluk Cam Ranh yang strategis itu.  Menteri Pertahanan AS Leon Panetta minggu pertama Juni 2012 berkunjung ke kawasan yang pernah menjadi pusat pangkalan militernya ketika terjadi perang Vietnam yang berlarut itu.  Dia pula yang  menjadi petinggi Pentagon yang pertama berkunjung ke Cam Ranh sejak usai perang Vietnam tahun 1975.  Demi strategi menghadapi kekuatan militer Cina, cara apapun harus dilakukan AS untuk mempertahankan hegemoninya di Asia Pasifik dan LCS.  Itulah lagak dan gaya Paman Sam.
Jet tempur latih T50 Golden Eagle segera mengisi skuadron TNI AU
Dengan Indonesia pun langkah pendekatan dilakukan. AS membuka diri untuk pasar senjatanya ke Indonesia, misalnya pengadaan 24 jet tempur F16 blok 52 dengan beragam senjatanya. Demikian juga dengan retrofit beberapa Hercules yang di upgrade dengan ongkos hibah.  Pentagon tentu sudah melihat horizon, sesungguhnya kalau mau berseteru dengan Cina di kawasan LCS, posisi strategis Indonesia adalah yang paling memukau dari segala dimensi apakah itu luas wilayahnya, akses pintu masuk dari lautan Hindia yang dimiliki RI,  dan pengaruhnya yang kuat di ASEAN.

Saling berebut pengaruh di Indonesia antara AS dan Cina bisa kita lihat dari cara mengambil hati mereka.  Seumur-umur perjalanan negeri ini, tak ada angin tak ada hujan tiba-tiba saja AS mengajak latihan tempur laut dengan TNI AL bareng sama Australia di pantai barat Sumatra tahun 2013.  Lalu ketika ada bantuan hibah sistem integrasi radar pantai dari AS dan sudah jadi, tiba-tiba Cina mengajak RI untuk kerjasama juga dalam pengadaan radar pantai di selat-selat strategis yang menjadi pintu masuk dan keluar dari LCS.

Paman Mao juga tak mau kehilangan momentum. Setelah berbaik hati mau memberikan sekolah teknologi rudal kepada Indonesia, aliran kunjungan petinggi militer negeri itu terus berdatangan ke Jakarta.  Terakhir Jendral Jing Zhiyuan panglima korps rudal Cina dan anggota komisi militer pusat Cina berkunjung ke Jakarta Senin tanggal 18 Juni 2012.  Jendral Jing mengajak TNI untuk mengadakan latihan bersama pasukan khusus dan angkatan laut termasuk pengiriman pilot Sukhoi  TNI AU untuk berlatih di Cina menggunakan simulator Sukhoi. 
RI memesan 9 CN295, 2 diantaranya selesai akhir tahun ini
Tetapi tentu saja yang tak terpublikasikan adalah melakukan supervisi terhadap progress sekolah teknologi rudal yang sedang berjalan itu.  Wong yang datang kan panglima rudal bukan panglima burung loh.  Nilai kewibawaan dan pentingnya kunjungan itu bisa dilihat dari sambutan yang diberikan tuan rumah Kemhan dengan sambutan langsung dari Menhan Purnomo Yusgiantoro, Sekjen Kemhan Marsekal Madya TNI Eris Heryanto dan kepala Pusat Komunikasi Publik Kemhan Brigen TNI Hartind Asrin. Bos Kemhan menyambut panglima rudal Cina demi kesuksesan sekolah rudal.

RI sendiri saat ini sedang melakukan peremajaan alutsistanya dengan mendatangkan beragam alutsista baik produksi DN maupun LN atau kerjasama produksi.  Ini adalah belanja alutsista terbesar RI sejak era Dwikora yang membelanjakan milyaran dollar untuk pengadaan alutsista segala matra.  Bahkan diprediksi dalam kelanjutan MEF (minimum Essential Force) tahap kedua tahun 2015-2019, jika tidak ada perubahan kebijakan Pemerintah, anggaran belanja militer RI menjadi yang terbesar di Asia Tenggara seirama dengan perkuatan ekonomi yang tumbuh meyakinkan.

Seperti dalam sebuah dinamika perjalanan, ketika kita sedang mengisi perbekalan untuk memperkuat basis pertahanan, sejalan dengan itu perkembangan dinamika LCS menghangat dengan klaim Cina atas kawasan LCS dan sibuknya AS mengantisipasi perkembangan militer Cina.  Seperti menemukan ritme dalam alunan lagu berjudul ”Kau Menginginkan Aku”, klop dan seirama, dua-duanya ingin mengambil hati. Ketika perkuatan itu sedang berjalan, Cina dan AS berupaya mencari simpati atau berebut pengaruh di Indonesia.  Maka Paman Mao berbaik hati mendirikan sekolah rudal di Indonesia, sembari berupaya mendapatkan akses informasi pergerakan kapal-kapal angkatan laut AS dengan tawaran radar pantainya.  AS pun tak ingin ketinggalan kereta, sudah duluan pasang radar pantai di jalur ALKI, lalu ngajak latihan perang bareng, kerjasama pelatihan TNI di sekolah militer AS, beri bantuan hibah berbayar untuk 24 F16 dan hibah beneran untuk upgrade 4 Hercules.
Heli serbu Mi35 milik Skuadron 31 Penerbad
Situasi yang penuh dinamika bergelombang ini harus bisa dimanfaatkan Indonesia dengan memaksimalkan peran diplomasi tingkat tinggi sembari mengambil manfaat optimal bagi perkuatan alutsista dan teknologinya. Sambil menyelam minum air, RI harus bermain cantik menghadapi manuver kedua Paman yang lagi bergejolak syahwat militernya.  Peran diplomasi RI sangat diperlukan dalam mendinginkan suhu yang kian memanas untuk saling berebut pengaruh di LCS.  Peran diplomasi ini penting untuk dilakukan karena RI tak punya klaim teritori di LCS sehingga perannya lebih obyektif dan netral.  RI punya hubungan yang baik dan bersahabat dengan Cina dan AS.  Peran yang diambil tentu saja dengan berbaik langkah kepada kedua negara besar ini dan mengajaknya ke jalur dialog kesetaraan.

Beratnya jalan dialog diantara kedua Paman ini karena karakter keduanya memang cenderung keras dan penuh gengsi. Cina yang berjaya dalam perkembangan ekonominya dan akan menjadi kekuatan ekonomi nomor satu didunia setelah tahun 2020 terlihat sangat kaku dalam perilaku, ketat informasi, jarang bicara dan ”jarang pula tersenyum”.  Sementara AS yang merasa tersaingi ekonomi dan militernya dengan Cina terkenal dengan arogansinya, suka mendikte, merasa menjadi polisi dunia sementara yang berseberangan dengannya dianggap tersangka.  Dua karakter ini bisa mendidihkan suhu yang sudah panas di LCS.  Maka langkah militer yang diambil sejatinya bukanlah solusi yang terbaik karena  dengan cara itu bisa saja terjadi konflik skala besar. 

RI sangat diharapkan mampu mendekatkan kedua kutub yang berseberangan itu ketika kedua Paman yang sedang berahi pengaruh berupaya mengambil simpati kepada kita.  Bukankah ini momentum sesunggguhnya, sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui.  Sembari melakukan diplomasi karena kedua mereka sedang berebut simpati, saatnya pula kita memperkuat militer dan teknologinya juga mumpung ketika keduanya sedang berbaik hati kepada kita.  Bukankah ini sebuah dinamika perjalanan memperkuat pertahanan negara sembari mencerdaskan kemampuan diplomasi.  Siapa tahu keduanya lantas duduk satu meja lalu saling sapa dan biarkanlah mereka berunding bertahun-tahun. 

Peran yang dijalankan RI ini dengan mendudukkan kedua Paman bersama beberapa ”keponakan-keponakan” yang lain seperti Filipina, Vietnam dan Malaysiai untuk berunding diniscayakan merupakan prestasi tersendiri bagi diplomasi RI.  Apalagi solusi akhirnya dengan bersalaman satu sama lain untuk  tidak lagi merasa benar sendiri walaupun langkah itu memerlukan waktu bertahun-tahun dan melelahkan.  Tetapi yang terpenting kita juga harus siap dengan kemungkinan terburuk.  Untuk itulah perkuatan alutsista TNI merupakan jalan akbar yang diridhoi oleh seluruh rakyat Indonesia sehingga setidaknya tahun 2020 nanti kita pun siap dengan segala "cuaca" ekstrim yang mungkin terjadi.
******
Jagvane / 19 Juni 2012