Percepatan realisasi pengadaan alutsista strategis sesungguhnya adalah yang terpenting daripada menampilkan segerobak rencana belanja. Termasuk membangun perspektif horizon menguasai teknologi alutsista di masa depan. Ada kesan dengan daftar shopping yang segudang, banyak maunya. Prioritas untuk mendatangkan minimal 6 jet tempur F15 Ex tahun ini apakah bisa direalisir, itu pertanyaan besarnya. Belum lagi persoalan sudah ditandatanganinya kontrak awal pengadaan 11 jet tempur Sukhoi SU35 yang tidak bisa begitu saja diabaikan apalagi dibatalkan.
Soal lanjutan kerjasama pengembangan jet tempur KFX/IFX dan kerjasama alih teknologi pembuatan kapal selam Changbogo, dua-duanya dengan Korsel, menjadi sebuah catatan tinta tebal non istiqomah alias inkonsistensi dalam menjalankan dan meneruskan proyek teknologi tinggi alutsista strategis. Padahal perjalanan kerjasama itu sudah berada di duapertiganya, sepertiga lagi akan menghasilkan karya monumental. Pertanyaannya kenapa harus berencana menarik diri. Bukankah ketidaksamaan persepsi dan perspektif bisa dirundingkan di koridor itu. Mengapa justru ingin memutus nilai strategisnya.
Tiga kapal selam yang dibuat pada proyek batch 1 Nagapasa Class sudah jadi. Dua diantaranya KRI Nagapasa 403 dan KRI Ardadedali 404 sudah operasional. Sementara KRI Alugoro 405 menunggu seremoni peresmian. Artinya untuk dua kapal selam terdahulu tidak ada kendala teknis dong karena sudah ada berita acara penerimaannya. Lalu mengapa belakangan di kemudian hari bersuara tidak puas atau tidak sesuai dan mengapa harus diterima kalau tidak puas atau tidak sesuai.
Pertanyaan-pertanyaan seperti inilah yang tersaji di ruang diskusi forum militer. Sehingga ujung-ujungnya ada kalimat klise yang berbunyi: ganti menteri ganti selera. Bukankah kontrak awal batch 2 Nagapasa Class sudah ditandatangani dan bahkan Presiden Jokowi sudah berkunjung ke Korsel sebelumnya. Demikian juga sebaliknya Presiden Korsel berkunjung ke Indonesia. Sebuah isyarat payung yang kuat untuk meneruskan Nagapasa Batch 2. Artinya everything is ok, atau everything will be ok meminjam ungkapan pejuang demokrasi remaja Myanmar Kyal Sin yang ditembak mati junta militer.
Demikian juga dengan proyek jet tempur generasi 4,5 KFX/IFX. Dengan alasan sangat teknis, kita lalu tidak melanjutkan iuran yang sudah disepakati, alias mogok bayar "SPP". Padahal bulan April nanti jet tempur KFX akan dipertunjukkan ke publik purwa rupanya di Korsel. Seperti diketahui Indonesia dalam perjanjian ini mendapat porsi 20% dari pembiayaan pengembangan jet tempur. Porsi Indonesia bernilai US$ 1,51 Milyar, sudah dibayar US$ 201,4 juta sampai Januari 2019. Setelah itu emoh bayar karena alasan teknis.
Dua kerjasama teknologi persenjataan strategis yang mogok di duapertiga perjalanan ini memunculkan dugaan lain. Jangan-jangan ada pihak yang tidak suka dengan program teknologi tinggi alutsista bergengsi ini. Pencapaian besarnya kelak dianggap bisa membuat kawasan tersaingi. Bisa saja kan. Bisa dibayangkan lima sampai sepuluh tahun ke depan kita sudah menguasai teknologi jet tempur dan kapal selam. Juga teknologi kapal fregat, peluru kendali, roket, tank, panser. Luar biasa pencapaian itu.
Kita sudah mampu membuat panser, tank, roket, kapal perang jenis KPC, KCR, LST, LPD. Kapal fregat segera menyusul kemudian kapal selam dan jet tempur. Tentu ini sebuah prestasi yang membanggakan. Seandainya proyek alih teknologi kapal selam dan pengembangan jet tempur jalan terus maka sempurnalah industri pertahanan kita. Itu sebabnya "perselisihan teknis" yang terjadi di dua proyek alutsista dengan Korsel bisa disikapi dengan perspektif horizon"lima repelita" alias duapuluh lima tahun. Bukan "satu repelita" tok alias satu jabatan menteri.
Untuk kebutuhan mendesak sah-sah saja mendatangkan jet tempur F15 Ex atau Rafale. Atau menambah kapal selam dari negara lain. Tapi untuk "lima repelita" monggo dilanjut proyek jet tempur KFX/IFX dan kapal selam Nagapasa Class. Toh seleksi alam akan terjadi dengan pensiunnya 24 jet tempur Hawk atau bahkan 16 jet tempur Sukhoi yang umurnya relatif pendek. Juga 2 kapal selam "Cakra Class" yang saat ini sudah berusia 40 tahun.
Kebanggaan kita soal pertahanan sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari kehebatan industri pertahanan yang kita miliki. Dan itu sebenarnya sudah di depan mata jika kita mampu membangun perspektif horizon, perspektif membangun kebanggaan pertahanan negara. Oleh sebab itu mari kita kumandangkan selalu lagu istiqomah bin konsistensi dalam bingkai perspektif, membangun kewibawaan pertahanan negara berdaulat.
****
Jagarin Pane / 6 Maret 2021
Kalau sudah begini ujung2nya ya tdk terealisasi lagi kebutuhan alytsista TNI,yg nelongso bukan yg mau pakai tp kita2 sebagai bagiannya ikut ngelus dada.Mudah2an tdk selalu gagal dan cepet dan tepat semua yg dibukukandlm buku biru
ReplyDeleteWIRO
Dua kerjasama teknologi persenjataan strategis yang mogok di duapertiga perjalanan ini memunculkan dugaan lain. Jangan-jangan ada pihak yang tidak suka dengan program teknologi tinggi alutsista bergengsi ini. Pencapaian besarnya kelak dianggap bisa membuat kawasan tersaingi. Bisa saja kan. Bisa dibayangkan lima sampai sepuluh tahun ke depan kita sudah menguasai teknologi jet tempur dan kapal selam. Juga teknologi kapal fregat, peluru kendali, roket, tank, panser. Luar biasa pencapaian itu.
ReplyDeleteKlo ini saya pasti mikir gitu juga,psti byk pihak2 (luar)yg gak suka indonesia besar maju industri persenjataannya.
Mungkin keuangan negara cupet
ReplyDeleteKonfigurasi fregat kelas Iver Huitfeldt Indonesia kemungkinan besar akan terdiri dari keluarga radar NS 200, SSM Exocet, keluarga SAM Aster, meriam Leonardo 76 mm, Tacticos CMS dll. Hanya satu perusahaan lokal yang terlibat dalam program ini. Hal-hal tersebut akan mengikat secara hukum setelah amandemen kontrak ditandatangani.
ReplyDelete*AH
kata kunci percaya diri, bukan gengsi. jagalah NKRI.
ReplyDeleteKembali ke Jargon lama, Mikir Mulu Beli Kagak
ReplyDeleteMungkin itu juga benar min, tapi mgkin juga kita ingin melompat yg lebih krn teknologi trus berkembang & alutsista kita wajib menyesuaikan dgn perkembangan.. kita beralih ke U214 itu merupakan lompatan teknologi bagi PT PAL, dan kita belajar lgsg ke produsen nya jerman.. mengenai IFX kita hanya mearakit nanti nya, insinyur yg dikirim pun yg tua jadi TOT ke insinyur muda akan sulit, mending kita beli gripen kayak brazil, Full TOT & kita buka banyak lapangan kerja utk insinyur tua muda kita..dan kita bisa merakit utuh smua komponen gripen, kita dapat offset bikin badan pesawat, kita bisa jual juga ke kawasan,kita bisa buka bengkel gripen juga
ReplyDeleteJangan suka lompat-lompat,nanti jatuh.jalan biasa aja,bisa,pelan,sedang,dan cepat.kuasai dulu pembuatan u209 secara penuh.berita ifx mau berhenti di tengah jalan sudah membuat citra buruk dalam hal joint di mata dunia.ini langsung mau lompat-lompat lagi.hadeuh
DeleteSaya setuju kasel kita pakai U214 daripada scorpen, jadi fasilitas trilyunan yg dibangun PT PAL bisa berkelanjutan.. type u209 & u214.. ibaratnya pakai innova & innova reborn..
ReplyDeletegak taulaaaah,
ReplyDeleteapa sih yang dipikirannya, mumet dan ruwet, semua serba tidak jelas arahnya.
malah yang kebaca banyak maunya tapi uang cekak.
kalau ada pihak2 yang tidak ingin pencapaian indonesia dalam industri militer, sudah jelas itu adalah negara lain dan segelintir orang orang mental penghianat.
hal ini malah jadi lelucon dan olok olokan bagi negara lain untuk merendahkan militer indonesia.
apakah para petinggi militer dan menhan tidak melihat hal seperti ini gitu?
lama kelamaan, negara lain yang pernah diajak kerjasama juga jengah dan bosan....
(serius apa tidak nih indonesia)...!!!
angin surga mulu....
Deletekerjanya seolah tidak memiliki konsep dan rencana yang matang.
ReplyDeletepaling yg diborong kendaraan maung
ReplyDeletepaling yg diborong kendaraan maung
ReplyDeleteDitubuh KEMENHAN / TNI banyak perwira" hebat tentang alutsista dan strategi pertahanan.
ReplyDeleteTapi disekitar mereka juga, banyak PERWAKILAN PERUSAHAAN ALUTSISTA DUNIA,KUBU" SENIOR yg tdk mau melepaskan estafet pengadaan alutsita ke kubu yg tdk sepaham dgn mereka.
Campur tangan negara luar itu pasti dan yg bikin rumit tidak solitnya pejabat kita sendiri.
Setuju bangetππΎππΎ
DeleteSalam bung Jagarin ππ
DeleteMau nya apa sih .menhan kita nih .uangnya tidak ada atau takut alutsista kita kuat.bingung jadinya .MAU NYA APA ?????????
ReplyDeleteSalam.
ReplyDeleteSetuju dengan bung jagarin non istiqomah dan inkonsistensi.
Kalau urusannya sudah perut dan kekuasaan susah buat bicara rakyat jelata hanya bisa diam.
Andai IFX terbang April di halim perdana kusuma ini saya rakyat jelata akan mengangkat tinggi sang menhan krena telah mewujudkan mimpi anak bangsa untuk bisa bikin pesawat tempur sendiri.
Klau gak terjadi ya rakyat jelata doakan sampai mati dikubur gak bakal kepilih nyalon presiden.
Emosi marah dan jadi satu skarang
Bukan pesawat IFX yg siluman non siluman tapi cara cara pemerintah yg kaya siluman karena cuma siluman yg gak inkonsistensi kdang manusia dibisikin udah ambil aja uang bansos tapi setelah ketangkap kpk tuh siluman bilang kan sdh saya bilang kalau ketangkap resikonya besar dipenjara.
Salam jaya bangsaku Indonesia.
Itulah kita, wawasan pemikirannya taktis bukan strategis. Hanya mikir utk 5 thn sama dengan waktu jabatan formal. Tdk mikir bagaimana 25 tahun ke depan.
DeleteSebenarnya kalau urusan alutsista kita gak usah pesimis,,,menhan dan tni itu lebih tau apa yg harus di lakukan dalam pengadaan alutsista strategis,,,kita sebagai warga sipil tak akan pernah dapat mengetahuinya apa yg akan di beli dan apa yang akan di milili oleh TNI ,,bukan kan kah MENHAN dan TNI sudah bilang,,tidak semua alutsista dapat di publikasikan ke publik,,ada beberapa alutsista yg harus di rahasiakan oleh TNI dan MENHAN ,,tak mungkin lah MENHAN dan TNI tak memperkuat alutsista ,,mereka lebih tau apa yang harus di lakukan,,kita mah tinggal tunggu dan lihat saja.
DeleteJikalau arah kiblat ToT kita ke KorSel yang notabene sudah mampu, tapi mau "direwangi" oleh Indonesia itu sah-sah saja tapi jangan lupakan juga perihal isu-isu "Setengah hati" KorSel kepada Indonesia, mau itu cuma isu ataupun fakta memang harus diselidiki, karena tak ada asap kalau tak ada api. Lihat saja contoh Londo yang dulu jahat ama Indonesia selama (katanya) 350 tahun mau ToT ngajarin bikin fregat Iver-class yang sekarang jadi flagship TNI AL. Kasihan engineer-engineer kita yang (katanya) cuma disuruh ngeliat doank proses perakitan pespur KFX/IFX (kalo KorSel ngaku ada IFX) tanpa ada pembelajaran dan pengalaman berarti ataupun antusias tukang las di PT PAL yang diakui mendapatkan zero defect hanya untuk mengelas kasel yang katanya "berisik".
ReplyDeleteLebih baik mencari mitra yang mau ngajarin atau paling tidak mau memberikan ToT yang hampir sama (karena sama persis tentu tak mungkin) dan fair serta Roadmap yang jelas untuk pengembangan ToT Indonesia sesuai dengan kesepakatan atau kontrak yang sudah disetujui.
Saya sangat setuju dgn paragraf pertama " Percepatan realisasi pengadaan alutsista strategis sesungguhnya lebih penting daripada menyajikan segerobak rencana belanja. MEF 2 sdh ketinggalan dan MEF 3 akan mjd halu.
ReplyDeleteSalam
ReplyDeleteLihat rekam jejak sukses TOT diindonesia dan korea selatan untuk LPD class yg akhirnya Indonesia mampu mengeksport LPD Class ke Philipina 2 unit.
Saat ini Korea sdh mempersiapkan kapal induk dan rudal untuk KFX sementara indonesia mempersiapkan Maung..
Semoga Maungnya bisa terbang.
Iya keh maung terbang seperti mobil terbang stampal sticker punya China yg di klaim buatan tempatan negara jiran.. wkwkwkwkwk
DeleteSaya apresiasi tulisan Bung Jagarin.saya juga berharap berlanjut belajar mengajar nya Inhan Kita.terlepas dari pro dan kontra.
ReplyDeletecoba lihat pinoy
ReplyDeleteintinya kita tidak punya niat yg tulus memperkuat kedaulatan dan tni. kedua kita tdk punya anggaran, ketiga byk riset tpi ga ada produksi masal. ke empat bumn pertahanan cuma mentok di anoa dan malah mau produksi masal maung untuk sipil. padahal byk perusahan swasta yg ga kalah hebat menghasilkan alutsista. ketimbang pindad dan pal yg ga ada terobosan apa2.
ReplyDeleteKali ini membaca ulasan bung jagarin entah kenapa agak nyesek di dada setelah kemarin ber "uforia" dengan langkah2 menhan kita, sekarang kita di bukakan mata bahwa sebenarnya kita sedikit lagi menguasai ber bagai tehnologi wahid alutsista, tapi pupus.., mohon koreksi bung jagarin apa mungkin ini adalah strategi supaya kita tetep bisa kuasai tehnologi pespur dan kasel tanpa kecurigaan negara2 ya waspada sama kita..?!, karena saya pernah baca kalau tidak salah jerman juga menawarkan kasel dengan TOT nya, dan KFX masih memberikan jatah pespurnya ke kita... apakah mungkin ada deal2 "bawah tangan" dr menhan kita?
ReplyDeleteInfo terkini, nagapasa batch 2 mau dilanjut katanya. Semoga ajaπ€²π
DeleteAmiin..., πππ
Deletehttps://www.airspace-review.com/2021/03/07/tak-peduli-ancaman-as-mesir-lanjutkan-pembelian-su-35-dari-rusia/
ReplyDeletehttps://www.airspace-review.com/2021/03/08/ramai-dibicarakan-f-15ex-f-16v-dan-f-a-18-malah-lebih-berpeluang/
ReplyDeleteDi youtube channel Sobat Militer yg produser, naskah dan riset yg buat Alman Helvas.Ada di bilang PLN yg di setujui sebesar US$10 Billion untuk memborong alutsista sesuai hasil Rapim TNI di liat dari keterbatan kemampuan fiskal pemerintah. Sementara PLN yg diajukan sebesar US$20 Billion.
ReplyDeleteLink Youtube nya. Silahkan nonton
https://youtu.be/iFooAx2q49g
Saya sich kurang yakin, mungkin itu cuma prediksi AH bisa saja malah disetujuin US$20 Billion.
DeleteYg jelas membeli alutsista tidak segampang membeli mobil dan motor di showroom.
Tentang F-16V, ini tentu sangat beralasan karena Indonesia sudah memiliki pengalaman yang panjang mengoperasikan F-16, memiliki sumber daya manusia untuk perawatan dan operasionalnya, serta keandalannya yang telah terbukti hingga saat ini.
ReplyDeleteDalam hal ini, penyederhanaan tipe pesawat tempur yang dimiliki oleh TNI AU pun dapat tercapai. Hal ini untuk mengurangi beban ongkos perawatan dan operasional di masa mendatang.
Walaupun bagaimana F16 tetaplah F16 walaupun viper sudah makai radar aesa.bisa apa viper itu menghadapi F15 sg, F35,F18 hornet J20 cino menghadapi su35 mutant cino? Padahal ini lah yg jadi potensi ancaman yg sangat besar. Bahkan myanmar sudah berencana beli su 57.apa yg bisa dilakukan dgn f16 menghadapi raksasa2 udara dgn teknologi terkini itu?
DeleteLebih tepatnya semua tergantung komisi, siapa yg paling besar komisi nya itu yg terpilih bullshit tentang perkuatan alutsista
ReplyDeleteTentang F-16V, ini tentu sangat beralasan karena Indonesia sudah memiliki pengalaman yang panjang mengoperasikan F-16, memiliki sumber daya manusia untuk perawatan dan operasionalnya, serta keandalannya yang telah terbukti hingga saat ini.
ReplyDeleteDalam hal ini, penyederhanaan tipe pesawat tempur yang dimiliki oleh TNI AU pun dapat tercapai. Hal ini untuk mengurangi beban ongkos perawatan dan operasional di masa mendatang.
Bisa jadi F16V yg hadir nnti 36 unit
DeleteBuat Caatsa Waiver muluskan Su35.
Saya sih realistis aja seh.
Mohon maaf cuma mau sharing pendapat saya, menurut saya ongkos perawatan tergantung harga suku cadang masing2 tipe bukan dari banyaknya tipe pesawat begitu pula upah tenaga kerjanya kalau memakai pihak luar. Kalau untuk operasional, diversifikasi menurut saya malah lebih menguntungkan karena kita tidak terlalu tergantung dgn satu produsen atau satu suplier saja. Bilamana ada selisih paham atau embargo karena tingkat ketergantungan kita sangat tinggi maka mengakibatkan kita sbg konsumen akan didikte oleh suplier tsb.
ReplyDeletedari sekian banyak rencana belanja alutsista kelas wahid sampai2 tawar sana sini keliling dunia pakai mobil maung apaksh sudah ada yg deal salah satunya
ReplyDeletedari sekian banyak rencana belanja alutsista kelas wahid sampai2 tawar sana sini keliling dunia pakai mobil maung apaksh sudah ada yg deal salah satunya
ReplyDeleteUrun rembug ah.
ReplyDeleteTahap2 ini harus dilewati dulu jika mau disegani :
1) kita harus kuat terlebih dulu, bukan terbalik mau bikin sendiri dulu alutsista yg mahal dari nol.
Solusinya : ambil dulu alutsista yang cukup murah secara operasional namun sudah terbukti mumpuni dalam menangkal ancaman. Ambil dalam jumlah banyak sehingga mendapat bagian dalam jaringan suplai logistik suku cadang dan lisensi dalam pembuatan alutsista tersebut.
2) mulai merancang sendiri alutsista sederhana yang murah dari segi biaya akuisisi maupun operasional. Sesudah berhasil produksi dalam jumlah banyak lalu buktikan keandalan alutsista itu dalam berbagai konflik.
3) mulai join dalam bidang perancangan alutsista yang cukup canggih namun naik sedikit tingkatannya dari tahap 2.
Contoh Korsel dan Turki, dulu mereka ambil F16 dalam jumlah banyak, dapat lisensi pembangunan F16 di negerinya sendiri. Dengan ratusan F16 itu mereka bisa menjadi cukup kuat. Itu langkah pertama.
Lalu baik Korsel maupun turki buat sendiri pesawat yang murah yaitu pesawat kitiran latih maupun COIN yang bernama wong bee dan hurkus. Itu langkah kedua.
Kemudian korsel join dengan lockheed martin untuk pembangunan t50 sedangkan Turki merancang sendiri pesawat jet serang ringan hurjet. Itu langkah ketiga.
Langkah ke-4 : buat pesawat jet tempur multiperan yang lebih gede dari pesawat jet ringan.
Brazil terlebih dulu buat Tucano, Super Tucano baru Gripen.
Lha kita pesawat latih kitiran dan COIN aja belum bisa bikin dan belum terbukti handal malah tamak mau loncat bikin sendiri jet tempur sekelas hornet/rafale yaitu IFX, ya pantas dikibuli lah.
Di mana2 blajar merangkak, lalu jalan trus lari trus melompat. Ini baru merangkak aja, belum bisa jalan udah mau lompati jurang. Emang kita bayi ajaib gitu? Mikir !
Seharusnya begitu Om Ntung.tapi menurut saya pribadi,CBG dan IFX di lanjutkan.dan pembelian Pespur baru itu harus,mau rafale/F-16/F-15.untuk menutupi gap saat proses ifx.dan kalau mau di bantu alih teknologi dari produsen ternama ya harus beli rada banyakan.jgn ketengan.Kalau mau Inhan kita mau maju jalannya ribet,rumit,njelimet.bahkan tipu-tipu.itu masih lebih baik.daripada pejabat kita sibuk cari fee buat perusahaan nya.dan akhirnya tidak berjalannya road map dan buku Kemhan&TNI.
DeleteMang seharusnya PTDI sudah bisa buat pesawat Ringan jenis COIN spt tucano atau OV bronco.
DeleteSaya pernah baca di majalah angkasa.zaman Cang Harto PT DI sudah punya prototipe pesawat Coin.mirip tukino cat nya biru putih.tapi kini entah kemana,apa karena dana riset nya juga ga ada
DeleteSemoga 5 tahun kedepan indonesia sdh mandiri dan mumpuni dlm membuat jet tempur 4,5++ dan kapal selam AIP dgn mesin buatan dlm negri (lisensi)
ReplyDeletesaya pirbadi sangat kesal sama beberapa penguasa kita yang tidak punya mental tegas dan konsisten dalam bernegara, banyak negara yang tidak menginginkan Indonesia ini bisa mandiri dibidang apapun karena bisa jadi ganjalan atas kepentingan2 negara lain, apapun yang dilakukan pemerintahan kita kalau sudah mengarah kepada kemandirian dibidang pertahanan dan ekonomi pasti selalu diganggu bangsa lain yang punya kepentingan dikawasan, segala macam propaganda akan dimainkan untuk menggagalkan rencana indonesia untuk maju, masalah KFX-IFX bisa tidak ada kejelasan seperti ini itu adalah contoh keberhasilan propaganda negara lain yang memang tidak menginginkan indonesia bisa bikin pesawat tempur sendiri bisa saja dibuat alasan nya karena terlalu lama menunggu KFX-IFX sementara sekarang dikawasan laut natuna dibuat seakan2 kita besok akan berperang atau akan terjadi peperangan besar antara amerika - china padahal kita sendiri tidak tahu dibelakang itu memang ada unsur kesengajaan dari pihak cina - amerika dan koloni masing-masing negara itu untuk buat ketegangan dikaswasan laut natuna utara supaya indonesia dan negara-negara tetangga merasa urgent untuk belanja alat tempur yang sudah siap atau sudah jadi (tidak perlu menunggu KFX-IFX yang masih dalam tahap pengembangan) belum lagi beberapa posisi penting di pemerintahan kita mungkin sudah dimasuki orang2 yang memang utusan dari pihak asing yang ditugaskan untuk propaganda supaya indonesia beli saja daripada bikin sendiri, kita tidak tahu sebenar nya yang terjadi antara cina dan amerika itu seperti apa bisa jadi mereka sebetulnya sangat harmonis dibelakang layar tapi didepan ditampilkan seakan2 saling bermusuhan kepentingan amerika untuk indonesia mereka jualan persenjataan kepentingan cina untuk indonesia sumberdaya alam kita untuk menopang industrinya mereka, sekilas pemikiran saya covid 19 ini muncul di wuhan bisa langsung melumpuhkan amerika kala itu presiden Trump dianggap gagal menangani pandemi covid 19 diamerika dan sengaja dibuat reputasinya jelek oleh rival politiknya supaya tidak menang dalam pilpres saya ko berpikir jangan2 joe biden menang dipilpres amerika karena ada campurtangan cina buat jatuhkan Trump kita semua tau Trump sama xi jinping perang dagang nya dulu seperti apa, jadi menurut pengamat kaleng2 seperti saya ini cina sama ameriak... itu cuma sengaja bikin kegaduhan dikawasan laut natuna utara dan laut cina timur supaya negara2 dikawasan tersebut berlomba2 belanja alat tempur besar2an jadi "CEUK AING MAH" tidak akan ada peperangan dikawasan laut natuna utara dan sekitarnya jadi sebetulnya kita tidak perlu lah borong pesawat banyak begitu, kalau anggaran nya ada ya harus nya dibagi2 lah untuk project kapal selam dan pesawat temput KFX-IFX nya juga harus tetap dijalankan, masa negara gk sanggup bayar biaya patungan KFX-IFX cuma tinggal segitu kemarin belanja buat vaksin saja kita mampu. #salamNKRI
ReplyDeletePropoganda nya ya dari dalam negeri.karena ga mau sesuai dengan road map Kemhan dan TNI.ga usah bawa" negara luar.periode sebelumnya juga ga beli apa-apa.cuma ketiban kedatangan yg udah di teken periode sebelumnya lagi.mau ada perang apa ga.Indonesia sudah menang karena di GFP peringkat 16.jadi santai aja.nanti juga kalau memang ada perang, pemerintah sudah siapin bambu runcing gen ke 5 buat TNI dan rakyat.
DeleteIngat loh Alm.eyang Habibi bilang byk pihak asing yg gak suka Indonesia maju dlm dunia penerbangan atau dirgantara.
DeleteSalah satu penyebab sulitnya membangun jet tempur mandiri adalah fasilitas elektronik modern yang belum sepenuhnya buatan dalam negeri. Seperti radar, kendali senjata, sistem peperangan, persenjataan, sensor dan lainnya yang akan dipasang di pesawat tersebut. Apabila fasilitas canggih tersebut masih ada yang didatangkan dari negara lain, tentunya dapat mengganggu kemandirian pembuatan pesawat tempur tersebut. Pasalnya tingkat kerahasiaan atau kecanggihan peralatan tersebut akan lebih mudah diketahui lawan dan apabila ini terjadi dalam peperangan modern tentunya sangat merugikan.
ReplyDeleteHal ini dialami Turki ketika membangun drone tempur Bayraktar 2 yang sukses beroperasi di konflik Azerbaijan dan Armenia tahun lalu. Belakangan Canada dan Inggris yang memasok perlengkapan mesin dan elektronik drone tersebut menerapkan embargo. Kondisi lebih sulit akan dialami proses produksi jet tempur. Pembuatan Euro Fighter sendiri melalui proses panjang dan berbelit karena melibatkan Jerman, Prancis, Spanyol, Italia dan Inggris. Namun, dalam perjalanannya terjadi pecah kongsi akhirnya Prancis memilih keluar dari kesepakatan itu dan membangun Rafale.
Test
ReplyDeleteTest
ReplyDeleteSalam.
ReplyDeleteItulah kita, wawasan pemikirannya taktis bukan strategis....
Betul tuh bang..tapi ada lagi yg lebih betul
istiqomah dan inkonsistensi..
Anti produk asing.
Klau kata cang cing ane di kampung pondok gede bang
"Ngomong elu kaya berak dijamban Tong"
Semoga jaya negeriku.
Gak semua alutsista yg sudah kontrak dipublish ke media.
DeleteTiba2 aja ada yakhont nongol.
Memang, ada yg perlu dipublikasin (bukan harus) dan ada yg dirahasiakan ttg pembelian alutsista,itulah strategi.
ReplyDeleteBiar negara lain atau tetangga sebelah rumah baik yg selatan atau utara gak panas dingin dan juga biar BUTA kekuatan TNI terutama ALUTSISTA nya
WIRO
Sekarang ini amanat undang undang tentang klausul ToT sebenarnya sudah sangat bagus untuk negosiasi pembelian alutsista asing manapun. Yang disayangkan, banyak pejabat hari ini termasuk yang di jajaran Kemenhan gak tau seperti apa itu ToT yang bermanfaat buat alih teknologi. Agaknya sejak berpulangnya Presiden B.J. Habibie rohimahulloh tidak ada lagi yang mengajari tentang Alih teknologi yang sejati. Padahal beliau sepanjang pengabdiannya tidak pernah bosan mengulang di setiap kesempatan apa itu alih teknologi dengan 4 tahapan transformasi industrinya agar kita bisa cepat mengejar ketertinggalan teknologi:
ReplyDelete1. Tahapan lisensi & progressive manufacturing, agar kita belajar dulu teknik produksi modern suatu produk unggulan dari produsen yang bersedia memberi lisensi. Ambil contoh IPTN lisensi C-212 dari Airbus.
2. Tahapan integrasi teknologi yang sudah ada atau sudah dikuasai, Dengan penguasaan teknik produksi yg maju, mencoba mengintegrasikan komponen-komponen teknologi yang sudah ada menjadi produk baru. Di tahap ini, IPTN kerja bareng Airbus dulu membuat CN-235.
3. Tahap Desain& rancang bangun produk baru unggulan, setelah penguasaan integrasi teknologi, mencoba membangun produk yang sama sekali baru secara mandiri. Pada 1995, IPTN meluncurkan N-250.
4. Tahap Riset dan Pengembangan setelah mampu membuat satu produk baru, maka melalui litbang di harapkan dapat diciptakan penyempurnaan,inovasi, modifikasi,atau produk yg lebih maju utk meraih dan mempertahankan keunggulan produk di pasaran internasional. Sekali lagi, di penghujung orde baru, IPTN sudah punya roadmap N-2130.
Pak Habibie tidak hanya menunggu alih teknologi yang berlangsung di industri –industri strategis (IPTN, PAL, PINDAD, dll) mencapai tahap ke 4. Tapi paralel dengan itu, beliau menyiapkan infrastruktur IPTEK yang lengkap guna menunjang tahap keempat: riset dan pengembangan tersebut.Infrastruktur iptek tersebut terdiri dari Humanware (SDM iptek), Orgaware (lembaga-lembaga iptek), Technoware ( Laboratorium-2 dan peralatan iptek ) , Infoware ( Pusat dokumentasi dan jaringan informasi iptek), Cultureware ( Skema program penelitian RUK, RUT, RUSNAS,dll).Mulailah direkrut secara nasional putra putri bangsa yang cerdas untuk dikirim belajar ke universitas universitas top dunia. Tidak hanya 1-2 angkatan, tapi berkelanjutan. Didirikanlah BPPT, LIPI, LAPAN, dll sebagai orgaware. PUSPIPTEK sebagai technoware, dan sebagainya.Ditarik ke perspektif masa sekarang, strategi yang sistematis itu sudah tidak terlihat. Hanya seperti langkah-langkah taktis jangka pendek sebagai proyek mercu suar di masa rezimnya saja. Berganti rezim, berganti pula taktik jangka pendek dan proyek mercu suarnya. Ambil kasus KFX, jika kita mau tekun menimba ilmu sama Korsel, tidak mengapa kita hanya dapat teknik manufacturingnya saja alias lisensi. Negara mana yang menawarkan 1,5 miliar dolar dan kita bisa dapat magang belajar desainnya, produksi lisensinya, plus 48 pesawat tempurnya kelak? Kecuali kita mau beli lebih dari seratusan pesawat tempur, seperti India membeli SU-30 MKM. Pun, itu bukan lisensi penuh.Kalau mau ilmu lebih tinggi, bisa merapat ke SAAB Swedia untuk kerjasama Grippen – NG, kita bisa sama sama Swedia belajar integrasi teknologi teknologi terkini pesawat tempur.Cobalah lihat Jepang yang awalnya mengambil lisensi F-16 Amerika, sekarang mereka sudah mempunyai program pesawat tempur generasi kelimanya. Alih teknologi di masa ini hanya diartikan offset atau ToT yang kadang hanya sebatas diberikan pelatihan perawatan alutsista saja : Maintenance, Repair, Overhaul (MRO). Dikasih yang begini saja sudah dianggap ToT yang sesuai amanat undang-undang. Betapa terdistorsinya arti Alih Teknologi sekarang ini. Berkacalah pada apa yang telah dirintis dan dilakukan pak Habibie, baru bisa paham apa itu alih teknologi. Alih Teknologi yang sejati merupakan upaya strategis bangsa yang terprogram sistematis dan berkelanjutan. Bukan ToT abal-abal yang hanya sekedar bisa MRO sendiri, setelah itu? teruslah jadi konsumen produsen-produsen alutsista dunia (malikidm@gmail.com)
Luar biasa paparannya pak. Saya sangat mengapresiasi karena tema besarnya adalah membangun kemandirian alutsista. Thx.
Deletesetuju dengan pemaparannya. membangun kemandirian memang tdk bisa dlm jangka pendek. saya jadi ingat ada salah satu ahli di indonesia ( entah siapa saya pribadi lupa ) yg mengatakan teknologi itu mahal.jika tdk bisa membuat atau membeli teknologi, kita bisa belajar dari yang punya teknologi tsb tetapi jika tidak bisa masih ada jalan untuk
Deletememdapatkan teknologi tsb yaitu dengan ' mencuri teknologi '.
Aq ikut berbangga punya dulur kayak gini punya pengetahuan dan pemahaman yg luas
ReplyDeleteLuar biasa.
Wiro
Aq ikut berbangga punya dulur kayak gini punya pengetahuan dan pemahaman yg luas
ReplyDeleteLuar biasa.
Wiro
Mas malik.
ReplyDeleteNegara mana yang menawarkan 1,5 miliar dolar dan kita bisa dapat magang belajar desainnya, produksi lisensinya, plus 48 pesawat tempurnya kelak? Kecuali kita mau beli lebih dari seratusan pesawat tempur, seperti India..
Setuju mas malik klau ada 10 orang yg berpikir kaya mas malik dipemerintahan Insya Allah April IFX terbang di Halim perdana kusuma...
Nambah pemahaman baru ternyata kosa kata Abal abal terjadi di TOT abal abal..
Semoga jaya negeriku.
Sipri Indonesia 2020 telah keluar
ReplyDeletehttps://m.facebook.com/story.php?story_fbid=3471629109612074&id=181276675314017
Yuk mari dibahas disitu ada 200 unit Amraam,50 unit exocet 3
Menteri Luar Negeri Republik Indonesia
ReplyDelete@Menlu_RI
Indonesia government official
This morning, I met with H.E. Gang Eun-ho, Minister of Defense Acquisition Program of South Korea (15/03). Extended my congratulations on the launching of the third submarine of Indonesia-South Korea Submarine Joint Development Program.
Salam kemandirian bangsa buat Bung Jagarin dan sedulur semuanya.
ReplyDeleteUraian tentang alih teknologi diatas saya ringkas dari tulisan saya sendiri berjudul "Warisan Habibie dan Peningkatan Kapabilitas Industri Pertahanan Nasional" yang saya tulis untuk komunitas ARC (Angkasa Readers Community) sekitar tahun 2006. Sempat ditampilkan di web nya ARC dan terakhir saya temukan juga di posting di tni-au.mil.id pada tahun 2012. Alamat tepatnya:
https://tni-au.mil.id/warisan-habibie-dan-peningkatan-kapabilitas-industri-pertahanan-nasional/
Tulisan tersebut juga merupakan rangkuman dari berbagai sumber, terutama dari makalah pidato pak Habibie di Bonn, Jerman Barat, tahun 1983 yang dijadikan buku dengan judul sama : Beberapa Pemikiran Tentang Strategi Transformasi Industri Suatu Negara Sedang Berkembang" dan juga buku "IPTEK Nasional Pasca Habibie" (DR. Nurmahmudi Ismail, DR. Mulyanto,2004)
Dibawah tulisan itu saya sertakan nickname saya di ARC : Mallinski (mallinsky@yahoo.com).
Akun Mallinsky di yahoo yang saya gunakan untuk aktif di milis ARC sudah sekitar sepuluh tahunan tidak lagi aktif.
Saya sebetulnya senang tiba-tiba mendapati curhatan kegalauan saya diposting di tni-au.mil.id, berharap celotehan tersebut dibaca untuk kemudian menjadi sentilan penyemangat bagi para pejabat pengambil kebijakan yang berkepentingan di bidang IPTEK utamanya Hankam. Namun, beberapa perkembangan terakhir seperti dalam tulisan Bung Jagarin ini membuat saya berpikir mungkin sudah terlalu lama tulisan itu berlalu dan dilupakan. Jadi melalui momen tulisan "Membangun Perspektif Horizon" yang dengan nuansa semangat kemandirian bangsa yang sama ini saya coba ungkit kembali sedikit ringkasan dari tulisan lama tersebut. Saya percaya Bung Jagarin dan sedulur sedulur semuanya banyak yang mengenal dan bergaul dengan para pengambil kebijakan IPTEK Hankam tersebut. Dan saya juga percaya blog Bung Jagarin adalah termasuk blog utama yang dibaca luas termasuk oleh kalangan pemerhati dan pengambil kebijakan Hankam negara ini. Semoga sedikit celotehan kegalauan tersebut juga dapat sampai kepada mereka.
Kita doakan semoga para pemimpin bangsa ini tidak salah langkah untuk menuju postur Hankam yang kuat berwibawa dengan dukungan kemandirian IPTEK bangsa yang mumpuni serta dilindungi dari segala tipudaya anasir-anasir asing yang tidak menginginkan Indonesia yang kuat, maju dan berdaulat, aamiin.
Amiin
ReplyDeletehttps://m.facebook.com/story.php?story_fbid=3475162905925361&id=181276675314017&fs=0&focus_composer=0
ReplyDeleteTim Rafale kunjungi PT.NTP
Cek kapabilitas dlm program Offset MRO mesin pesawat Rafale
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete