Kebutuhan ketersediaan alutsista strategis kita berpacu dengan waktu. Dan kemudian bertemu dengan keterbatasan sumber daya keuangan yang tergerus dampak pandemi Covid19 dan subsidi energi. Melucuti stamina APBN. Di satu sisi ada kebutuhan mendesak dan tidak bisa ditunda untuk isian dan sebaran alutsista karena adanya dinamika konflik kawasan. Temperatur konflik mengancam eksistensi teritori dan di sisi yang lain pemerintah harus menggelontorkan subsidi besar untuk konsumsi energi ratusan juta penduduknya, untuk menjaga agar inflasi tidak liar.
Penjelasan soal ketersediaan alutsista strategis ini sederhana, apakah ada penambahan jet tempur selama 5 tahun terakhir. Apakah ada penambahan kapal perang striking force kelas korvet keatas selama 5 tahun terakhir. Jawabnya tidak ada. Kita gagal mendatangkan 11 jet tempur Sukhoi SU35 dari Rusia karena Undang-Undang CAATSA AS. Lantas kita bergegas untuk mendapatkan 42 jet tempur Rafale dari Perancis. 6 unit diantaranya sudah kontrak efektif tetapi pesawatnya baru datang paling cepat tahun 2026.
Artinya ada 9-10 tahun kita menunggu waktu untuk menambah jumlah jet tempur. Saat ini kekuatan pukul TNI AU bertumpu pada 16 jet tempur Sukhoi SU27/30 dan 33 jet tempur F16. Langkah cepat dan cerdas Menteri Pertahanan untuk mendatangkan 42 jet tempur Rafale dari Perancis patut kita apresiasi. Beli "grosiran" dalam jumlah banyak untuk investasi pertahanan tiga dekade. Selama ini kita dikenal produsen alutsista sebagai pembeli ketengan. Sementara untuk pengadaan 2 kapal perang heavy fregate Arrowhead 140 sudah kontrak efektif dari rencana pengadaan 16 kapal perang yang sekelas dengannya. Oktober tahun ini mulai dibangun di PT PAL.
Bagaimana kemudian kita memilih yang sudah terpilih sebagai skala prioritas untuk perkuatan alutsista kita yang cukup mendesak ini. Pilihan bisa dengan berbagai skema. Misalnya dari 42 jet tempur Rafale yang diinginkan, 6 yang sudah kontrak efektif bisa digenapkan menjadi 12 unit dulu. Untuk yang 30 unit ditunda dulu. Kemudian untuk menutup "blank spot" 5 tahun kedepan karena lamanya antrian produksi Rafale, tambahan ketersediaan jet tempur tawaran dari Uni Emirat Arab bisa dipergunakan. Pengadaan 14 jet tempur Mirage bekas pakai, harganya murah. Bisa siap pakai dengan durasi kedatangan lebih cepat, satu tahun diprediksi sudah datang. Dan kita memang sedang membutuhkan ketersediaan jet tempur untuk mengawal Natuna secepatnya.
Soal kapal selam juga prioritas. Maka rencana pengadaan 2 kapal selam dari Perancis atau Jerman menurut pandangan kita harus segera direalisasikan. Kita sudah mempunyai 4 kapal selam "satu bapak lain emak". Sama-sama berjenis U209, yang satu buatan Jerman sudah sepuh buatan tahun 1980. Tiga lainnya hasil kerjasama produksi DSME Korsel dan PT PAL Indonesia, masih baru. Dan keempatnya kalah kelas dengan punya jiran Singapura, Malaysia dan Vietnam. Itu sebabnya kita perlu menyegerakan pengadaan 2 kapal selam yang lebih gahar. Armada kapal perang bawah air kita masih harus ditambah secara kuantitas dan kualitas. Dan ini prioritas.
Program pengadaan alutsista Indonesia sejauh ini berjalan lancar. Pesanan 5 Hercules gres dari AS produksinya sedang berjalan. Pengadaan 6 jet latih tempur Golden Eagle dari Korsel sedang dalam proses produksi. Kita juga sedang menunggu kedatangan bertahap 6 pesawat amfibi dari Kanada untuk TNI AU. Termasuk menunggu kedatangan 2 kapal perang pemburu ranjau dari Jerman untuk TNI AL. Sementara PT PAL baru saja meluncurkan kapal perang jenis LPD rumah sakit yang ketiga. Pindad sedang menyelesaikan pesanan tank Harimau untuk TNI AD termasuk panser Badak. PT DI saat ini sedang menyelesaikan assembling helikopter berbagai jenis untuk TNI AU, TNI AD.
Dalam kondisi keuangan yang tergerus mengatasi pandemi dan subsidi energi yang cukup besar, meneropong skala prioritas pemenuhan kebutuhan alutsista adalah keniscayaan bersama. Perkuatan alutsista adalah keharusan karena situasinya mendesak dan kita belum sampai pada kriteria minimum essential force, apalagi ideal. Namun kita juga harus realistis dengan APBN kita, seperlimanya untuk subsidi, terlalu besar. Dan rasio hutang terhadap PDB di kisaran 41%. Fundamental ekonomi sejauh ini disebut kuat dengan pertumbuhan 5,49% di kuartal kedua ini. Dan inflasi juga hampir menyaingi pertumbuhan ekonomi. Inflasi posisi terakhir ada diangka 4,9%.
Perolehan 12 jet tempur Rafale, 12 jet tempur Mirage bekas pakai, 4 kapal perang heavy fregate dan 2 kapal selam serbu sudah sangat realistis untuk mengejar ketertinggalan minimum essential force sampai tahun 2024. Peningkatan infrastruktur tempur alutsista eksisting juga sedang berlangsung. Bung Tomo Class bergantian di upgrade, juga beberapa kapal cepat rudal termasuk KRI Golok 688 dipersenjatai dengan rudal canggih. Jet tempur F16 dan T50 dimodernisasi kemampuan tempurnya. Radar GCI di sejumlah titik diperbaharui. Dan ini yang terpenting, instrumen network centric warfare dari Scytalys Yunani dengan kemampuan interoperability tiga angkatan sedang dibangun. Semuanya patut kita syukuri.
****
Jagarin Pane / 20 Agustus 2022
Alhamdulillah,Abah matur nuwun ulasan yg sangat bermanfaat serta info alutsista yg kbrnya menggantung kini jelas.sehat selalu ABAH.Amiin.
ReplyDeleteAmin. Barakallah
Deleteπ
ReplyDeleteRasanya udah gak sabar lg bung jag mendengar kabar heavy frigate kita di bangun..
ReplyDeleteKlo mo realistis lg batalkan IKN krg bkn hal yg urgen ...hentikan pengadaan mobil dinas ..itu sdh lumayan dr pd lumanyun..hehe
ReplyDeleteDengan dana anggaran militer yg sangat terbatas ini sebaiknya dicermati betul betul utk pengadaan baru alutsista TNI dan yg terpenting harus baru seperti:panser badak utk tniad digenapi sampai 50unit + retrofit amx13canon 105mm digenapi sampe 50 unit+ thank harimau digenapi sampai 50unit, utk tnial opv90m digenapi sampe 12unit + kcr60 digenapi sampe12unit + 2unit kasel scoorpen baru segera dimulai produksi + 1unitbkasel changbogo baru pengganti KRI Nanggala yg tenggelam + last Bintuni class digenapi sampe 12unit, nah yg agak pusing adalah utk jet tempur baru tniau karena kalo beli bekas pasti ada resiko kerusakan saat diterbangkan dan paling apdol ya beli baru FA50 baru sebanyak 12unit dulu tapi full loader+heli angkut caracel ditambah 6-12unit + cn295 digenapkan sampe 16unit.kira kira itulah solusi darurat utk mengejar target MEF3.
ReplyDeleteHarapan kita bersama, yang paling minimalπππΎ
DeleteApa kabarnya Frerm dan hibah maestrale italia, kok jadi sunyi senyap
ReplyDeleteRudal Jarak menengah gak info nambah lagi kah?
ReplyDeleteMirage bekas dan maestrale bekas semoga dtg lebih cepat untuk mengisi NATUNA
ReplyDeletemengingat makin panas dan mendekati titik didih perang CINA dan Taiwan tanpa perlu menunggu 2030
LCS MAKIN MENDIDIH KITA DARURAT ICBM
minimal MRBM atau rudal taktis diatas 300km
Kalo menurut saya drpd mirage bekas mending minta Viper bekas pasti dikasih Mamarika dah
ReplyDeleteMirage ada kaitannya dgn kerjasama ekonomi skala besar dgn UEA. Azas timbal balik gitu.
DeleteWah kalo gitu bungkus dah mirage 12 biji
ReplyDeleteSemakin mendekatkan kita dgn alutssta france..mdh2an rafale banyak dibeli sambil garuda ifx..
ReplyDeleteJgn smp kebanyakan milih berujung kadaluarsa ...atau
ReplyDeletesalah moment...
Sekedar masukan sebaiknya di perbanyak rudal anti tank dan manpads
ReplyDeleteBung jag pt pindad meluncurkan produk otomotif baru yaitu double cabin suv tp menurut sy satu masih kekurangan pt pindad yaitu devisi permesinan yg belum ada sama seperti yg di ungkapkan oleh menhan kita pak prabowo seharusnya perusahaan sekelas pindad sudah memiliki divisi permesinan biar tdk tergantung dgn negara lain,jgn menunggu seperti kasus turki yg di embargo sana sini baru mo bikin mesin sendiri..bagaimana menurut bung jagarin mengenai hal tersebut..
ReplyDeleteBiasanya urusan mesin centralized. Pt Pindad beli. DSME saja beli mesin kapal selam dari Jerman. Atau Boeing beli mesin dari perus lain.
DeleteYg ini sdh direalisasikan blm?
ReplyDeletehttp://defense-studies.blogspot.com/2020/05/korps-marinir-dapatkan-alokasi-anggaran.html?m=1
Mirage 2000 V milik salah satu negara di Timur tengah sudah di uji coba oleh TNI AU sendiri , dan kemungkinan di akuisisi sangat besar , sebagai gap pengganti kekosongan jet tempur TNI AU untuk sekarang ini π
ReplyDeleteSemoga cepat datangnya
DeleteGara2 stagflasi sepertinya rencana akuisisi alutsista jd mundur semua dah. Yg udah dibayar & diproduksi yg akan berdatangan.
ReplyDeleteAustralia ingin membeli pesawat siluman lg dr bosnya b21..kita harus waspada dgn semua ini melihat track recordnya klakuan si kanguru selama ini trma planggaran kdaulatan Indonesia dan rencana penyerangan2 ke Indonesia yg kbetulan 2x gak jadi..pokoknya Indonesia jgn lg berhenti utk trus memperkuat otot2 alutssta kita baik matra darat,laut mo pun udara dan btul2 memberdayakan inhan dlm negri kita karna musuh kdaulatan yg sesungguhnya kita yaitu cina dan si kanguru itu..
ReplyDeleteMirage diakuisisi utk pesawat lath pilot AU sebelum datangnya Rafale kah?
ReplyDeleteAne pikir strategi indo dlm pengadaan alutsista udah bener. Ga perlu ahli atau pintar, hasilnya sama aja kurang urgen, malah mbulet dg alasan klasik itu2 saja. Ngapain aja selama ini?
ReplyDeleteAkuisisi Mirage 2000 bekas utk tniau dari sebuah negara timur tengah sebaiknya dibatalkan saja karena buang buang uang negara, diganti dgn tetap fokus akusisi 6unitbrafael baru utk tniau dan bila sudah diterima oleh tniau seluruh unit Rafael baru tersebut barulah tambah akuisisi 6unit Rafael baru utk tniau dan bila sudah diterima oleh tniau seluruh unit Rafael baru tersebut barulah tambah lagi 6atau 12 unit rafael baru utk tniau sehingga total namtinya Tniau terima 36unit rafael baru. Setelah itu baru diteruskan utk akuisisi F15ex 6 unit dulu utk tniau sesuai dgn anggaran yg ada dan proses akuisisi F15ex ini harus bertahap persis sama dgn proses akuisisi bertahap Rafael baru utk tniau sesuai dgn anggaran yg ada, tapi alangkah baiknya bila ada anggaran utk belum F15ex utk tniau sebaiknya anggaran tersebut digeser utk bayar kerjasama pembuatan pesawat tempur KFX/IFX dgn Korsel yg tertunda sehingga lunas dan RI siap terima dan produksi IFX sebanyak 47unit utk tniau dan itu lebih realistis kelola anggaran militer RI yg terbatas.
ReplyDeleteUtk kapal selam baru tnial yg realistis adalah tetap melanjutkan pembuatan changbogo class di PT PAL sebanyak 1unit saja sebagai pengganti KRI Nanggala yg tenggelam, lalu tetap akuisisi 2unit kasel scoorpen baru di PT PAL sehingga nantinya setelah selesaiserah terima ke tnial barulah dilanjutkan dgn akuisisi tambahan 2unit kasel scoorpen utk tnial , setelah selesai dan serah terima ke tnial lalu dilanjutkan lagi akuisisi 2unit kasel scoorpen baru sehingga nantinya tnial penya 6unit kasel scoorpen baru berikut transfer teknologinya dari Perancis ke PT PAL. Semuanya itu memang harus bertahap karena harus disesuaikan dgn anggaran militer yg terbatas.
ReplyDelete