Sunday, September 11, 2011

Korina: Begitu Dekat Begitu Nyata

Sepanjang minggu kedua September 2011 ini hampir semua media di Indonesia menempatkan berita gembira tentang kabar belanja alutsista TNI.  Ada sidang kabinet terbatas tanggal 7 September 2011 yang dihadiri Presiden, Wapres, Menko Polhukam, Menkeu, Menhan, Panglima TNI dan Kapolri khusus membahas dana alutsista dan progress pengadaannya sampai dengan tahun 2014.  Presiden yang tahu persis tentang seluk beluk pengadaan alutsista termasuk potensi korupsinya (karena dia seorang jendral purnawirawan TNI) memberi arahan secara lugas, rinci dan sistematis bahwa pengadaan alutsista TNI harus tepat waktu, tepat sasaran dan tepat anggaran.

2 dari  4 LPD hasil kerjasama produksi Korina

Senada dengan itu Menteri Keuangan memperjelas kembali bahwa sampai dengan tahun 2014 telah disediakan anggaran Rp 100 Trilyun untuk pengadaan alutsista.  Yang sedang disiasati saat ini adalah penambahan Rp 50 Trilyun lagi agar target anggaran yang telah disepakati antara Pemerintah dan DPR sebesar Rp. 150 Trilyun bisa tercapai.  Menteri Keuangan sangat berharap agar penyerapan belanja alutsista tepat waktu karena yang terjadi selama ini proses pengadaannya yang bertele-tele sehingga tahun anggaran terlewati begitu saja.

Kalau mau dirunut ini adalah puncak rangkaian gelar statemen yang dilakukan oleh para petinggi TNI dan Kemhan.  Sebelumnya di Wates 1 September 2011 KSAU Marsekal Imam Sufaat mempertegas bahwa proses pengadaan alutsista TNI AU akan dipercepat sehingga tahun 2014 pengawal dirgantara ini sudah memiliki kekuatan alutsista yang kuat bersamaan dengan berakhirnyaa era SBY.  Kemudian KASAL Laksamana TNI Soeparno dalam sertijab Panglima Armada Timur tgl 06 September 2011 di Surabaya menyatakan alutsista TNI AL tahun 2014 akan sesuai dengan target MEF (Minimum Essential Force).

Harus diakui inilah proyek pengadaan alutsista terbesar setelah era Dwikora dimana dalam kurun waktu 5 tahun (2010-2014) dilakukan penambahan alutsista TNI secara besar-besaran.  Kita tak perlu lagi membahas apa-apa yang dibeli dari luar negeri, dikerjasamakan atau diadakan sendiri oleh industri pertahanan dalam negeri.  Yang ingin kita kedepankan adalah pola kerjasama alih teknologi alutsista dengan Korea Selatan sebagai negara mitra kerjasama yang mendulang berkah karena tak pelit ilmu sehingga dia juga ketiban rezeki devisa dollar.  Korea Selatan memang sudah memiliki industri alutsista berskala dunia akreditasi A sejak 10 tahun terakhir ini yang semuanya diawali dengan pola kerjasama alih teknologi dengan negara-negara utama penghasil industri alutsista seperti AS, Jerman, Israel, Perancis.  Walaupun terhitung baru dalam perjalanan industri alutsistanya dibanding “mbahnya” tadi, negeri ginseng ini tak pelit ilmu dan mau berbagi jurus dengan Indonesia, misalnya yang sudah terbukti kerjasama pembuatan 4 kapal perang jenis LPD (Landing Platform Dock) untuk TNI AL.

Saat ini berbagai jenis alusista buatan Korsel yang sudah bermukim di Indonesia selain LPD adalah pesawat latih KT-1 Wongbee, Rantis Barracuda untuk Brimob, Senapan mesin K3, Ranpur amphibi LVT-7, Radio Panggul VHF dan FM PRC 999KE/C, Submachinegun Daewoo K7, Truk angkut pasukan sekelas reo, Jip KIA dan upgrade KRI Cakra.  Yang sedang dinantikan kedatangannya adalah upgrade KRI Nanggala selesai akhir tahun ini, jet latih tempur T-50 golden eagle, panser canon Anoa Tarantula, tank IFV K-21.  Yang sedang dirisetkembangkan bersama adalah jet tempur generasi 4.5 KFX.  Dari pola produksi bersama ini nantinya Indonesia akan mendapatkan 50 unit jet tempur  dengan kemampuan tempur melebihi kualitas F16.

Dan, puncak dari semua kerjasama alutsista itu adalah dinantikannya proyek prestisius pembuatan 3 kapal selam dalam waktu dekat ini.  Kunjungan Menhan Korsel ke Jakarta 8 September lalu menyiratkan upaya kuat negeri itu memenangkan pertarungan tender melawan Turki.  Nah kalau mau didolarkan nilai kerjasama proyek alutsista RI termasuk dengan pola berbagi ilmu tadi Korsel setidaknya akan mendulang  US$ 3,8 milyar.  Rinciannya US$ 2 milyar untuk proyek jet tempur KFX, US$ 1,2 milyar untuk proyek kapal selam, US$ 400 juta untuk proyek jet latih tempur T-50, sisanya proyek tank IFV K21, proyek panser anoa tarantula dan upgrade kapal selam KRI Nanggala.

Kedekatan hubungan Korina (Korea_Indonesia) tidak hanya belaku pada sektor alutsista. Barang-barang produk Korsel mulai dari otomotif sampai dengan gadget sudah begitu kita kenal dan pergunakan.  Kedekatan lain yang mampu mengikat kedekatan emosional adalah hadirnya beragam jenis sinetron Korea di layar kaca TV kita.  Sinetron dari negeri ginseng ini saat ini begitu melekat dimata pemirsa.  Hebohnya lagi ada satu stasiun TV nasional Indosiar yang menayangkan beragam jenis sinetron Korsel dari pagi sampai sore, mestinya namanya ditukar saja dari Indosiar menadi Indorea.  Tak ketinggalan jua  kiblat model dan gaya group penyanyi kita ya prianya ya wanitanya mengikuti banget gaya artis Korsel.  Ini adalah sebuah fenomena yang jarang terjadi, ada kerjasama militer yang begitu dekat, ada kerjasama ekonomi yang sudah akrab, ada pula ”kerjasama” kedekatan emosional dalam dunia hiburan.  Siapa yang tak kenal dengan nama-nama artis Korea yang setiap hari berkunjung via media TV untuk kemudian pemirsa kita terbawa dalam dinamika emosi jalan cerita sinetron.

Suka tidak suka itulah yang terjadi saat ini.  Budaya Korsel memang banyak persamaan dengan Indonesia, menghargai tata krama, tidak arogan, hubungan antar negara dan rakyatnya dibangun dalam konsep kesetaraan. Tenaga kerja Indonesia banyak yang bekerja di Korsel dengan perjanjian kerja yang menghargai konsep kemitraan.  Kedekatan hubungan dengan Korsel itu malah melebihi kedekatan hubungan kita dengan negara serumpun Malaysia. Jadi tak salah kalau kita menyebut kedekatan dan kemesraan hubungan Korina ini seperti motto iklan sebuah perusahaan telekomunikasi : begitu dekat, begitu nyata.  Atau, walau jauh di mata namun dekat di hati.
*****
Jagvane / 11 Sep 2011