Indonesia terus membangun kekuatan militernya baik secara struktur komando maupun
penyebaran ragam alutsista. Luasnya wilayah teritori negeri ini mengharuskan
komando-komando tempur dan teritorial disebarluaskan untuk memastikan
kedaulatan teritori negeri berada dalam genggaman.
Maka setelah bertahun-tahun direncanakan, dalam program kerja 100 hari
Panglima TNI, pengembangan struktur komando strategis ketiga TNI mulai
diberlakukan. Hari Jumat tanggal 11 Mei
2018 di Sorong Navy Base Papua Barat, Panglima TNI meresmikan operasional Divisi
III Kostrad, Komando Armada III, Pasmar III dan Koopsau III.
Ini program besar yang memerlukan sebaran pasukan dan alutsista yang luar
biasa. Yang lebih luar biasa lagi adalah keinginan yang gigih untuk tidak lagi
bertumpu pada Java Centris dalam pola pertahanan dan sebaran pasukan serta alutsista
TNI. Ini juga bagian dari doktrin pembaharuan berani masuk digebuk. Tidak lagi,
masuk dulu baru digebuk. Lha kalau yang masuk Naga mau digebuk pake apa Om.
Menyambut KRI Ardadedali 404 di Surabaya Navy Base |
Seperti diketahui selama ini tumpuan kekuatan militer kita ada di pulau
Jawa. Kostrad Divisi I ada di Cilodong
Jawa Barat, Divisi II ada di Singosari Malang. Pasmar I ada di Jakarta dan
Pasmar II di Surabaya. Angkatan udara sudah menyebarkan sebagian kekuatan
alutsistanya di luar Jawa seperti 1 skadron Sukhoi di Makassar, 1 skadron F16,
1 skadron Hawk di Pekanbaru, 1 skadron Hawk dan 1 skadron UAV di Kalbar.
Sudah saatnya kita membaguskan postur pertahanan di timur negeri. Latihan PPRC Mei ini di 3 lokasi sekaligus di
wilayah timur negeri ini adalah bagian dari strategi militer sebagai unjuk
kekuatan. Pasukan pemukul reaksi cepat dengan dukungan 16 Hercules serentak
melakukan counter attack di Morotai, Timika dan Selaru Maluku Tenggara dalam
sebuah simulasi tempur yang terukur.
Wilayah timur negeri ini adalah separuh dari luasnya wilayah NKRI. Harus diakui sebaran isian alutsista dan
rentang geografis komando satuan tempur masih jauh dari kondisi memadai.
Contohnya ketika diadakan latihan Armada Jaya beberapa tahun lalu dengan
mengambil lokasi pendaratan pasukan di Kaimana Papua, sangat menguras energi dan
logistik perjalanan armada puluhan KRI striking force yang ditugaskan.
Panjangnya rute Surabaya ke Papua dalam latihan angkatan laut itu dan
resiko “serangan kapal selam musuh” di laut dalam Arafuru, dalam perjalanannya
tentu tidak efektif dalam pertempuran modern saat ini. Maka sangat layak jika
Sorong dijadikan pangkalan Armada III TNI AL beserta organiknya Pasmar III
(setingkat satu divisi pasukan marinir).
Hawk dan LPD kita, bersinergi interoperability |
Sementara Biak sudah sangat siap sebagai home base jet tempur TNI AU.
Selama ini kedatangan berbagai jenis jet tempur tentara langit kita ke Biak AFB
hanya menginap hitungan hari saja lalu kembali ke home base masing-masing. Nah
kalau sudah tersedia isian 1 skadron jet tempur di Biak, maka ongkos patroli
udara jadi lebih hemat. Lebih dari itu
ada rasa percaya diri soal respon cepat intersep jika ada pesawat asing yang
masuk tanpa ijin.
Kita berharap dalam program MEF jilid III (2019-2024) gerak operasional
penuh divisi tempur ketiga segala matra TNI sudah dilengkapi dengan berbagai
jenis alutsista yang dibutuhkan. TNI AL saat ini sudah memiliki 165-170 KRI,
setidaknya 35-40 KRI berbagai jenis bisa
dimutasi permanen ke Armada III. Diharapkan
Koopsau III sudah dilengkapi dengan 2 skadron tempur di Biak dan Kupang. Pasmar III juga sudah dilengkapi dengan berbagai
jenis alutsista setara kakaknya Pasmar I dan II.
Artinya pengadaan berbagai jenis alutsista masih banyak yang harus
dipenuhi. Misalnya pengadaan 3 skadron jet tempur, 3 kapal jenis PKR, 3 kapal
selam, belasan KCR, belasan kapal patroli cepat, 100 tank amfibi, 100 tank
Pindad, 100 Panser Anoa dan lain-lain adalah sebuah keniscayaan yang harus
dicukupi. Gerak cepat pengadaan dengan
dukungan anggaran yang semakin besar dan terbesar adalah bagian dari sebuah
kinerja yang dipantau dengan mata elang.
Natuna sudah hampir selesai pembangunan pangkalan militernya, isian
alutsistanya harus dipercepat. Demikian juga dengan wilayah perbatasan lainnya.
Pola kerja cerdas dan koordinasi sangat diperlukan untuk memastikan kita tidak
ketinggalan kereta dalam membangun kekuatan militer. Kita mengapresiasi keputusan
strategis TNI AL dengan menyebar permanen 4-5 KRI ke berbagai Lantamal. Ini langkah jitu untuk sebuah respon cepat
patroli angkatan laut.
Adanya kekuatan baru divisi tempur “ketiga” di timur negeri akan memberikan
energi pertahanan yang baru dalam sebuah manajemen pertahanan yang rantai
komandonya ada di luar Jawa. Sebuah terobosan besar karena wilayah timur yang
penuh dengan energi sumber daya alam yang melimpah harus dijaga ketat.
Kehadiran tiga matra kekuatan milter yang permanen di timur negeri dalam
sebuah komando strategis yang saling mendukung adalah sebuah kewajiban
mutlak. Militer adalah bagian dari nadi
NKRI, dan nadi itu adalah eksistensi NKRI.
Jadi jelasnya denyut nadi itu adalah TNI dan NKRI.
****
Jagarin Pane /18 Mei 2018
tidak salah apabila setiap lanal ditempatkan secara permanen 7 unit KRI, dan setiap Lantamal ditempatkan 21 unit KRI, 2l LPD, 8 UNIT HELIKOPTER PENERBAL yang dipersenjatai rudal, diperlengkapi jamming dan anti jamming, infrared, night vision, radar, dilengkapi dispanser flare, 10 unit drone yang dipersenjatai roket, dan flare, 4 unit pesawat intai yang dipersenjatai peluncur roket, diperlengkapi alat jamming dan anti jamming, radar, peluncur torpedo, torpedo, infrared, night vision
ReplyDelete