Penguatan alutsista TNI secara extra ordinary terus dilakukan pemerintah melalui Kementerian Pertahanan yang bersinergi dengan Bappenas dan Kementerian Keuangan. Terakhir kabar yang mengemuka adalah lanjutan proses pengadaan 36 jet tempur canggih F15 ID yang pintu gerbangnya sudah dibuka lebar pemerintah AS. Kemudian diyakini dipermudah lagi dengan persetujuan lewat jalur antar pemerintah G to G, melalui mekanisme FMS (Foreign Military Sales).
Ini kurang lebih sama dengan proses pengadaan 24 jet tempur F16 blok 52 ID dan 8 helikopter serbu Apache beberapa tahun yang lalu lewat mekanisme FMS. Yang beda adalah proses pengadaan 5 pesawat angkut berat Super Hercules yang kontrak efektifnya ditandatangani tahun 2019 lewat jalur G to B, dengan pola DCS (Direct Commercial Sales). Kemenhan RI langsung bernegosiasi dengan OEM (Original Equipment Manufacturer) Lockheed Martin AS. Patut dicatat bahwa ekspor alutsista AS baik yang melalui jalur FMS maupun DCS harus mendapat persetujuan dari pemerintah dan parlemennya.
Pengadaan jet tempur F15 ID sangat dipengaruhi oleh keinginan kuat Indonesia untuk mendigdayakan kekuatan angkatan udaranya yang punya ruang udara seluas Eropa. Disamping itu sebagaimana pernah mengemuka bahwa AS telah memberikan fasilitas keringanan bea masuk ribuan komoditi ekspor Indonesia ke Paman Sam. Fasilitas ini dikenal dengan istilah populer GSP (General Specialized Preference). Dengan itu surplus neraca perdagangan Indonesia mencapai puluhan milyar dollar selama puluhan tahun. Pada era pemerintahan Donald Trump GSP ini pernah mau dicabut. Nah, pembelian alutsista dari AS salah satunya adalah untuk meringankan timbangan neraca yang berat sebelah, kata pemerintahan Trump waktu itu.
Keputusan pemerintah AS memberi ruang bagi Indonesia untuk mendapatkan jet tempur canggih F15 ID merupakan langkah kuda seiring dengan dinamika geopolitik kawasan Indo Pasifik. Tetapi seiring dengan perkembangan teknologi kedirgantaraan terkini masih ada kelas jet tempur siluman F35 yang lebih mutakhir. Dan hanya negara sekutu AS yang bisa mendapatkannya seperti Australia, Singapura, Korsel dan Jepang. Meskipun begitu kita berpendapat sudah sangat bagus memperkuat teritori kedirgantaraan dengan jet tempur F15 ID sebagai pengganti jet tempur Sukhoi SU35. Apalagi sudah ada jet tempur Rafale dan Mirage.
Keputusan akhir (final decision) ada ditangan pemerintah, kata Menhan Prabowo kemarin. Dan pastinya Kementerian Pertahanan bersama Bappenas dan Kementerian Keuangan sedang berkoordinasi ketat seiring dengan tenggat waktu. Presiden yang akan memutuskan dengan mempertimbangkan banyak hal. Misalnya pintu persetujuan sudah lapang, GSP sudah aman, FMS terbuka lebar. Namun situasi dan antisipasi cuaca buruk perekonomian ke depan juga harus disikapi dengan serius dan waspada. Sementara persetujuan pemerintah AS akan expired akhir tahun ini jika tidak ada respon tindak lanjut dari Indonesia.
Prediksi kita pemerintah akan bersetuju dengan pengadaan jet tempur ini tetapi jumlahnya mungkin tidak sampai 36 unit. Melainkan hanya ada di kisaran 16-18 unit. Sepertinya ini win-win solution. Bukankah awalnya Menhan Prabowo yang bertandang ke AS untuk minta persetujuan. Kemudian pemerintah AS merespon. Melalui lembaga dibawah kementerian pertahanan DSCA (Defense Security Cooperation Agency) menerbitkan dan mempublikasikan persetujuan detail penjualan 36 jet tempur F15 ID. Artinya monggo kerso. Lalu Menhan berkunjung lagi ke Pentagon untuk negosiasi dan hal-hal teknis. Paling akhir Menhan AS Lloyd Austin berkunjung ke Jakarta Senin 21 Nopember 2022 yang lalu. Artinya semua ini adalah sinyal positif.
Kita tidak perlu jua terpaku dan melotot dengan nilai dollar yang dipublikasikan DSCA bulan Pebruari 2022 yang lalu. Angka itu sesungguhnya adalah angka penawaran, bukan harga persetujuan kontrak. DSCA pernah menerbitkan harga penawaran Apache milyaran dollar. Nyatanya nilai kontrak efektifnya hanya separuhnya. Sembari menunggu final decision dari Presiden Jokowi kita berharap win-win solution akan menjadi marwah keputusan. Adonannya sudah tersedia, kesediaan pemerintah AS memberi lampu hijau, model FMS, menghargai persahabatan kedua negara, kita yang berinisiatif, ada GSP, antisipasi iklim perekonomian dunia yang menuju resesi, pandemi belum usai. Mari kita menunggu final decision dengan semangat membangun investasi pertahanan.
****
Jagarin Pane / 24 Nopember 2022