Ada dua catatan dalam mengamati gelar unjuk kekuatan
angkatan udara Indonesia di Natuna dan Laut Cina Selatan (LCS) tanggal 5-6
Oktober yang lalu. Pertama lokasi
latihan di Natuna tidak direncanakan melainkan perintah langsung Presiden
Jokowi hanya sepuluh hari sebelum hari H nya.
Kedua keseriusan pemerintah membangun pangkalan militer trimatra di
pulau terluar LCS itu bukan lagi angan-angan.
Latihan Angkasa Yudha (pertempuran udara) tahun ini
sebenarnya akan dilakukan di Belitong tetapi ketika hajat itu mendekati hari
pertunjukan keluar perintah langsung dari Presiden Jokowi agar lokasi dipindah
ke Natuna. Maka hanya dalam hitungan hari alutsista-alutsista mahal TNI AU harus
di relokasi ke titik tumpu Natuna. Nilai tambah dari relokasi mendadak ini
adalah semakin mendekati situasi yang sebenarnya utamanya jika ada kondisi
emergency di Natuna.
Maka kita pun bisa menyaksikan kehebatan kombinasi 48 jet
tempur Indonesia yang dikerahkan pada latihan itu membombardir sasaran di laut,
melakukan pertempuran udara, menangkis serangan udara dan penerjunan pasukan
pemukul Paskhas. Prosesi unjuk kekuatan tentara langit Indonesia itu disaksikan
Presiden Jokowi dan sejumlah menteri dan disiarluaskan oleh sejumlah media
internasional termasuk Al Jazeera.
Presiden Jokowi di Natuna |
Dalam kacamata intelijen militer sangat dimungkinkan
latihan tentara langit Indonesia dipantau serius oleh militer Cina, termasuk
mengerahkan kapal selam dan UAV. Juga konvoi kapal perang lima negara FPDA (Five
Power Defence Arrangements)yang sedang memulai latihan perang laut di LCS. Mereka
adalah Malaysia, Singapura, Australia, Selandia Baru dan Inggris selama dua
minggu ke depan menguji komitmen persekutuan militer mereka utamanya terhadap
konflik LCS.
Natuna sedang dipersiapkan menuju pangkalan militer
swalayan yang menggigit. Tiga matra TNI sedang membangun pangkalan milter
terintegrasi. Pembangunan batalyon AD, Marinir,
Paskhas dilakukan serentak bersama pembangunan bunker berkapasitas 5 jet tempur
dan bunker kapal selam. Tidak hanya itu,
Natuna juga sedang mempersiapkan kehadiran alutsista baru berupa peluru kendali
jarak sedang, tambahan radar weibel, UAV, MLRS, helikopter serbu. Proyek militer strategis ini berpacu dengan
waktu dan diharapkan rampung tahun 2018.
Tetapi bukan berarti semuanya menunggu tahun 2018. Saat
ini saja landasan pacu 2.500 m sudah jadi berikut sarana pendukung. Termasuk
penempatan satuan-satuan militer dan sejumlah kapal perang. Latihan militer TNI
AU bisa berlangsung spektakuler karena sarana vital yang sudah operasional.
Dukungan dari Hang Nadim, Supadio, Halim dan Rusmin Nuryadin tentu berperan
besar dalam operasi militer skala besar yang dilakukan angkatan udara kita.
Indonesia begitu serius mempersiapkan payung Natuna. Kabupaten
vital berpenduduk 110 ribu jiwa itu dengan sejumlah kekayaaan alam yang
melimpah di sekitarnya harus dipagari dengan kekuatan militer berkarakter
sarang lebah. Ancaman terhadap teritori Natuna dan ZEE nya tidak main-main, sudah
di depan mata. Karena itu kita tidak mau
kecolongan ruang teritori. Apalagi jika menilai karakter negeri pengklaim LCS
yang haus sumber daya alam.
Suasana pemboman di pantai Natuna |
Hari ini memang tidak ada klaim terhadap pulau Natuna dan
jajaran pulau kecil di sekitarnya tetapi ZEE kita di utara Natuna dikatakan
tumpang tindih dengan “pemilik” nine dash line.
Bisa jadi besok berubah menjadi ten dash line dengan memasukkan Natuna
kedalamnya. Maka dalam pandangan kita sangat tepat waktu jika pemerintah
memperkuat militer di Natuna dengan membangun pangkalan militer tri matra
sekuat-kuatnya.
Indonesia sedang dalam proses memperkuat tentaranya
dengan mendatangkan alutsista berbagai jenis dari luar negeri. Alutsista yang
sedang dalam proses pembelian misalnya jet tempur Sukhoi SU 35. Alutsista model kerjasama produksi yang
sedang dibuat antara lain kapal perang jenis PKR 10514, kapal selam Changbogo.
Alutsista buatan sendiri misalnya, panser Anoa, panser Badak, KPC 40m, KCR 60m,
LST, LPD.
Dengan komitmen dan konsistensi yang kuat maka dalam tiga
tahun ke depan diniscayakan kita bisa buat sendiri tank dan kapal perang light
fregat. Lima tahun ke depan kita bisa buat kapal selam dan sepuluh tahun ke
depan kita bisa buat jet tempur sendiri. Ini bukan lagi angan-angan tetapi
sudah didepan mata. Jadi industri pertahanan strategis sudah kita kuasai dan
pemenuhan alutsista dapat dipenuhi oleh industri pertahanan kita sendiri.
Mempersiapkan Natuna sebagai pangkalan militer sarang
lebah tidak lain adalah untuk menjaga kehormatan dan kewibawaan teritori NKRI.
Lebah itu kalau sarangnya tidak diganggu dia tidak akan mengganggu dan akan
terus memproduksi sumber daya madunya. Tapi manakala dia diganggu tentu akan
berjibaku habis-habisan meski sarangnya habis dibakar.
Natuna pun begitu karena dia milik sah NKRI kita siapkan
sumber daya madunya berupa produksi sumber daya alam untuk kemakmuran dan
kesejahteraan bangsa ini. Tapi manakala ada negara lain yang menganggu apalagi
ingin mencaploknya maka sengatan lebah militer Natuna akan berperan lebih awal dan
menyengat kuat sebelum bala bantuan dari penjuru negeri berdatangan. Ini sesuai
doktrin baru militer kita, berani masuk digebuk. Mikir !
****
Jagarin Pane / 08
Oktober 2016
NKRI harga mati๐๐
ReplyDeleteNKRI harga mati๐๐
ReplyDeleteHarusnya alutsista yang baru dibeli, sebagian digelar di Pulau Natuna dan sekitarnya .... jangan semua ditempat pada satuan di pulau jawa .... (alutsista yang sudah senior dialihkan ke luar jaea)
ReplyDeletejadi yang junior di taruh di p jawa..?
ReplyDeleteLebih ditakuti lagi kalo di Natuna dipasang rudal Yakhon, Brahmos & S-club
ReplyDeleteKatanya pertahanqn sarang lebah poros maritim dunia faktanya di atas kertas doang ...pertahanan sarang lebah butuh dana besar dan harus ada niat kemauan politek kuat dari sang peminpin .
ReplyDeleteDana sudah ada.empat pulau terluar sudah di kerjakan semua.2018 rampung semua
ReplyDeleteMantaappp...!!!! Itu baru Indonesia Raya
ReplyDeleteSulawesi..papua..kalimantan..sumatra..harus tempatkan ulusista yg merata...jangan di pulau jawa aj.....dah terjadi beberan perang..baru kewalahan...
ReplyDeleteSulawesi..papua..kalimantan..sumatra..harus tempatkan ulusista yg merata...jangan di pulau jawa aj.....dah terjadi beberan perang..baru kewalahan...
ReplyDeleteDoktrin Pertahanan Harus dirubah bukan menunggu masuk baru di gebuk...kita harus ke Blue Water Navi......pertahanan di luar pulau sehingga daratan Indonesia tidak menjadi sasaran empuk, kita hurs sudah cegah itu di lautan bebas, sehingga memerlukan Natuna juga harus dipersiakan menjadi Pangkalan Rudal Jarak Menengah dan jauh, yang mampu menjangkau hingga spartly island Pangkalan Tiongkok, bila perlu hingga jarak 600 - 1000 KM jauh diluar ZEE Indonesia ( ambil Alih Teknologi dari Rusia ;), demikian pula Untuk Kapal Perang kita dengan Pulau-Pulau terluar belum perlu Kapal Induk, namun TNI AL sudah harus memiliki kapal Perusak dan Cruiser yang mampu bertempur mandiri dalam menghadapi serangan permukaan, udara, bawah air dan serangan Rudal, selain Kapal Perusak minimal TNI Gunakan Kapal perang "Korvet kelas berat dan Fregat, saja, untuk kelas Korvet biasa berikan saja untuk Bakamla ( Coast Guard : Penjaga Pantai ) supaya penjaga pantai kita lebih kuat, Kapal Selam juga mesti dikembangkan untuk bisa menembakkan Rudal Jarak Sedang dan Jauh dari bawah laut, tidak hanya torpedo seperri sekarang ini. Cakra class dan Changbhogo Class ( yang lebih cocok untuk misi pengintaian dan patroli saja ) untuk missi tempur yang lebih pas Kilo class, sehingga kita memiliki daya gentar yang kuat......dan Pulau-pulau kita tidak menjadi arena pertempuran karena bisa di cegah di laut lepas....Pertahanan Udara sudah cukup baik dengan F16 Viper dan Shukoi SU 35 cuman Perisai Udara seperti Patriot atau S-300 / 400 perlu untuk memayungi wilayah teritorial kita dari serangan Rudal jarak jauh ataupun pesawat tempur siluman. Daya Jangkau Radar Militer juga mesti sudah mampu mendeteksi semua kekuatan asing jauh sebelum memasuki ZEE dan teritorial Indonesia bisa dengan Teknologi Satelit, memaksimalkan atau memperkuat fungsi Satelit yang sudah dimiliki Indonesia, maupun. Untuk Alutsista kita jangan takut untuk meniru dan mengkloning teknologi Barat ataupun Rusia.....persoalan dampak adalah resiko, namun kemandirian harus yang utama ( contoh China, yang tidak takut untuk mencuri atau meniru teknologi asing dengan segala resikonya ) sekarang mereka sudah mandiri Alutsista meskipun ada yang kloningan yang disempurnakan..........ini dapat terwujud jika kita mau, kita punya Sumber Daya yang melimpah, Punya Ahli yang di akui dunia Ayo kita membangun dengan kekuatan sendiri....Merdeka
ReplyDelete