Minggu ke
dua Juli 2012 ada dua berita kejut yang mampu mengejutkan kualitas diplomasi
dan intelijen berbagai pihak. Yang satu
terjadi di ibukota Kamboja, yang satu lagi dari Darwin Australia. Kejutan diplomatik terjadi di Phnom Penh
Kamboja ketika dilangsungkan pertemuan para menlu ASEAN tanggal 8 sampai dengan
13 Juli 2012 membahas konflik Laut Cina Selatan (LCS). Untuk pertama kalinya sepanjang sejarah ASEAN
yang telah berusia 45 tahun, para Menlu 10 negara yang ber urun rembug gagal
mencapai kata sepakat dalam memberikan nilai kebersamaan untuk code of conduct
LCS. Dengan kata lain ASEAN untuk
pertama kalinya sepakat untuk tidak sepakat mengenai sebuah tema yang
dirundingkan intensif. Dalam terminologi
yang lain ini adalah kemenangan diplomasi Cina yang berhasil “meretakkan”
keharmonisan ASEAN yang dikenal santun dan kompak dalam menyikapi berbagai hal
di rantau kawasan.
Kejutan
diplomasi lainnya adalah keberhasilan Australia untuk mengajak Indonesia
membawa jet tempur mutakhirnya Sukhoi SU30 ke Darwin untuk mengikuti latihan
gabungan angkatan udara terbesar 6 negara yaitu Australia, AS, Indonesia,
Singapura, Thailand dan Selandia Baru.
Latihan ini berlangsung 27 Juli hingga 17 Agustus 2012 melibatkan
sedikitnya 94 pesawat dan 2.200 pasukan.
Ini menjadi menarik karena seluruh jet tempur yang dilibatkan dalam
serial latihan terbesar yang diberi judul Exercice Pitch Black 12 merupakan jet
tempur buatan Barat kecuali Indonesia. Latihan
ini mengambil area di Darwin dan Tindal.
Kecuali tuan rumah dan AS yang mengambil area latihan di Darwin dan
Tindal peserta dari negara lain hanya bisa mengakses di Air Force Base Darwin.
Jet tempur kelas berat TNI AU, Sukhoi |
Upaya bujuk
rayu Australia ini sejatinya telah berlangsung lama. Mereka pun sempat bertandang ke Air Force
Base Sukhoi di Makassar, walaupun latihannya hanya dilayani 1 flight F16 TNI AU
beberapa waktu lalu. Sebenarnya bisa
saja Australia mengajak Malaysia yang notabene masih tergabung dalam FPDA untuk
membawa Sukhoinya dalam latihan ini. Tetapi
mengapa justru Indonesia yang dibujuk rayu untuk ikut serta, mencerminkan
betapa rasa ingin tahu dan penasarannya Australia terhadap alutsista strategis
TNI AU itu. Meskipun begitu kita
meyakini kehadiran Sukhoi untuk berperan serta dalam serial latihan itu tentu
tidak akan membuka telanjang seluruh kemampuan dan keunggulan yang dimiliki
Sukhoi dan pilotnya. Latihan bareng itu
di wilayah permukaan yang selalu dukumandangkan adalah untuk lebih mendekatkan
hubungan militer antar negara namun di sisi lain selalu ada upaya intelijen
militer mengintip kekuatan dan keunggulan alutsista yang dimiliki peserta
latihan itu.
Keberhasilan
Australia ini tentu tak terlepas dari kesepakatan diplomasi politik tingkat
tinggi dari kedua negara. Belum lama
berselang di Darwin juga terjadi kesepakatan hibah 4 Hercules tipe H dari
negeri Kanguru itu kepada Indonesia.
Juga tak lama setelah adanya pemberian grasi kepada narapidana narkoba
Corby dan pembebasan tawanan kriminal anak-anak warga Indonesia di negeri itu. Australia
sangat berkepentingan dengan pertumbuhan kekuatan militer Indonesia yang sedang
giat-giatnya membangun perkuatan alutsista tentaranya. Lebih dari itu Australia seakan hendak
mengatakan kepada Cina bahwa: kami sangat berkepentingan dengan posisi strategis
Indonesia yang memegang kendali teritori LCS dari wilayah selatan, posisi
dimana militer AS dan Australia akan menggunakan dalam skala penuh jika terjadi
konflik militer dengan Cina.
Sementara
itu Cina dianggap berhasil mencuri perhatian diplomasi dan intelijen dengan
keberhasilannnya mengobok-obok ASEAN di Kamboja. Keberhasilan ini tentu tidak terlepas dari upaya politik dan
intelijen Cina dengan memberi “asupan gizi” untuk sahabat tradisionalnya
Kamboja yang memang sudah menjadi sekutu dekatnya. Kamboja banyak menerima
bantuan ekonomi dari Cina untuk pembangunan infrastruktur, telekomunikasi dan
teknologi. Dengan kucuran dana besar
dari Cina dan tekanan politik yang menyertainya, Kamboja yang saat ini menjadi
Ketua ASEAN akhirnya tak mampu memberikan kekuatan persahabatan pada
kebersamaan ASEAN, karena sudah berhutang budi dengan Cina. Pertemuan para Menlu ASEAN yang gagal
mencapai komunike bersama itu menjadi pusat pemberitaan yang hangat di seluruh
dunia dan menganggap ASEAN sudah terkotak berdasarkan blok pengaruh.
Latihan gabungan TNI AL dan AL Australia, Kupang-Darwin |
Secara
historis 10 negara ASEAN memang bertolak belakang dalam haluan dan cerita
sejarahnya. Pendiri ASEAN, Indonesia,
Malaysia, Thailand, Filipina dan Singapura pada saat deklarasi ASEAN merupakan
kumpulan negara yang ada dalam pengaruh Barat dalam pembangunan ekonominya. Ini beda dengan kawasan Indocina yang
bergabung belakangan setelah usai perang Indocina tahun 1975. Karakter politik Vietnam, Kamboja dan Laos
berbeda karena mereka berhasil mengalahkan pengaruh Barat dalam perang yang
berkepanjangan itu. Kedekatan Kamboja dengan Cina memberikan dampak ketika
klaim Cina terhadap LCS dan perkembangan militernya mengharuskan Kamboja
menanggalkan kesetiaan kebersamaan ASEAN sehingga ini dianggap sebagai menjual harga diri untuk sebuah sebutan politik balas
budi kepada Cina.
Kawasan
ASEAN saat ini secara nyata telah diajak untuk memilih dua jalan yang saling
merenggangkan satu sama lain. AS melakukan langkah progresif dengan menempatkan
kapal tempurnya di Singapura. Vietnam
pun dibujuk agar bersedia memberikan akses militer untuk AS di teluk Cam
Ranh. Demikian juga dengan Thailand, AS
berkeinginan memanfaatkan pangkalan udara U Tapao di Thailand untuk kepentingan
militernya. Filipina jelas berada dalam
payung militer AS. Malaysia yang termasuk keluarga FPDA bersama Australia dan
Inggris punya klaim dengan Cina sudah tentu berada dalam satu paduan suara
dengan Vietnam, Filipina dan Brunai, sama-sama menentang Cina.
Satu-satunya
negara ASEAN yang masih mampu berada dalam persahabatan ke semua arah adalah
Indonesia meski secara jelas kita bisa memahami bahwa telah terjadi rebutan
pengaruh antara AS dan Cina untuk merangkul Indonesia. Militer Cina dan Indonesia baru-baru ini melakukan latihan
bersama pasukan khusus ber tajuk “Sharp Knife II/2012” di Jinan Shandong Cina
selama dua minggu. Cina pun berbaik hati dengan memberikan akses bagi pilot-pilot
Sukhoi TNI AU untuk berlatih dengan
menggunakan simulator Sukhoi di Cina. Tak
lama kemudian giliran Australia yang sukses mengundang Indonesia untuk
partisipasi di Pitch Black Darwin, tentu dengan upaya diplomasi tingkat tinggi.
Saling
berebut pengaruh antara Cina dan AS tentu akan merepotkan kelangsungan
perjalanan ASEAN. Oleh karena itu peran
diplomasi yang diprakarsai Indonesia untuk menyamakan langkah bagi semua
anggota ASEAN merupakan pekerjaan diplomatik yang menguras energi dan stamina. Langkah yang dilakukan Menlu Marty Natalegawa
yang melakukan safari kunjungan ke negara anggota ASEAN sejauh ini menghasilkan
konsensus untuk kembali ke ”jalan yang benar”. Namun ke depan situasi keretakan itu
diniscayakan akan berulang kembali karena langkah progresif AS yang overdosis
akan dibalas dengan agresivitas kehadiran kapal perang Cina di LCS dan langkah
diplomasi bertajuk kerjasama ekonomi dan kerjasama pertahanan dengan beberapa
negara ASEAN.
Sekedar test
case Cina juga sudah mampu menjalankan politik gertak ekonomi dengan Filipina
karena terus menerus berteriak dengan kehadiran kapal-kapal perang Cina di LCS.
Cina mengurangi impor beberapa komoditi
holtikultura dari Filipina dan
mengurangi jumlah wisatawannya berkunjung ke Filipina. Nah ketika sebuah fregat Cina melintas di
kawasan yang disengketakan dengan Filipina awal Juli ini dan sempat karam
katanya, Filipina tidak lagi berteriak keras. Alamak, macam mana pula itu.
****
Jagvane/ 23
Juli 2012
asslkum.mas ari jagvane...saher mabruk,kullu am wa antum bi kaher.. met menjalankan ibadah pusasa romadhon 1433 H.. semoga amal ibadah kita diterima llah swt...dan TNI kita maken kuat,jaya selama2nya amien2...
ReplyDeletesaya kq kurang sreg dengan kenetralan negeri ini menyikapi hub barat timur, antara AS dan China. Melihat perspektif ke depan, baik dari segi ekonomi maupun pertahanan selayaknya kita bisa lebih mantap memilih China tidak hanya sebagai kawan, melainkan sebagai sahabat. bukankah hub China - Pakistan bisa memberi pelajaran, bahwa bersahabat baik dg China tidak serta merta melupakan Amerika. Yang saya takutkan, sikap kita sebagai "Swedia" nya Asia Tenggara tidak menjadikan RI sbg sahabat yg baik utk siapa saja, namun malah sekedar menjadi "teman biasa" utk siapa saja
ReplyDeleteBetul itu, lebih baik Ina bersahabat dgn cina saja. As tu kayak kurawa kok, braninya kroyokan, memfitnah, dan tdk segan2 menendang kawan (tdk tulus brkwn) apalgi ausie si pnjahat tu. Mnding kt brsahabat dgn cina saja. Scra kultur sjrh ada yg mngatakn nenek moyang kt dari yunan.
ReplyDelete