Friday, August 12, 2011

Katanya Sih Ada Lomba Belanja Senjata Di ASEAN

Barisan Panser Anoa Pindad
Kalau pengen lihat Filipina marah, lihatlah kejadian Juni kemarin ketika armada Cina menyentuh wilayah sensitif di perairan barat daya negeri itu.  Meski cuma menyentuh halus tetapi karena yang menyentuh rombongan kapal “nelayan bersenjata” Cina, Manila bereaksi keras dan “ngamuk omongan” sehingga terdengar oleh sekutu tradisionalnya AS.  Suara lantang petinggi Filipina mulai dari Presidennya, Menlunya dan Menhannya membuat AS menoleh, lalu Menlu Hillary menegaskan:  AS tak akan berpangku tangan jika sekutunya Pinoy diancam oleh Cina.  Langkah kongkritnya USS George Washington yang sedang mengawasi perairan Korea dibelokkan sembilan puluh derajat ke selatan menuju Filipina dan Laut Cina Selatan  bersama kapal tempur yang mendukung gerakan kapal induknya.

Filipina segera berbenah.  Armada angkatan lautnya hanya memiliki kapal ukuran kecil dan kurang memiliki kekuatan pukul mulai dipoles, bahkan kapal jenis fregat yang sudah tua kembali dikaryakan dan dilayarkan di perairan sengketa Spratly.  Filipina segera memesan 8 Fregat second dari AS, menjajaki pembelian LPD dari Indonesia, menambah jumlah pesawat tempur, memperbanyak patroli di kawasan sengketa.  Point penting dari urusan klaim ini adalah AS siap menyediakan arsenal militer segala matra untuk Filipina menghadapi ancaman Cina di Laut Cina Selatan.  Jaminan ini diberikan oleh Menlu Hillary usai bertemu dengan Menlu Filipina Albert del Rosario di Washington akhir Juni lalu.  Untuk menunjukkan taringnya, militer Filipina membongkar sebuah bangunan di sebuah pulau di kawasan di perairan sengketa akhir Juli lalu, untung tak terjadi insiden lagi

Vietnam sami mawon marahnya sama Cina, bahkan pemerintahnya mengajak rakyatnya demo anti Cina untuk bangkitkan semangat nasionalismenya.  Lalu berupaya menginventariasi kembali kekuatan alutsistanya. Mereka terang-terangan menyatakan sudah, sedang dan akan membeli arsenal dalam jumlah yang banyak.  Setidaknya 6 fregat, 6 kapal selam Kilo dan 24 jet tempur Sukhoi SU30 sudah ada di daftar belanjaannya, 2 fregat sudah datang, 12 Sukhoi sudah operasional di pangkalannya.  Jangan lupa Vietnam memiliki ribuan arsenal matra darat yang terdiri dari Tank, Panser, Artileri made in Rusia peninggalan perang Vietnam yang berakhir tahun1975.  Vietnam juga telah menyiagakan rudal anti kapal Yakhont yang disebar di garis pantai sebagai tameng ancaman angkatan laut negara lain.

Tak terasa kemudian yang terjadi adalah belanja alutsista yang memberikan definisi telah terjadi perlombaan senjata di sebuah perkumpulam negara yang bernama ASEAN.  Simak saja belanja alutsista Thailand, beli 40 Heli tempur, 4 kapal selam second, 12 Gripen, ratusan Tank dan Panser, 4 LPD, 5 fregat.  Kemudian Malaysia, sudah punya 18 Sukhoi, 2 kapal selam, 6 Korvet.  Mau nambah lagi dengan 1 skuadron jet tempur Typhoon atau Rafale dan mempersenjatai kapal tempurmya dengan rudal anti kapal sekelas C802.

Diantara negara ASEAN, Singapura yang kelihatan adem ayem tak ikut koar-koar lomba senjata karena memang dia  sudah duluan mempersiapkan diri.  Sudah punya 5 kapal selam, 6 Fregat, 24 F15, 80 F16 dan senjata based on land lainnya.  Singapura sudah lebih siap menghadapi tantangan dari luar negaranya.  Negeri pulau itu membentuk model pertahanan lebah, siapa berani ganggu siap menerima sengatan lebah dari gudang arsenalnya yang mampu lakukan pre emptive strike.

Bagaimana dengan Indonesia.  Perkuatan alutsista kita yang sedang terjadi saat ini adalah untuk memenuhi kriteria kekuatan pukul standar.  Kita hanya mengisi gudang arsenal kita dengan rematerialisasi alias pergantian alutsista yang  sudah tua.  Misalnya pesawat Bronco diganti dengah 1 skuadron Super Tucano.  Sisa Hawk Mk53 diganti dengan 1 skuadron jet T-50 Korea.  Demikian juga penambahan 24 F16 dan 6 Sukhoi untuk menambal kekuatan skuadron tempur yang masih kurang sempurna.

Namun persepsi jiran bisa lain karena rumah yang bernama Indonesia itu selalu menjadi perhatian mereka.  Pokoknya apa saja yang dilakukan rumah gadang   ini selalu dicermati baik-baik oleh setidaknya 3 negara yaitu Singapura, Malaysia dan Australia.  Ketiga negara itu sepertinya punya rasa was-was jika republik ini membangun kekuatan militernya.  Padahal Indonesia memang perlu melakukan reformasi alutsistanya untuk menjaga eksistensi kedaulatan dan kewibawaan rumah besarnya dari gangguan ketiga jiran itu.  Dalam bahasa pertetanggaan biasa disebut mengantisipasi dinamika kawasan yang dinamis.

Indonesia telah menetapkan pagu anggaran pembelian alutsista US$ 15 Milyar  periode tahun 2010 sd 2014 untuk memenuhi persyaratan kekuatan pukul yang memadai.  Jumlah anggaran sebesar itu akan memastikan RI bahwa tahun 2014 nanti pengawal republik ini sudah dilengkapi dengan arsenal modern minimal 9 skuadron pesawat tempur berbagai jenis, puluhan  pesawat angkut berbagai jenis, beberapa skuadron helikopter tempur, helikopter anti kapal selam, heikopter angkut, rudal jarak menengah hanud area.  Kemudian pertambahan jumlah KRI berbagai jenis diprediksi bisa mencapai 220 unit, kapal selam 5 unit, pertambahan dan persebaran pasukan Marinir.  Pertambahan pasukan TNI AD dengan 3 Divisi Kostrad, melengkapi alat tempur pasukan infantri mekanis dengan ratusan Panser.  Pengadaan Panser Canon, Tank IFV, rudal anti tank, howitzer, roket dan rudal surface to surface semuanya diharapkan sudah ready for use di tahun 2014.

Nah dari semua kondisi dan situasi itu, katanya sih telah terjadi perlombaan belanja alutsista di kawasan ini.  Bolehlah orang mempersepsikan apa saja tapi yang jelas perkembangan situasi di kawasan ini terutama gertakan angkatan laut Cina memaksa sejumlah negara memperkuat militernya.  Indonesia tidak terkait dengan konflik klaim laut Cina Selatan namun dalam perkembangan ke depan bisa saja ada tumpang tindih kawasan perairan di sekitar Natuna. Yang masih segar adalah konflik Ambalat dengan Malaysia. Perkuatan militer Indonesia adalah untuk mengantisipasi kondisi itu karena konflik regional ke depan adalah perebutan sumber daya alam tak terbarukan.  Jika kemudian terjadi situasi lomba belanja arsenal di kawasan ASEAN, tidak jua kita lalu mengatakan : bukan untuk itu. Karena faktanya memang sedang terjadi belanja senjata di kawasan ini.  Jadi biarkan saja orang mau ngomong apa.
*****
Jagvane / 12 Agustus 2011