Tuesday, May 3, 2011

Selamat datang Alutsista Baru TNI (2)
TNI AL Bersiap Menuju Kekuatan Pukul Mematikan

Parade Pasukan Marinir TNI AL
Uji tembak rudal Yakhont yang dilakukan KRI Fregat Oswald Siahaan di selatan selat Sunda akhir April 2011 sukses besar dan mampu menenggelamkan KRI LST tua renta Teluk Bayur yang sudah pensiun.  Uji tembak rudal yang berjarak jangkau 300 km yang diikuti 12 KRI itu adalah simbol kebangkitan keperkasaan TNI AL, gemanya sampai ke rumah tetangga dan menjadi diskusi hangat di kalangan petinggi militer mereka.  Soalnya belum ada arsenal negara tetangga yang sehebat Yakhont baik dalam kecepatan dan jarak tembak.  Singapura saja dengan uji coba rudal ini tiba-tiba menjadi macan kertas pucat pasi, apalagi Malaysia yang baru punya Excocet berjarak jangkau 70 km.  Pakcik sebelah terdiam sambil menyeka keringat dinginnya.

TNI AL memang sedang berbenah.  Kita catat kehadiran alutsista baru TNI AL selama  kurun waktu tiga tahun terakhir ini terasa membungakan hati kita.  Sejak tahun 2007 sampai hari ini  setidaknya ada pertambahan  23 KRI dari berbagai jenis seperti 4 KRI Sigma Class, 4 KRI LPD Makassar Class, 2 KRI LPD Suharso Class, dan belasan KRI Kapal Cepat Rudal  termasuk 2 hibah dari Brunai dan KRI Clurit buatan Batam.  

Untuk KRI Clurit Class diprediksi akan ditambah sampai mencapai 20 unit dan nama-namanya pun (bakalan) agak seru terdengar di telinga, misalnya KRI Golok, KRI Belati, KRI Parang, KRI Sangkur, KRI Pedang, KRI Klewang dll.  Yang sudah ada kan kakaknya yaitu KRI Rencong, KRI Badik, KRI Mandau, KRI Keris yang persenjataannya tak kalah gahar termasuk manuvernya.

Proyek PKR jenis light fregat sudah dilaunching kerjasama dengan galangan kapal Belanda Schelde.  Sebenarnya Presiden SBY ketika akan berkunjung ke Belanda beberapa waktu lalu, salah satu misinya adalah memastikan payung kerjasama ToTpembuatan PKR.  Namun karena ada gertakan RMS kunjungan itu dibatalkan, sayang memang, soalnya payung itu diperlukan sebagai spirit pemicu percepatan kerjasama.  Coba kita simak lobby Korsel ketika akan menggolkan T-50nya, Presidennya berkunjung ke Bali dan bertemu SBY, kemudian dilanjut dengan kunjungan utusan pribadi Presiden Korsel ke Jakarta, bertemu SBY. Kemudian delegasi kita yang dipimpin Menko Kesra dijamu dengan layanan kelas VVIP termasuk memakai pesawat kepresidenan Korsel. Tak lama kemudian T-50 menjadi pemenang pertarungan pengadaan pesawat tempur latih TNI AU.  

Masalah pengadaan kapal selam yang berlarut-larut, tidak bisa dilepaskan dengan kekuatan lobby Korsel pada petinggi Pemerintah dan Kemhan.  Ini yang membuat Kilo yang sudah di depan mata  menjadi fatamorgana kembali.  Lalu tiba-tiba muncul Changbogo di layar cermin.  Padahal TNI AL pengen kapal selam dari kelas herder bukan anjing kampung, so si user pasti tahu dong dengan kehebatan herder macam Kilo itu.  Nah daripada dibeliin kapal selam dari anjing kampung class mending uangnya dibeliin beras saja, kata mantan Kasal Tedjo menyindir. 

Pengadaan 2 Kilo mestinya sudah dimulai sejak tahun 2009.  Tapi bisa juga tersendatnya 2 kapal selam made in Rusia itu karena ada jiran yang meradang lalu melapor sama emaknya yang nota bene Polisi Dunia.  Dan seperti biasa petinggi kita kalau sudah dapat Nota keberatan diplomatik biasanya menjadi kesatria peragu, lalu tempe yang sudah digoreng menjadi hangus kelamaan digoreng. Maka tender pun diulang-ulang sembari menyanyikan lagu : maju tak gentar membela yang bayar.

Kalau mau di survey sejatinya hampir 70% warga bangsa ini merasa gregetan dengan cara pandang kemayu itu.  Logikanya, sudah dikasih kredit ekspor sama Rusia, masih jual mahal, bahkan pengennya  ngambil uang KE nya lalu dibelikan barang dari negara lain, kan gak etis jadinya.  Apa sih susahnya membeli Kilo, wong belinya pakai KE.  Vietnam saja tanpa basa-basi langsung pesan 6 Kilo, tak ada yang gelisah.  Malaysia sudah punya 2 Scorpene, Singapura sudah punya 5 biji.  Bahkan Thailand pun pesan yang second hand sebanyak 4 biji.  Lha kita mau nambah dua dari dua yang dipunyai saat ini, susahnya seperti orang sembelit, gelisah tapi tak keluar-keluar juga keputusannya.

Proyek Kapal Cepat Rudal kelihatannya yang paling lancar jalannya.  Setelah selesai KRI Clurit akan selesai lagi KCR-KCR yang lain, semuanya buatan galangan kapal dalam negeri.  KRI KCR ini dilengkapi dengan sepasang rudal C802 atau C705.  Rudal ini buatan China namun China bersedia melakukan kerjasama pembuatan rudal ini secara besar-besaran untuk kebutuhan TNI AL.  Bayangkan paling tidak akan ada 300 rudal jenis ini untuk persenjataan 100 Kapal Cepat Rudal kita.  Salah satu sinyal kerjasama strategis dengan China itu bisa kita saksikan dari kunjungan PM China Wen ke Jakarta akhir April 2011.   Walaupun tak dinyatakan secara eksplisit dan dipublikasikan, kunjungan itu terkait dengan kerjasama pertahanan kedua negara khususnya kerjasama rudal surface to surface Lapan-Pindad yang mampu menjangkau jarak tembak 300 km dan rudal C802 untuk KRI KCR.

KRI Trimaran Class juga sudah dibuat, ini buatan Lundin Banyuwangi.  Sebentar lagi satu KRI rampung dan TNI AL memesan Trimaran Class sebanyak 12 unit. TNI AL juga sudah menandatangani kontrak dengan PT PAL untuk pengadaan 12 KRI LST, 8 FPB, 2 LHD, instalasi rudal dan sistem tempur KRI dan perawatan KRI.  Jumlah kekuatan armada TNI AL saat ini berkisar 165 KRI dari berbagai jenis.  Prediksi kekuatan armada itu pada tahun 2014 akan menyentuh angka 200 KRI.  Yang menarik dari jumlah KRI sebanyak itu, 130 KRI adalah striking force mulai dari kelas fregat, korvet dan KCR karena punya kekuatan rudal Yakhont, Excocet, C805 dan C705.

Kapal selam KRI Nanggala yang dioverhaul di Korsel diperkirakan akhir Juli 2011 sudah tiba di tanah air.  Overhaul ini tentu saja menambah daya tempur dan serang Nanggala dan yang lebih penting ada teman KRI Cakra yang lebih dari setahun menjomblo alias sendirian.  Beberapa sumber menyebutkan sebenarnya kita memliki 3 kapal selam buatan Jerman.  KRI Cakra 401 ada kembarannya yang juga punya nomor identitas 401.  Ini mirip dengan jumlah kepemilikan pesawat tempur Hawk Mk53 yang kita beli dari Inggris.  Publikasinya kita beli 8 unit tahun 1982 tapi ada yang menyebut kita punya 20 unit di Madiun.  Atau pembelian 34 unit pesawat tempur Skyhawk tahun 1980 bilangnya dari AS, belakangan ketahuan belinya dari Israel.

Apapun itu tak perlu jua kita mempermasalahkannya, yang penting bagi kita adalah perkuatan TNI tidak hanya berhenti pada minimum essential force tapi sampai pada kekuatan yang menggentarkan.  Sehingga tidak ada yang berani kagi melecehkan teritori NKRI.  Angkatan laut kita berhak memperoleh alutsista yang berkelas herder dengan kehadiran Destroyer, Fregat, Korvet dan KCR termasuk kapal selam dalam jumlah yang banyak karena halaman depan, belakang dan samping  kita bukanlah daratan melainkan perairan.  Sangat wajar bila pengawal lautan dan samudera itu diberi amunisi berdaya ledak tinggi, bukan senapan angin agar tidak ditertawakan burung camar.

*******
Jagvane / 03 Mei 2011