Monday, April 8, 2013

Menuju Latgab 2013



Masih segar dalam ingatan kita ketika rudal maut Yakhont dimuntahkan dari KRI OWA (Oswald Siahaan) dan mengantam KRI LST Teluk Berau di mulut Ambalat Oktober 2012 lalu, ketika dilakukan latihan Armada Jaya TNI AL.  Itu adalah prestasi cemerlang yang dilakukan lewat sekolah sendiri tanpa guru Rusia yang merasa malu karena kesalahan tahun sebelumnya.  Rudal itu berhasil menjotos KRI pensiun Teluk Berau dari jarak 190 km hingga terjengkang ke dasar laut hanya dalam waktu 3 menit setelah terkena tembakan. Keberhasilan penembakan rudal Yakhont itu akhirnya “menunda” uji tembak rudal C802, Exocet,dan torpedo yang dimiliki armada KRI karena kapal sasaran sudah tenggelam.

Kembali dalam rentang waktu yang pendek itu kita akan menyaksikan uji penembakan senjata strategis Angkatan Laut di Laut Jawa dengan belasan KRI.  Sistem senjata armada terpadu (SSAT) yang mau diuji tembak dalam latihan kali ini adalah rudal C802, rudal Exocet, rudal C705 dan torpedo SUT.  Latihan ini dalam upaya menjaga stamina kewibawaan tempur laut, menjaga performansi ketangguhan alutsista armada RI dan tentu saja dalam rangka kesiapan menjelang latihan gabungan TNI pertengahan tahun ini.  Pekan terakhir Maret 2013 yang lalu baru saja dilakukan latihan parsial III TNI AL yang melibatkan 2.000 Marinir dan puluhan kapal perang melakukan serangan pantai di Situbondo.  Latihan parsial III merupakan latihan antar komando utama angkatan laut Indonesia.  Akhir Januari 2013 yang lalu 25 KRI striking force juga melakukan uji tembak menghantam dan membombardir pulau Gundul Jawa Tengah dalam seri latihan parsial I 2013.
Batalyon Roket Marinir sedang menggempur sasaran

Intensitas latihan TNI dalam setahun terakhir ini sangat meningkat.  Berbagai latihan tingkat batalyon, skuadron dan brigade masing-masing angkatan digelar.  Belum lagi latihan bersama dengan negara sahabat yang belakangan ini tiba-tiba menjadi baik dan hangat.  Yang jelas semua tingkatan latihan itu nantinya akan bermuara pada latihan gabungan TNI terbesar yang akan dilaksanakan Juni 2013 mendatang.  Maka bisa dibayangkan game war yang diskenariokan dalam latihan gabungan TNI kali ini, pasti akan lebih seru dan mencekam dan tentu akan diintip oleh tetangga dengan berbagai cara.  TNI dipastikan akan mengeluarkan seluruh alutsista yang dimiliknya untuk dipertanggungjawabkan dalam latihan 3 matra gabungan ini.

Latihan gabungan TNI merupakan yang terbesar dengan mengerahkan satuan tempur setingkat divisi dengan sejumlah alutsista  baru.  Sebenarnya akhir tahun 2012 lalu juga dilaksanakan latihan gabungan setingkat brigade yang mengambil lokasi di Sangatta Kaltim.  Gelombang latihan tempur satuan-satuan TNI disamping dalam rangka mengoperasionalkan alutsista baru juga dalam rangka meningkatkan kualitas integrasi sistem pertempuran tiga angkatan melalui komunikasi, koordinasi dan integrasi tempur dengan segala perangkat teknologi elektronikanya.  Tetapi yang lebih penting dari semua itu adalah pesannya pada halaman sekitarnya, jangan coba melecehkan halaman dan rumah yang bernama Indonesia kalau tidak ingin babak belur.

Semua kesatuan bersiap.  Angkatan laut armada barat mengujicoba 3 kapal cepat rudal Clurit Class. Armada barat saat ini sedang melakukan operasi tempur laut dengan 10 KRI. Beberapa kapal perang yang direparasi dan repowering diuji coba manuver tempurnya.  Angkatan darat melakukan latihan tempur setingkat brigade di Baturaja dengan menyeberangkan alutsista kelas berat dari Jatim ke Sumatera  Selatan.  Angkatan udara masing-masing skuadron melakukan uji tembak dan bom termasuk air refueling.  Kalau mau diperbandingkan maka intensitas latihan tempur TNI selama dua tahun terakhir sangat padat dan berkualitas dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya.
Sukhoi TNI AU membombardir sasaran
Jika lokasi medan latihan digelar kembali di laut Sulawesi dan sekitar perairan Ambalat maka dipastikan akan banyak “ditonton” oleh militer negara sebelah.  Apalagi negara sebelah sedang sibuk melakukan penyekatan terhadap aliran lahar panas yang bernama Sulu yang tiba-tiba saja memuntahkan lahar panas di Sabah. Tentu mereka mengerahkan kapal-kapal perangnya untuk patroli keamanan laut di sekitar Ambalat.  Maka show of force militer perlu diperlihatkan karena bisa saja mereka juga melakukan hal yang sama.  Kita tunjukkan kita yang terkuat meski bukan dalam konteks untuk mengajak berperang

Indonesia negara besar, jadi harus punya kekuatan militer kuat.  Tidak saja kuat secara kuantitas tetapi juga kuat secara kualitas alutsista.  Yang lebih penting dari semua itu adalah punya kekuatan uji nyali untuk bertempur membela kehormatan dan harga diri bangsa.  Prajurit sejati dilahirkan dari uji nyali berkali-kali untuk ditandingkan dan disandingkan dengan medan berat, kejam dan tak punya belas kasihan.  Prajurit sejati ditempa dengan latihan terus menerus dengan alutsista yang melekat padanya.  Prajurit dan alutsista adalah sebuah senyawa kimia yang tak dapat dipisahkan.  Demikian juga dengan jiwa korsa, merupakan adonan adrenalin yang mengisi setiap relung nadi prajurit sejati.

Alutsista adalah asset negara, prajurit juga demikian. Negara telah mengeluarkan investasi puluhan sampai ratusan juta untuk mencetak satu orang prajurit TNI.  Oleh sebab itu untuk menjaga kebugaran dan naluri tempur prajurit TNI perlu dilakukan latihan yang terus menerus disamping menyandangkannya dengan kelengkapan berupa alutsista modern sebagai senjata dengan kekuatan pukul yang membanting.  Tentara dicetak untuk melakukan kontrak mati demi NKRI.  Dalam microchip yang diinstal di benak setiap prajurit diajarkan semboyan “membunuh atau terbunuh”.  Naluri dan semangat tempur inilah yang berulang kali diasah dan ditajamkan untuk memastikan kesiapan tempur prajurit TNI demi kewibawaan dan harga diri NKRI.
******
Jagvane / 08 April 2013

Saya Setuju Dan Mendukung !!

"PESAN KORSA" Kami menyatakan: rasa BANGGA dan HORMAT serta Siap memimpin GERAKAN JIWA KORSA untuk menjaga keutuhan MORIL PRAJURIT TNI (AD). Apapun  yang terjadi yang  dilakukan oleh adik adik kita di Kartosuro bagi saya mereka adalah Pahlawan Pemberani dan ini adalah ASET POTENSI kemampuan Prajurit terlatih untuk membunuh bukan untuk dibunuh. Biarkan dunia tahu dan itu ada efek Jera bagi mereka yang arogan serta mendholimi TNI.

Jangan melihat apa yang dilakukan tetapi mari kita lihat kepada siapa mereka melakukan. Empat pelaku pengeroyokan yang menewaskan satu orang aggota KPS itu adalah Penjahat yang dipelihara dan kepergok  takut modus sindikat kejahatannya terbongkar. 

Para pemimpin TNI tidak perlu takut kebakaran jenggot tidak perlu bicara citra TNI, tetapi semua dan terbelenggu dalam ketakutan. Hukum Rimba terkadang sangat dibutuhkan ketika Hukum Tinta sudah menjadi ladang orang. 

Jadi bagi saya Reaksi Prajurit  adalah Prestasi dan Potensi Kemampuan Skil Prajurit (RAIDS) perlu dikembangkan serta disiapkan ketika diperlukan oleh Negara bukan malah dibinasakan. Malam ini juga Hitungan detik  Pesan Amanat ini hrs sampai ke 1.000 Prajurit. Terimakasih Salam Korsa buat Pahlawanku disana. ! KOMANDO...!!.


(Pesan BBM Berantai)
 

Friday, March 22, 2013

Menilai Paradigma



Belanja alutsista yang digelontorkan Pemerintah untuk paket 2010-2014 tentu sangat menggembirakan kita sekaligus membanggakan.  Belanja itu sekaligus membuktikan komitmen yang serius dari Pemerintah untuk mendandani tentaranya melangkah menuju kualifikasi setara dan berteknologi.  Perkuatan alutsista TNI dan peningkatan kuantitas serta kualitas pelatihan prajurit telah membangkitkan sebuah paradigma baru bagi militer kita, yaitu berlatih tanpa henti dan bersiap diri dengan alutsista berteknologi.

Ketika uji tembak rudal Yakhont di perairan Laut Sulawesi beberapa waktu lalu, kebanggaan yang diraih dengan keberhasilan menenggelamkan KRI LST Teluk Berau itu merupakan kebanggaan dalam menilai sebuah paradigma teknologi tempur.  Yaitu keberhasilan yang mandiri tanpa dibantu oleh ilmuwan Rusia meluncurkan dan menembak tepat lambung LST tua itu sampai terjengkang kemudian tenggelam.  Ini adalah keberhasilan pertama yang dilakukan militer di luar Rusia dalam mengoperasikan rudal maut yang punya kemampuan jelajah sampai 300 km untuk menghajar kapal musuh.

Tahun ini direncanakan berlangsung latihan gabungan TNI berskala besar.  Ini akan melibatkan banyak personil dan alutsista terbaru yang dimiliki TNI.  Area latihannya berpeluang besar dilakukan untuk yang kesekian kalinya yaitu diwilayah sekitar perairan Ambalat dan Sangatta di Kalimantan Timur.  Hanya bedanya di wilayah perbatasan itu saat ini sedang berlangsung “pertempuran emosional” antara pasukan Malaysia yang bersenjata lengkap dengan gerilyawan Sulu yang mengklaim wilayah Sabah.  Tentunya jika konflik itu berkepanjangan, ketika dilakukan Latgab TNI akan terjadi tontonan yang menarik karena armada laut Malaysia yang sekarang sedang melakukan patroli laut di perairan Sabah akan bertemu dengan rombongan besar armada TNI AL yang melakukan show of force.
Jet tempur Golden Eagle akan tiba tahun ini
Paradigma yang berbeda dari show of force kali ini adalah armada laut TNI AL sudah dilengkapi dengan persenjataan yang mematikan seperti rudal yakhont, C802 dan C705, termasuk tank amfibi terbaru BMP3F.  Rasa percaya diri militer Indonesia tentu sudah jauh menuju kesetaraan segala matra dengan asumsi titik awal ada di tahun 2014 saat sebagian besar alutsista modern sudah ada di pangkuan.  Meski secara diplomasi tidak menganggap Malaysia atau Singapura sebagai kompetitor tetapi tetaplah secara naluri kebangsaan keinginan memiliki alutsista modern dengan kuantitas dan kualitas yang minimal setara dengan negara tetangga menjadi idaman kita semua.

Sekedar ilustrasi catatan keberhasilan ekonomi Indonesia tahun 2012 berdasarkan data resmi BPS memberikan gambaran tentang pertumbuhan ekonomi stabil selama delapan tahun dengan rata-rata diatas 6 %,  lalu pendapatan perkapita posisi Desember 2012 telah mencapai US$ 3.850, bandingkan dengan pendapatan perkapita tahun 1998 yang sebesar US$ 482 dan tahun 2004 sebesar US$ 1.188.  Posisi produk domestik bruto Indonesia merupakan yang terbesar di Asia Tenggara dan nomor 16 pada tingkat dunia.  Bursa saham di Jakarta pun ikut mekar berkembang yang menunjukkan tingkat investasi yang baik di negeri ini.

Sejalan dengan itu target yang hendak dicapai untuk pendapatan perkapita tahun 2014 adalah sebesar US$ 4.800 – 5.000,- sementara  pencapaian tahun 2025 ditargetkan sebesar US$ 13.000 – 16.000 dengan produk domestik bruto menduduki ranking 12 besar dunia.  Tentu saja keberhasilan ini membawa kepastian akan kekuatan daya beli (purchase power) yang semakin meningkat dari tahun ke tahun.  Dan salah satu kekuatan daya beli itu adalah kekuatan anggaran belanja alutsista.  Belanja alutsista RI dengan ritme pertumbuhan ekonomi dan kekuatan beli yang dikenal dengan APBN dipastikan akan meningkat tajam apalagi jika komitmen next government memberikan angin segar bagi perkuatan alutsista TNI.
Ini juga mau datang memperkuat armada RI
Mestinya ikut pula terbawa cara pandang yang mampu menilai paradigma ber TNI dan ber alutsista sejalan dengan perkembangan kekuatan postur TNI.  Kenyataannya masih banyak kalangan yang berpola pikir masa lalu dalam melihat postur TNI yang mendapatkan alutsista baru.  Misalnya dengan tabuhan gendang dari segelintir oknum “membela yang bayar” dikumandangkan bahwa senjata-senjata itu nantinya digunakan untuk menggebuk rakyat sendiri.  Suara ini didengungkan dan lalu diamini oleh segelintir rakyat yang kurang paham atau yang sudah punya pola prasangka buruk pada pemerintah.

Kita harus akui bahwa masih banyak kekurangan dalam karya di pemerintahan kita, utamanya korupsi yang masih merajalela atau belum meratanya keadilan hukum bagi semua pihak.  Tetapi harus diakui bahwa stabilitas ekonomi dengan pertumbuhan yang tinggi dan iklim investasi yang semakin baik merupakan nilai keberhasilan selama sembilan tahun ini.  Dunia mengakui itu tetapi ada sebagian kecil dari kita yang tidak menganggap itu sebagai keberhasilan.  Tetapi setelah kita teliti ternyata kelompok orang yang bersuara sumbang itu, ya itu-itu saja orangnya dari kumpulan barisan sakit hati yang memang dibiayai untuk bersuara sumbang sampai-sampai ingin menggulingkan pemerintah.

Tentara di republik ini tidak terjun lagi ke dunia politik, tugasnya sebagai komponen utama pertahanan negara tentu juga menjaga lambang-lambang negara termasuk Presiden.  Oleh karena itu upaya-upaya yang mengatas namakan rakyat dari segelintir barisan sakit hati tadi yang mengancam hendak melakukan gerakan inkonstitusional tentu akan berhadapan dengan tentara dan polisi serta sebagian besar rakyat Indonesia yang punya pola rasional, perspektif dan prasangka baik.  Hanya saja komponen masyarakat ini tidak terekspos atau tak ingin tampil.

Menilai paradigma ber pemerintahan sangat kental hubungannya dengan kosa kata “politik”.  Hanya orang waras dan cerdas yang dapat menilai paradigma adanya kemajuan selama sembilan tahun ini.  Tetapi jika sudah ada unsur politisasi maka nilai paradigma itu tidak mampu dibaca dengan kacamata bening hati.   Sama juga ketika kita melihat pertumbuhan postur TNI yang semakin gagah, nilai paradigma dari perubahan menuju kekuatan sengat yang berteknologi pasti akan memberikan nilai kebanggaan. Tetapi jika sudah dimasuki unsur iri, dengki dan nuansa politis tentu kejernihan menilainya sudah ternoda.  Dan itu bukan menilai paradigma dengan kebeningan hati.
******
Jagvane / 22 Maret 2013

Saturday, March 9, 2013

Sawah Sabah Mewabah



Diawali dengan serangan udara di pagi hari itu Selasa tanggal 5 Maret 2013, 8 jet tempur Angkatan Udara Malaysia yang terdiri dari 3 Hornet dan 5 Hawk membombardir kawasan “hunian” pejuang Sulu yang melakukan infilltrasi sejak  9 Februari 2013 lalu di Kampung Tanduo Lahad Datu Sabah.  Serangan itu kemudian dilanjutkan dengan pengerahan ribuan tentara darat Malaysia berikut persenjataan berat berupa kendaraan lapis baja dan artileri.  Mereka menyisir kawasan yang telah diduduki pasukan Sulu selama hampir sebulan untuk mencari dan menemukan gerilyawan terlatih veteran Moro Filipina Selatan.

Serangan emosional tentara Malaysia itu sebenarnya mewakili jalan pikiran petinggi pemerintahan dan militer di Kuala Lumpur yang merasa kalah malu karena tak mampu mendeteksi kehadiran milisi bersenjata di daratan Sabah sejak 9 Februari 2013 lalu. Langkah militer Malaysia yang overdosis itu justru melengkapi  dua “kekalahan” sebelumnya yaitu ketidakmampuan intelijen Malaysia mendeteksi kehadiran  milisi dalam jumlah ratusan dan pola runding yang berlarut dan buntu sehingga kemudian menjadi berita mendunia.  Mestinya sejak mencium adanya pergerakan milisi bersenjata di negerinya militer Malaysia  sudah harus melakukan serangan dadakan.  Sehingga tak sampai ceritanya menjadi berita dunia berminggu-minggu. Pada akhirnya opini yang berkembang di luar Malaysia memberikan kesan bahwa Sabah memang bukan milik sejati persekutuan tanah melayu.
Wilayah yang diklaim itu
Ini baru halaman pertama, kira-kira begitu, meminjam istilah Anas Urbaningrum.  Halaman berikutnya sangat diyakini bahwa perang gerilya dan sabotase akan berlangsung lama di Sabah.  Dan itu harus diselesaikan melalui jalan perundingan, bukan jalan militer.  Milisi Sulu sudah tentu mendapat aliran senjata dari saudara seperjuangannya milisi Moro Mindanao.  Senjata-senjata itu jumlahnya diprediksi bisa mempersenjatai minimal 10 batalyon milisi.  Belum lagi jika ada senjata selundupan yang disusupkan intelijen asing untuk “membantu” perjuangan Sultan Sulu mendapatkan haknya.

Malaysia yang selama ini selalu menyanyikan lagu berirama “Meng”  sekarang dipaksa harus mendengarkan lagu berirama “Di” yang gemanya sudah mendunia.  Maksudnya irama “Mengklaim” sekarang sudah diimbangi dengan syair populer “Diklaim”.  Dan tanah yang diklaim itu tak tanggung-tanggung yaitu sebuah “sawah” yang bernama Sabah yang kaya sumber daya alam mineral itu.  Tak usahlah diceritakan lagi proses historis tentang kebaikan Sultan Brunai memberikan Sabah ke Sultan Sulu karena jasa baiknya memerangi pemberontak di North Borneo itu.  Sejarah sudah mencatatnya, termasuk dimasukkannya Sabah dan Sarawak dalam pembentukan negara Malaysia tahun 1963.

Sesungguhnya menghadapi perang gerilya tidak perlu menghadirkan alutsista seperti jet tempur F18 Hornet.  Cukup diatasi dengan pesawat coin (counter insurgency) seperti Bronco atau Super Tucano.  Ketika Indonesia membeli 16 Super Tucano baru-baru ini, banyak pihak di Malaysia mentertawakan.  Nah sekarang ketika mereka berhadapan dengan gerilyawan nyata, baru terasa kebutuhan akan pesawat jenis itu.  Hornet atau Sukhoi kan untuk supremasi udara, duel udara antar negara, bukan untuk melawan gerilya.  Tetapi apa boleh buat perang di Lahad Datu telah dimulai, ada aksi pasti ada reaksi.  Sulu tidak sendirian.  Pejuang Filipina Selatan yang lain tidak akan membiarkan luka dan duka saudaranya yang menuntut hak.  Dan kita akan menyaksikan cerita dan berita berdarah itu pada halaman berikutnya.
Gerilyawan terlatih itu
Malaysia terperangkap persis di mulut “kepala anjing” pulau Kalimantan dimana Lahad Datu berada.  Umpan yang diberikan milisi Sulu di mulut itu memberikan beberapa muntahan yang kemudian menjadi serangan militer emosional yang overdosis.  Boleh jadi dalam serangan senjata berat itu militer Malaysia menyatakan diri sebagai pemenang tetapi bagi pejuang dan gerilyawan itu justru menjadi pemicu dan pembangkit adrenalin untuk melakukan balas dendam berupa sabotase atau perang gerliya.

Milisi Sulu yang didukung MNLF (pejuang Moro) sejatinya mengenal betul wilayah Sabah.  Apalagi di wilayah itu terdapat ratusan ribu warga Malaysia dari etnis Sulu.  Seperti yang dikatakan Habib Hashim Muhajab, Ketua Dewan Komando Islam MNLF, pejuang Moro ketika melakukan perlawanan terhadap pemerintah Filipina menjadikan Sabah sebagai tempat latihan militernya.  Tetapi yang lebih seram dari pernyataan Hashim adalah meski pemimpin MNLF belum secara resmi menyatakan memerintahkan pasukan untuk berlayar ke Malaysia namun ribuan milisi Moro menyatakan siap diterjunkan dalam pertempuran.

Pemerintah Filpina dihadapkan pada posisi serba salah.  Tidaklah mungkin selamanya mereka berada dalam posisi yang sama dengan pemerintah Malaysia.  Apalagi sudah jatuh korban di pihak milisi Sulu yang nota bene adalah warga Filipina. Apakah Pemerintah Filipina akan terus membiarkan warganya dibombardir tentara tetangga sebelahnya.  Tentu tidak.  Meski secara diplomasi selalu disuarakan agar milisi Sulu segera pulang kampung, tetapi bukankah lidah memang tidak bertulang.  Secara diplomasi dan hubungan bertetangga perlu disuarakan hal itu tetapi secara intelijen dan militer apalagi yang menyangkut keselamatan dan harga diri bangsa tentu Filipina tidak sepolos itu.

Indonesia sendiri berkepentingan mengawal kawasan perbatasan Sabah dimana Ambalat berada. Saat ini ada 9 KRI dan beberapa kapal kecil bersenjata termasuk pasukan Marinir melakukan patroli di perairan Sebatik dan Nunukan. TNI AD juga melipatgandakan pasukannya untuk mengantisipasi limpahan limbah konflik yang tak terduga termasuk antisipasi eksodus ribuan TKI dari Sabah.  Pemerintah sudah mengantisipasi jika terjadi kelangkaan bahan pokok di Sebatik dan Nunukan sebagai akibat konflik Sabah.  Pertarungan klaim di Sabah sudah masuk dalam wilayah adu jotos, maka kita harus siap-siap menjaga ring itu agar jangan sampai mereka keluar ring yang berarti masuk wilayah kita.  Kalau masuk wilayah kita, kita jotos juga, mengapa tidak.
********
(Jagvane / 09032013)

Monday, March 4, 2013

MENCERMATI PAPUA



Pulau besar di timur Indonesia itu kembali menjadi headline berita dengan gugurnya 8 prajurit TNI di hari yang sama pada dua tempat yang berbeda.  Serangan tanggal 21 Februari 2013 di Tingginambut yang berjarak 20 km dari kota Mulia Puncak Jaya dan lokasi lain yang berdekatan yaitu Sinak, sekitar 40 km dari Tingginambut dikenal sebagai sarang sipil bersenjata yang melakukan perlawanan.  Serangan itu merupakan pancingan serius untuk TNI namun sejauh ini Cilangkap tidak terpancing dan tetap mengedepankan tertib sipil di Papua.

Namun yang lebih menyakitkan justru pernyataan Ketua Bidang Pemantauan dan Pelanggaran HAM pada KOMNAS HAM Natalius Pigai sehari kemudian yang sama sekali tidak mencerminkan seorang pegiat HAM.  Kalimat komentarnya yang sangat tajam itu menyebutkan wajar saja TNI ditembak mati dan tidak melanggar HAM, karena kerjanya hanya tidur dan nongkrong.  Meski pada akhirnya orang ini minta maaf kepada Mabes TNI dihadapan petinggi TNI di Cilangkap tanggal 26 Februari 2013 tetapi sesungguhnya pernyataannya itu cermin dari sikap antipatinya atas kehadiran tentara di Papua.

Sudah minta maaf dia
Sebenarnya ruang otonomi khusus untuk Papua sudah disetujui, yang berarti jumlah kucuran dana bilangan trilyun sudah digelontorkan untuk memajukan harkat dan martabat sejak tahun 2001. Tetapi kekisruhan terjadi seputar aliran dana itu yang menurut “pihak yang tak kebagian”, tidak sampai kepada maksud hati untuk mensejahterakan.  Maksud hati adalah untuk membangun bangsaku di bumi Papua tetapi ketika transfer dana sudah sampai di ujung jalan, yang terjadi kemudian ramai-ramai membangun “Bank Saku” di lingkaran yang mendapat kesempatam berkuasa, katanya begitu.  Atau mereka yang terusik jaringan kekuasaannya menjadikan organisasi sipil bersenjata sebagai bumper dan kartu As untuk berlindung sembari berujar dalam hati, kalau ente ganggu kekuasaan ane, ente coba buka aliran dana otsus, kami akan bersuara merdeka.

Maka yang terjadi adalah tentara atau polisi selalu menjadi pusat akumulasi benturan. Alat negara sah ini menjadi kambing yang di cat hitam manakala provokasi kelompok-kelompok tadi melakukan hasutan kepada sipil bersenjata yang sepertinya dijadikan “alat negara” bagi mereka untuk membunyikan suasana tidak stabil.  Tentara yang ditugaskan disana adalah untuk menjaga wilayah perbatasan yang panjangnya lebih 800 km. Namanya wilayah perbatasan wajar dong ada pergantian pasukan non organik, sama seperti yang terjadi di Kaliamantan karena jumlah pasukan organik di wilayah itu tidak saja kurang mencukupi.  Tetapi juga sesuai sirkulasi tugas tentara di manapun di negeri ini, atau dimana pun di dunia pergantian adalah sesuatu yang layak dilakukan untuk penyegaran.

Sebagai bagian dari NKRI, Papua memang harus mengejar ketertinggalannya.  Otonomi khusus sudah diberikan lebih sepuluh tahun yang lalu namun tak banyak perubahan yang dilakukan karena dana yang disalurkan banyak yang salah urus atau masuk ke bank saku tadi. Perjuangan Papua untuk menyetarakan sumber daya manusia adalah bagian utama bagi dua provinsi di pulau itu termasuk membangun infrastruktur. Inilah pekerjaan rumah bersama dari elemen masyarakat yang berinteraksi di sana.  Jakarta sudah menjalankan tugasnya dengan membagi anggaran istimewa bagi provinsi kaya itu. Kalau Jakarta terlalu banyak campur tangan dalam distribusi dan penggunaan anggaran nanti dikira intervensi.

Elemen masyarakat yang masih menyuarakan kemerdekaan sebenarnya masuk kategori kelompok minoritas.  Namun kelompok yang terdiri dari banyak faksi ini memang sengaja “dipelihara” oleh kalangan tertentu di internal Papua yang kemudian lewat jaringan LSM di luar negeri selalu menyuarakan pemisahan diri.  Boleh jadi karena yang disuarakan berulang-ulang kesannya kok seperti opini pembenaran mayoritas.   Demikian juga dengan penugasan tentara di Papua yang disuarakan jaringan bayaran tadi.  Suaranya pasti tak jauh dari ungkapan: Tarik tentara dari Papua.
Dalam bingkai kebencian ini, jika yang menjadi korban adalah tentara yang nota bene mendapat penugasan dari negara dan sah secara undang-undang, tidak ada satu pun LSM atau yang sebangsa dengannya menyuarakan keprihatinan atau ikut berduka cita.  Coba jika yang mati itu OPM atau yang sebangsa dengannya, dijamin riuh rendah caci maki, umpatan, pelanggaran HAM berat, mirip orang kerasukan setan.  Dan ketika dunia merespons, semakin beringas dia berkomentar dan menuntut.  Makanya untuk kasus terakhir ini meki terasa menyakitkan di hati gugurnya 8 prajurit TNI dan 4 warga sipil, Cilangkap tidak terpancing emosi.

Mencermati dan memahami dinamika Papua ke depan adalah mencoba berkakulasi dengan perilaku negara penganut hegemoni terhadap agresi ke negara pemilik sumber daya alam fosil seperti yang terjadidi Irak dan Libya. Perebutan sumber daya alam tak terbarukan itu juga terjadi pada negara calon adidaya dekade berikut Cina dalam sengketa Laut Cina Selatan dengan beberapa negara ASEAN.  Penempatan Marinir AS di Darwin Australia dan Guam dalam bahasa diplomasi selalu berdendang dengan syair untuk menjaga keseimbangan dengan militer Cina.  Tetapi kita tidak boleh percaya begitu saja dengan perilaku ambigu dan standar ganda negara adidaya itu.

Strategi Mabes TNI menempatkan 1 divisi Marinir di Sorong dan bagian lain di Papua termasuk menempatkan 1 skuadron jet tempur di Biak adalah jawaban tanpa harus berlagak sikap.  Tetapi dalam ukuran konflik untuk “melawan gajah dan herdernya” perlu juga dipertimbangkan melakukan strategi aliansi pertahanan dengan negara lain yang diniscayakan punya gigi. Dengan berbagai pertimbangan perspektif sebenarnya Cina bisa dijadikan sahabat pertahanan dengan tema perjanjian ”jika engkau tercubit, aku pun  ikut tercubit dan kita bisa sama-sama marah pada yang mencubit”.  Perkuatan diri tentara sangat perlu dan sedang dalam modernisasi.  Pertimbangan bersekutu dengan sesama bangsa Asia utamanya Cina bukan sesuatu yang “malu ah” karena ke depan perebutan sumber daya alam semakin seru, Papua termasuk didalamnya.

********
Jagvane / 04 Maret 2013